Kesejahteraan Perlu Diperhatikan

Thursday, August 21, 2008

LEGIUN Veteran Republik Indonesia, Batam, meminta pada pemerintah agar memperhatikan kesejahteraan seluruh anggota veteran di Batam. Selain itu, Legiun Veteran ini juga meminta pada pemerintah untuk memberikan mereka fasilitas kantor. Selama ini hanya berkantor di sebuah rumah sempit milik Ketua LVRI Batam, Karim di Bengkong Kolam Blok G No 01 Kelurahan Sadai.
Sejak diangkat menjadi Ketua Macab LVRI Batam, Karim pernah mengusulkan bangunan di depan Kodim bisa menjadi kantor LVRI Batam. Tapi sampai sekarang belum terealisasi, karena setelah direnovasi bangunan itu langsung digunakan pihak Kodim 0316.
Alasan lain, tingginya biaya pemeliharaan kantor juga membuat LVRI memilih berkantor di rumah. Dana untuk kantor kan tinggi, trus siapa yang danain, sementara APBD yang diposkan untuk LVRI sangat minim. Inilah alasan LVRI meminta pemerintah perhatikan kesejahteraan juga kantor tempat mereka berkumpul.
”Mestinya pemerintah bisa memahami, meski (kantor) kecil, kami akan senang menerimanya, karena bisa untuk menyimpan dokumen,” ujar Karim dalam kegiatan Batam Forum yang digelar Batam Pos Rabu (14/8) lalu.
Bagi veteran perjuangan yang telah dilakukan masa itu murni untuk membela negara, tanpa mengharapkan imbalan jasa atau sekadar penghargaan. Mereka tidak berharap harus mengemis untuk mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari negara sebagai pahlawan yang telah berjuang. Meski demikian sangat diharapkan veteran diberi tunjangan kehormatan berbentuk rupiah.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga setuju usulan legiun veteran agar veteran diberikan dana kesejahteraan. “Saya setuju, itu sebagai apresiasi bangsa pada pejuangnya, tepat itu disebut dana kesejahteraan,” kata Susilo Bambang Yudhoyono, dalam pidato sambutannya membuka Kongres IX LVRI di Istana Bogor kala itu.
Yudhoyono mengatakan negara wajib memikirkan kesejahteraan veteran. Dana kesejahteraan itu bukan imbalan bagi pejuang akan tetapi sebagai apresiasi atas perjuangannya. “Pejuang tidak pernah meminta imbalan,” ujarnya. Akan tetapi, pemberian dana itu akan disesuaikan kemampuan negara.
Presiden mengatakan, saat ini Menteri Pertahanan dan Menteri Sosial sedang menyusun revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1967 tentang Legiun Veteran Republik Indonesia. Dana kesejahteraan dan perluasan keanggotaan veteran itu akan dimasukkan dalam revisi undang-undang itu. *** Read More.. Read more!

Operasi Pasien dengan Peralatan Seadanya

Kisah Srikandi di Medan Perang

Pahitnya perjuangan melawan penjajah ini juga dirasakan oleh Maisaroh (80). Ibu dari 13 anak ini pada perjuangannya memiliki tugas berat sebagai petugas medis. Perjuangan istri dari (alm) RA. Manaf (pangkat terakhir Komandan Korem Bengkulu tahun 1973) tersebut lebih banyak bertugas di Palembang. Sebelumnya Maisaroh memang tinggal di Jambi, karena ikut orang tuanya yang saat itu bertugas sebagai Kepala Kantor Pos. Namun tak lama dari itu, orang tuanya dipindah tugaskan ke Palembang. Dan Maisaroh pun ikut pindah ke Palembang dan langsung masuk akademi keperawatan di Rumah Sakit Benteng Palembang.
Setelah lulus dari sekolahnya, Maisaroh bertugas sebagai mantri mewakili dokter dan langsung membantu mengobati para pejuang yang terluka. Pengalaman pahit mulai dirasakan Maisaroh ketika Jepang masuk Palembang tahun 1942-1944. ”Kami diusir dan harus keluar dari Kota Palembang,” katanya.
Ia mengatakan jumlah mereka yang harus mengungsi mencapai ratusan orang. Saat itu mereka bingung mencari perlindungan. Tujuan satu-satunya adalah hutan. Untuk sampai di hutan, kata Maisaroh mereka harus menempuh perjalanan tujuh hari tujuh malam.
Seingat Misaroh dari ratusan pasien yang mengungsi, hanya sedikit yang selamat. Sebab ditengah jalan, peluru meriam dari kapal-kapal tentara penjajah di sungai Musi terus menghantam. Mayat pun bergelimpangan dan banyak korban yang kehilangan anggota tubuhnya. ”Korban ada yang tangan atau kakinya putus dan lainnya. Saya tidak bisa membayangkan kengerian waktu itu mengoperasi tangan seorang pasien dengan peralatan seadanya,” ujar ibunda dari Danlanal Batam, Letkol Laut Muhammad Faisal ini.
Perjuangan Maisaroh saat itu sangat berat, apalagi hanya dia satu-satunya wanita yang bisa membawa mobil. Sehingga untuk membawa para pasien yang terluka dari lokasi peperangan hingga ke rumah sakit kadang harus dilakukan sendiri. ”Waktu itu hanya saya yang bisa membawa mobil. Maklum waktu itu kami sudah punya mobil,” katanya.
Pengalaman menarik juga yang tak pernah dilupakannya. Yakni pernikahannya dengan almarhum suaminya, RA. Manaf. Menurut Maisaroh, pernikahan mereka tanpa perkenalan dan pacaran. ”Begitu dikenalin bapak hari itu langsung dinikahkan,” katanya. Sedihnya, setelah menikah, Maisaroh harus ditinggalkan oleh suaminya karena harus pergi bertempur. Maisaroh baru bisa ketemu suaminya setelah tiga bulan. ”Itu pun dapat kabarnya sedang sakit, tapi alhamdulillah kami masih sempat menjalani hidup bahagia,” katanya.*** Read More.. Read more!

Anak Muda Teruskan Perjuangan Kami

...Veteran sebagaimana berulang-ulang kami nyatakan,
bukanlah bekas pejuang, bukan pula jago kapuk.
Kamu adalah tetap pejuang dan tetap prajurit revolusi.
Bahkan kamu harus tetap menjadi pelopor perjuangan rakyat
sepanjang masa..

INILAH amanat tertulis yang dibuat Ir Soekarno dalam peringatan Hari Veteran 10 Agustus 1965. Pesan ini dibuat dalam ejaan bahasa Indonesia lama yang huruf-hurufnya sudah memudar karena dimakan usia. Catatan selembar kertas ini dibingkai dan digantung di dinding Kantor Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), lantai 11 Plaza Semanggi Jakarta.
Tapi bagi Karim Adhi Sasmita, Edi Rustaman, Lakaenda, Haris Hariyanto, Hj Maisaroh, Gani, dan Hammado ini, veteran adalah mereka yang paling tahu kepahitan sebuah perang. Tidak pernah membayangkan mereka yang kini menetap di Batam ikut bersama prajurit-prajurit lain memperebutkan Irian Barat dan mempertahankan daerah-daerah lain menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dari penguasaan penjajah Belanda maupun Jepang.
Meskipun hanya sebagai prajurit Marinir (dulu KKO), petugas Palang Merah Indonesia, anggota kesatuan lainnya, perjuangannya yang kala itu bersama rekan-rekan seperjuangan, murni untuk negara. Sama seperti prajurit lain, yang bahkan kehilangan anggota tubuh mereka adalah untuk mempertahankan negara.
Karim Adhi Sasmita, Ketua Markas Cabang (Macab) Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), Batam berharap perjuangan mereka mempertahankan NKRI janganlah sia-sia. Jangan seperti Timor Timur yang lepas dari NKRI tanggal 20 Mei 2002, setelah memperoleh kedaulatan dari PBB dan resmi lepas dari Indonesia.
Menerima kenyataan ini, pejuang-pejuang yang pernah berjuang hingga rela kehilangan tangannya atau bagian tubuh yang lain sangat sedih. Besar jasa-jasa veteran bukan hanya dalam memperebutkan kemerdekaan, tetapi juga mempertahankan kemerdekaan itu. Generasi muda harus meneruskan perjuangan pejuang. Perjuangan memang tidak harus dengan senjata.
”Itu dulu, the man behind the gun, sekarang sudah the man behind the brain. Anak muda harus memaksimalkan pemikiran untuk meneruskan perjuangan bangsa,” ujar Karim dalam kegiatan Batam Forum yang digelar Batam Pos Rabu (14/8) lalu.
Pada kesempatan itu, Karim menuturkan keberhasilan KKO yang didirikan oleh Bung Karno saat mengusir penjajah. Panji KKO ”Jalesu Bumi Yamko Jaya Mae” (justru di laut dan di darat kita berjaya) yang terpatri dalam jiwa terus membakar semangat para pejuang hingga titik darah penghabisan. Bahkan, semangat itu tak luntur sampai sekarang dari jiwa mereka.
Edi Rustaman misalnya, pejuang Dwikora dan Trikora ini ditunjuk Soekarno menjadi Komandan Ganyang Malaysia (Kogam) pada konfrontasi Indonesia-Malaysia 3 Mei tahun 1964 - 11 Agustus 1966 dan menjadi pelatih pasukan lokal. ”Bangga rasanya menerima kepercayaan itu dari Bung Karno,” ungkap Edi berapi-api.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia atau yang lebih dikenal sebagai Konfrontasi saja adalah sebuah perang mengenai masa depan pulau Kalimantan, antara Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962-1966.
Perang ini berawal dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961. Keinginan itu ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap Malaysia sebagai ”boneka” Britania.
Soekarno juga mencetuskan Dwikora dan Trikora untuk mengambil hak Indonesia yang saat itu masih dijajah Belanda. Alhasil Trikora, pada tahun 1961 berhasil mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI. ”Kami yang ditugaskan penyerangan ke Irian Barat,” ujar Edi Rustaman.
Selain ke Irian Barat, Edi yang juga pasukan pendarat ini ditugaskan lagi ke Sulawesi Utara Manembo-nembo, Pelabuhan Bitung. Saat itu pasukan yang ditugaskan kesana satu batalyon lengkap dengan panser ampibi dengan menggunakan kapal KRI Teluk Wojo dan dikomando Let KKO Suparyono (Alm). Selain kapal KRI Teluk Wojo, ada juga pasukan kapal KRI Macan Tutul.
Kapal mereka terus digempur meriam belanda, hingga KRI Macan Tutul hancur dan tenggelam di laut Arafuru. Rekan-rekan banyak yang tenggelam, hanya sedikit yang selamat. Satu prajurit yang selamat dari kapal KRI Macan Tutul sampai sekarang adalah Jamani, yang kini jadi Komandan Satpam di PT Bintang Jaya Sentosa. ”Nih merinding saya ingat kejadian itu,” ujar Edi dengan mata berkaca-kaca sambil menunjukkan bulu halus ditangannya.
Lakaenda (79) veteran Dwikora memiliki tugas penting pada tahun 1964. Tugasnya rahasia. Lakaenda bersama rekannya bertugas mengirimkan bom waktu, granat dan informasi ke Singapura, yang saat itu dijajah Inggris. Bagi Indonesia Singapura adalah saudara, untuk itulah pejuang dari Indonesia ditugaskan membantu 12.000 tentara Singapura mengusir Inggris. Untuk itulah Presiden Soekarno menginginkan Singapura masuk ke Indonesia melalui jalan politik, bukan dengan cara perang.
Menurut Lakaenda pengiriman setiap barang ke Singapura selalu disembunyikan dalam karet getah. Mereka pakai kode untuk masing-masing pengiriman. Untuk bom waktu dengan kode kelapa muda, granat dengan kode nenas, informasi penting kepada teman di Singapura dengan sapu tangan dan angkat celana sebelah kanan selutut turun ke darat.***
Dalam tugas itu kata Lakaenda banyak rekan-rekannya yang tewas di tengah laut karena ditembak mati oleh tentara Inggris. Tapi mereka sangat senang, karena bom waktu yang dibawa mereka berhasil menghambat Inggris masuk ke Singapura. ”Karena jembatan Merdeka Singapura yang menjadi penghubung ke Singapura berhasil kita hancurkan dengan bom waktu,” kenangnya.
Pahitnya pengalaman ini juga dirasakan oleh Maisaroh (80) memiliki tugas sebagai petugas medis. Perjuangan istri dari (alm) RA. Manaf (Komandan Korem Bengkulu tahun 1973) ini lebih banyak bertugas di Palembang saat Jepang memasuki wilayah itu tahun 1942-1944. Pengalaman pahit dirasakan lulusan akper dari RS Benteng Palembang ketika Jepang mengusir ratusan pasien mereka dari RS Benteng keluar dari Kota Palembang. Mereka pun mencari perlindungan ke hutan dan menempuh perjalanan tujuh hari tujuh malam.
Dari ratusan pasien, hanya sedikit yang selamat. Sebab ditengah jalan, peluru meriam dari kapal-kapal tentara penjajah dari sungai Musi terus menghantam. Mayat pun bergelimpangan. ”Korban ada yang tangan atau kakinya putus dan lainnya. Saya tidak bisa membayangkan kengerian waktu itu,” ujar ibunda dari Danlanal Batam, Letkol Faisal ini.
Sementara anggota Tentara Rakyat Indonesia Angkatan Muda Rakyat Indonesia (TRI Amris) tahun 1942, Hammado mengatakan bertugas mencari tempat istirahat dan mengirimkan logistik makanan kepada para pejuang yang sedang beristirahat. ”Itulah perjuangan saya,” ujar Hammado yang kini sehari-hari berkebun ini.
Namun pada dasarnya, para veteran mengaku perjuangan mereka perlu mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat. ”Kita tidak mengharap lebih, tapi bentuk iklasnya seperti apa terserah. Selama ini perhatian pemerintah masih kurang?” aku mereka. Sebelumnya, pihaknya masih pernah mendapat bingkisan bila perayaan 17 Agustus. “Itu kita terima sebagai ungkapan penghargaan. Tapi sekarang ungkapan terima kasih kepada pejuang itu tidak lagi ada sekarang,” katanya. *** Read More.. Read more!

Merah Putih Berkibar Capek Terasa Hilang

DERU suara bising kendaraan bermotor ditambah panas terik matahari, membikin siapapun tidak betah dan nyaman. Apalagi kalau hal itu dirasakan saat menunggu seseorang di perempatan jalan lampu merah. Tapi inilah yang dilakukan oleh Asikin dalam beberapa hari ini di perempatan jalan Simpang Kara, Batam Centre. Pria kelahiran 53 tahun silam ini, bahkan sembilan hari sudah menjajakan dagangannya di sana.
Asikin adalah seorang pedagang musiman. Dan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia setiap 17 Agustus, salah satu momentum yang dimanfaatkannya, untuk berjualan tiang dan bendera merah putih. Bahkan jauh-jauh sebelum hari H, Asikin sudah mempersiapkannya. Mulai tiang, bendera, cat serta lainnya.
Kamis (14/8) siang, cuaca begitu panas saat Batam Pos menemui Asikin di lapaknya. Asikin terlihat sedang sibuk mengecat beberapa kayu yang dijadikan tiang bendera. Ia mengecatnya dengan warga kebanggaan Bangsa Indonesia, Merah Putih. Di atas merah di bawa putih. Ia terlihat enjoy, tanpa memedulikan terik matahari yang membuat kulitnya yang hitam bertambah hitam.
’’Mau beli apa, mas,” ujarnya kepada Batam Pos dengan senyuman lalu menghentikan aktivitasnya. Setelah Batam Pos mengenalkan diri, Asikin pun mengerti. Dan ia pun kembali melanjutkan aktivitasnya. Sambil memoles kayu-kayu dengan kuasnya, Asikin pun mulai bercerita.
Asikin mengaku sudah mengecat tiang bendera yang terbuat dari kayu itu sejak pukul 06.00 WIB pagi. Tapi, puluhan tiang masih terlihat belum selesai diwarnai. Selama dua jam pertama Batam Pos bersamanya, tak seorang pun pembeli yang datang. Sungguh berat, di tengah panas terik matahari seperti itu, belum ada pembeli setidaknya penambah semangat.
Menurut Asikin, para penjual bendera ini umumnya dipekerjakan dengan sistem upahan. Asikin mengaku ada empat tempat dan satu di antaranya dijaga oleh anaknya. Selain berjualan bendera, Asikin juga berjualan tiang bendera yang terbuat dari kayu dan bambu. Agustusan kali ini adalah yang ke dua kalinya Asikin berjualan bendera di Simpang Kara, Batam Centre.
Tahun ini dia menjual tiang bendera sebanyak 150 buah dan bendera sekitar 500 buah dengan berbagai jenis ukuran. Tiang dan bendera-bendera tersebut dijual dengan sistem upah. Artinya, Asikin diberi kerja menjaga dagangan, dengan sistem upah Rp500 ribu selama berjualan 10 hari dengan jam kerja 24 jam dalam sehari.
”Rp500 ribu kita sudah terima bersih. Sementara biaya untuk makan, minum dan rokok kita potong dari hasil penjualan,” katanya.
Untuk satu bendera kecil ukuran 8 X 10 sentimeter dijual Rp3.000. Sementara untuk ukuran sedang, Asikin mengaku menjual Rp15.000 dan untuk ukuran yang lebih besar dijual seharga Rp 20.000 per buah. ”Harga sudah ditentukan pemilik barang, jadi saya bagaimana caranya biar cepat laku saja,” ujarnya.
Asikin mengaku sudah tujuh hari jualan serta menginap di tempat itu. Ia juga jarang pulang ke rumah, kecuali untuk salin pakaian. Artinya, tiga kali itu pula ayah empat anak ini mandi. “Kalau sudah terasa gatal baru diganti, ya...tiga hari sekali lah salin,” ujar warga Tembesi Pos ini.
Dalam 10 hari jualan, Asikin mengaku tidurnya tidak teratur. Maklum saat sedang terlelap tidur pun, ada saja pembeli yang datang membangunkannya. Tidak hanya itu, satu peristiwa yang tak pernah dilupakannya. Saat dia sedang tertidur, hujan turun deras. Dia pun buru-buru memindahkan tempat tidurnya ke halte dekat ia berjualan. Tapi karena beratapkan langit, Asikin sempat basah.
”Mengingat kejadian itu memang menyedihkan. Sebab punya rumah kontrakan, tapi harus tidur di emperan,” kenang Asikin yang tidak lulus sekolah dasar.
Ia mengaku mau menjalani profesi itu, karena butuh uang sebagai tanggung jawab pada keluarga. Anak Asikin yang paling kecil duduk di bangku sekolah dasar masih butuh biaya. Ia tidak ingin anak-anaknya bernasib sama seperti dirinya; buta huruf sampai sekarang. “Saya hanya bisa tulis nama saja,” ujar pria kelahiran Dusun Puhun, Cibingbin, Kuningan, Jawa Barat ini.
Menurutnya, penjualan tiang dan bendera tahun ini jauh menurun drastis dibanding tahun 2007. Sebab tiga hari sebelum hari H, bendera sudah banyak yang beli. Bahkan kala itu, ia menambah pesanan bendera sampai tiga kali. ’’Tahun lalu, jam 12 siang kita sudah dapat Rp500 ribu. Sekarang, bapak lihat sendiri, dua jam duduk, hanya satu pembeli,” akunya.
Tahun ini penjualan bendera jauh menurun. Katanya, penurunan itu disebabkan banyak saingan. Ada yang menjual bendera dengan berkeliling menggunakan gerobak dan sepeda motor, ada yang mangkal di pinggir jalan bahkan hingga dijual seperti model asongan di perempatan lampu merah. ”Pedagang yang sama banyak mas, apalagi yang keliling,” kata Asikin dengan dialek Sunda yang kental.
Penurunan omzet penjualan juga terjadi pada tiang bendera. Tahun lalu, pada periode yang sama yakni dua hari sebelum hari H, Asikin bisa menjual tiang bendera sampai 150 buah. Tapi tahun ini menurun, sampai periode yang sama, tiang bendera yang terjual belum ada mencapai 100 batang. ”Mungkin mereka masih simpan yang tahun lalu,” katanya.
Umumnya, pelanggan Asikin adalah warga perumahan, perkantoran, dan perusahaan di sekitar Batam Centre, serta pengendara sepeda motor dan mobil. Meski kurang tidur dan terjadi penurunan penjualan, Asikin tetap terlihat bahagia. ”Prinsipnya saya bekerja itu ikhlas. Selain itu, melihat banyak bendera berkibar seperti ini, rasanya gimana gitu, capeknya terasa hilang dan semangat lagi,” ucap Asikin sambil menunjuk puluhan tiang dan bendera yang disusun rapi di pinggir jalan.
Hasil penjualan perhari setelah dikurangi biaya operasional, kata Asikin langsung dijemput pemilik barang setiap pukul 24.00 WIB. Hasil penjualan tahun 2007 lalu jauh lebih besar. Dan setoran selama 10 hari berjualan kepada pemilik barang mencapai Rp 5 juta. Lantas bagimana dengan tahun ini? suami dari Tarki, 48, ini mengaku pesimis.
”Wah tahun ini barangkali belum tentu dapat segitu, abis tujuh hari kerja ini yang saya setor itu baru sekitar Rp1,6 juta saja,” katanya sehari-hari berprofesi sebagai penjual ice cream keliling ini.*** Read More.. Read more!

Batam Calon Pusat Bridge Nasional

Thursday, August 14, 2008

SETELAH mengunjungi warga di perumahan dan yayasan DSNI di Batam beberapa waktu lalu, kali ini awak Batam Forum Batam Pos beralih ke bidang olahraga. Dari sekian banyak jenis olahraga, olahraga bridge rasanya yang paling menarik dibahas kali ini. Mengapa? Karena olahraga ini disebut olahraga paling unik.
Maka itu, Batam Forum langsung terjun ke markas Pengurus Cabang Olahraga Bridge Batam di Gedung M3G Baloi, Rabu (6/8) malam. Di lantai dasar gedung itu beberapa orang dewasa sedang duduk berlatih. Mereka adalah pahlawan bridge Batam di tingkat nasional.
Sebagian dari mereka menerima Batam Pos. Malam itu memang pertemuan rutin mereka. Tidak sekadar berlatih, mereka juga menyusun strategi dan program massalisasi bridge di Batam. Unik memang, sebab banyak dari mereka sudah kakek-kakek, dan bahkan ada yang seluruh rambutnya sudah memutih. Profesi mereka cukup beragam, mulai dari karyawan perusahaan, pegawai hingga dokter.
Menurut Ketua Pengda Gabungan Bridge Seluruh Indonesia (Gabsi) Kepri, Rusliden Hutagaol, cabang olahraga ini memang masih kurang populer. Tapi perlu diketahui olahraga ini berbeda dengan cabang olahraga lain. Sebab di sini usia emas seorang atlet tidak dibatasi seperti di cabang olahraga lain.
Katakanlah atletik, sepakbola yang hanya sampai maksimum 30 tahun dengan pengecualian pada beberapa atlet tertentu. Bridge hampir tidak mengenal batas usia. Para pebridge masih bisa berprestasi ditingkat dunia pada usia 70 an, contohnya antara lain Bob Hamman, Bobby Wolff dan Paul Soloway.
Di meja bridge seorang atlet pemula bisa saja mengalahkan pemain sekaliber Henky/Eddy dalam suatu turnamen yang memainkan jumlah papan sedikit. Oleh karena bridge bisa dimainkan semua umur, maka sangat mungkin olahraga bridge dipimpin oleh seorang atlet top. ”Sebab itulah bridge dikatakan olahraga paling unik,” tutur Rusliden.
Pertemuan malam itu, Rudsliden didampingi Sekretaris Pengda Bridge Kepri Elfi Amir atau akrab disapa Tevi, Wakil Ketua Pengcab Bridge Batam Miftahudin, Sekretaris Pengcab Bridge Batam M Agus, dan Prijanto (pelatih) serta atlet bridge lainnya. Kebanyakan orang menilai bridge identik dengan judi, karena olahraga ini menggunakan kartu. Inilah yang menyebabkan cabang olahraga bridge di Batam atau Kepri sulit berkembang. Padahal permainan olahraga lain seperti sepakbola, yang tidak bersentuhan dengan kartu, justru lebih mudah dijudikan dibanding bridge.
Dari beberapa cabang olahraga yang ada, hanya bridge yang paling sulit dijudikan. Sebab bridge dimainkan empat orang dalam satu meja secara berkelompok dan minimal dua meja. Posisi kartu bagus juga bukan jaminan tampil jadi pemenang. ”Makanya menjudikan bridge sangat sulit,” kata Rusliden.
Bagi orang awam bridge memang sulit dimengerti. Menonton ratusan kali pun kalau tidak dipelajari, tetap akan sulit dimengerti. Tapi kalau sudah mengerti pasti menyenangkan. Bridge adalah cabang olahraga kedua yang membawa nama Indonesia ketingkat dunia, setelah bulutangkis. Namun karena kurang peminat, olahraga ini jadi tenggelam. Untuk itulah, melalui program PB GABSI Indonesia membuat program baru; yakni bridge masuk sekolah.
Di Kepri sudah mulai dijalankan, hanya belum maksimal. Iven-iven kejuaraan juga sering digelar. Bahkan kejuaraan bridge tingkat nasional, kejuaraan antarperguruan tinggi dan antarpelajar akan digelar di Batam.
Batam juga pernah menorehkan sejarah menjadi tonggak pertama dalam pemberian hadiah terbesar sepanjang penyelenggaran kejurnas bridge. Gubernur Kepri Ismeth Abdullah, kata Rusliden sangat konsen mendukung iven bridge di Kepri. Buktinya, Kejuaraan Bridge Terbuka Internasional Gubernur Kepri Cup V akan dibuka 22-24 Agustus. Total hadiahnya cukup besar Rp75 juta.
Tidak hanya pemerintah daerah yang memberikan kiprahnya. PLN Batam juga mengadakan Turnamen Mini Bridge dan Bridge Pelajar tahun ini dengan total hadiah sekitar Rp25 juta. "Ini even bergengsi, karena peserta dari Singapura, Thailand, Malaysia, Hongkong, Inggris, Bulgaria, China, Taipe, Filipina dan USA,” paparnya.
Seiring prestasi itu, Batam kini masuk kelas A, kelompok paling bergengsi di arena bridge nasional. Melihat kesuksesan turnamen ini PB GABSI telah memasukkan Turnamen Internasional Terbuka Kepri Cup ke dalam Sirkuit Bridge Asia Pasifik. Letak geografis Batam yang strategis sangat berpotensi membuat Batam menjadi calon pusat bridge nasional, bahkan ASEAN.*** Read More.. Read more!

Masuk Ekstrakurikuler Sekolah

Pengda Bridge Kepri juga mulai memasukkan bridge menjadi kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah untuk regenerasi pemain dari Batam. SD Negeri 01 Batam Kota salah satunya yang menerapkan bridge sebagai ekstrakurikuler. Sampai sekarang sudah ada 12 sekolah di Batam dan satu Universitas. ”Minat paling tinggi adalah dari SD,” ujar Sekretaris Pengcab Bridge Batam M Agus.
Program Bridge Masuk Sekolah (BMS) awalnya diluncurkan PB Gabsi September 2003. Namun program ini belum berjalan mulus. Sebab ada beberapa hal yang perlu diluruskan tentang bridge di mata guru, orangtua murid dan siswanya sendiri.
Artinya, bridge itu masih dianggap tabu. ”Beberapa murid masih ada dimarah orangtuanya, karena anaknya dikirain main judi saat pulang (latihan) bawa kartu remi,” ujar Agus.
Orangtua murid memang belum semua mengerti apa itu bridge. Ini menjadi tugas Pengcab Bridge Batam. ”Kita akan terus mensosialisasikan program ini ke sekolah-sekolah, guru serta orang tua murid," ujarnya. Bidikan pertama kata Agus, memassalkan bridge di sekolah-sekolah, termasuk ke perguruan tinggi (PT).
”Kita inginnya guru olahraga yang belajar duluan. Pelatihan sudah berjalan dua tahun lalu, tapi tak jalan, masih tergantung terus ke kita, di samping itu ada distorsi pemahaman terhadap cara bermain bridge,” katanya.
Perlahan tapi pasti sampai saat ini kata Tevi, Sekretaris Pengda Bridge Kepri, sudah ada 60 pengajar bridge di Kepri. Jika 1 guru menularkan ilmunya ke 100 murid, berarti muncul 6.000 bibit baru pecinta Bridge. ”Kedepan, Kepri bisa menjadi lumbung pemain bridge terbesar,” tuturnya.
Meski pemain handal belum banyak, namun pada Olimpiade Nasional beberapa waktu lalu, tim putri Fortina-Rozalia dari Karimun (Kepri) berhasil masuk 6 besar se-Indonesia . Sedang ditingkat umum Kepri berhasil meraih juara II di Kejuaraan Bridge Gabrial-UI.
Wakil Ketua Pengcab Bridge Batam Miftahudin menambahkan bridge sangat bermanfaat dalam pola pembentukan berpikir. Dan bagi siswa diharapkan bridge dapat meningkatkan kecerdasan, dan lebih mudah memahami pelajaran di sekolah dan sistematik.
Sama halnya bridge (jembatan) dalam konstruksi, yang berfungsi sebagai penghubung dua tempat, bridge sebagai olahraga juga memiliki fungsi sebagai ”jembatan” yang mengantar 2 kepribadian yang berbeda menuju sebuah pemahaman yang sama (sistemik). Hal tersebut sesungguhnya akan tercapai bila ada kelapangan jiwa (EQ) dibarengi dengan pengetahuan IQ yang memadai.
Sehingga diketahui manfaat bermain bridge, diantaranya melatih kecerdasan emosional (EQ), melatih ketrampilan berpikir, dan mengambil keputusan dengan tepat dan cepat (IQ). Juga mengembangkan kepekaan sosial dan menumbuhkan motivasi untuk berprestasi berdasarkan nilai kejujuran dan sportivitas serta mencegah kepikunan.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam Muslim Bidin sangat mendukung Pengcab Bridge Batam memasukkan program Bridge Masuk Sekolah (BMS). Namun kendalanya, olahraga ini belum dianggap awam dan siswa belum semua punya kemampuan di bidang ini. Untuk itu, Pengcab Batam perlu mensosialisasikan ini lebih maksimal.
Meski dikatakan bisa meningkatkan daya pikir dan kepintaran seorang anak, namun Muslim Bidin mengaku belum mengetahui secara pasti, kalau bridge bisa memberikan keuntungan tersebut. ”Kita belum melakukan riset sampai ke sana,” ujarnya. Tapi jika itu memang bisa membuahkan hasil, Dinas Pendidikan tetap akan mendukung, sepanjang program yang dilakukan positif.
Sejauh ini, program bridge ke sekolah memang masih kurang, dan masih didominasi dengan cabang olahraga lain. Di sini Pengcab Batam perlu sosialisasi ke seluruh sekolah, orangtua murid agar tidak salah mengerti. Maklum, masih ada anggapan orangtua murid, bahwa bridge bertetangga dengan judi.
Untuk itu, Dinas pendidikan sampai saat ini tetap mendukung meski masih dalam bentuk moral. ”Kalau Pengcab Bridge Batam butuh rekomendasi memudahkan masuk ke sekolah akan kita berikan, sepanjang hal itu positif,” ujarnya.*** Read More.. Read more!

Tok... Tok... Tok...BAKSO, BANG!

PEKAN lalu cuaca di Batam cukup panas. Suhunya sampai bikin gerah plus keringatan. Di ruang tamu yang nyempil di rumah kontrakan tipe 21 di perumahan RKT Batuaji tak berplester, Saiman sedang duduk santai. Kepulan asap rokok kretek dari mulutnya dihembuskan sepuasnya. Bapak empat anak ini, baru menyelesaikan sebagian pekerjaannya ketika Batam Pos bertamu ke rumahnya.
”Baru selesai bikin bakso,” ujarnya ramah, sembari mempersilakan Batam Pos masuk ke rumahnya. Beberapa pria lajang yang sebelumnya duduk bersamanya langsung pindah ke ruang sebelah, yang tidak lain kamar tidur utama rumah itu. Di kamar itulah para pria tersebut memilih kesibukan masing-masing. Mereka adalah para pedagang bakso keliling yang sudah lama ikut dengan Saiman.
Setelah berbincang beberapa saat, Saiman mematikan rokoknya, dan kembali bekerja, menggiling cabai. "Sekarang tinggal selesaikan bumbu," ujarnya. Perlahan tapi pasti, pria kelahiran Sumberdem, Jawa Timur bertutur tentang profesinya. Tiga tahun (1997-2000) ia sudah jadi pedagang bakso keliling.
Pengalaman itu hampir sama dengan pedagang bakso keliling yang ikut dengannya sekarang. Awalnya, setibanya di Batam Saiman juga ikut orang di ruli Sukajadi, berdagang bakso keliling. Di situlah Saiman mulai menemukan jalan hidupnya. Membantu menjual bakso menjadi pengalamannya yang tak ternilai.
Tahun 2000, ruli Sukajadi digusur, Saiman pun berjualan sendiri. Ia memberanikan diri meminjam uang Rp1 juta dari rentenir membuat gerobak bakso. Sisanya membeli keperluan dagangan. ”Dua tahun lamanya saya pinjam seperti itu,” ujarnya. Lima tahun kenyang menjajakan bakso keliling, perlahan ia menambahi gerobak. Setiap tiga bulan sekali, Saiman berhasil menyisihkan penghasilan membuat gerobak baru, hingga sekarang sudah ada 10 gerobak.
Untuk menjalankan semua gerobak itu ia minta anak, menantu dan saudara di kampung. Satu peristiwa yang tak pernah dilupakannya. Karena jalanan bergelombang, api kompor bergoyang-goyang menyambar gerobak. Tak pelak, gerobak dorongnya sempat terbakar, kuah bakso pun dimanfaatkan untuk menyiram api. ”Kalau ingat itu saya selalu tertawa,” akunya seraya tertawa teringat masa perjuangan silam.
Penghasilan kata dia tidak bisa diprediksi. Cuaca adalah penentu. ”Seenak apapun bakso buatan kita kalau sudah panas, selera orang makan bakso pasti berkurang,” tutur Saiman.
Gurat ketuaan jelas terlihat di wajahnya, namun Saiman masih gigih dan cekatan. Setiap pukul 05.00 WIB, Saiman harus bangun untuk belanja daging dan lainnya ke pasar. Saat ia berbelanja, istrinya Kasminah (53) sudah menyiapkan yang lain seperti memasak air. Setibanya dirumah daging langsung digiling lalu membuat bakso. ”Begitulah setiap hari,” katanya.
Sekitar pukul 12.00 WIB semua sudah harus beres, dan pukul 15.00 WIB sudah harus mendorong gerobak masing-masing. ”Minimal, kita dua jam harus istirahat siang, agar kuat sampai malam,” ujar Saiman. Menurutnya, mengelola usaha makan tidak mudah. Harus tahan banting dan pintar mengelola pemasukan maupun pengeluaran. Apalagi ketika harga-harga naik akibat kenaikan BBM, ia pun harus pintar mereka-reka agar tetap untung tanpa mempengaruhi kualitas masakan.
Ia menegaskan sampai saat ini tidak mengurangi daging atau menambah tepung pada baksonya. Diusahakan kualitas tetap terjaga, daging dipilih yang terbaik. ”Harganya juga tetap Rp5 ribu, kalau ikut naik malah bisa tidak laku,” paparnya diamini sang istri. Saiman memang tidak lagi jadi pedagang bakso keliling. Ia tidak kuat lagi, sudah tua. Kini ia tinggal mensuplai keperluan untuk lima dagangan bakso keliling tersebut. Posisi itu sudah digantikan para pemuda yang tidak lain adalah anak, menantu dan saudaranya dari kampung.
Sebagai pedagang bakso keliling, aktivitas kerja yang dilakukan Saiman adalah mencari konsumen bakso yang dijual, lalu melayani dan membersihkan mangkuk kotornya.

Bagi Hasil
Bagi hasil. Sistem inilah yang digunakan Saiman, agar yang ikut dengannya semangat mencari konsumen dan bisa bertahan hidup di Batam. Dari total penjualan, masing-masing menerima nersih 25 persen. Sedang uang makan, tempat tinggal, biaya air dan listrik sudah ditanggung. ”Uang transportasi memang tidak ada, karena kemana-mana pakai jalan kaki,” ujarnya tersenyum.
Agar hasil dagangannya terjual banyak. Setiap pedagang harus bisa menempuh wilayah yang cukup luas, meski harus menguras tenaga. Itulah kini yang dilakoni Pendi, Memen, Wito, dan Sugiarto termasuk Mardi anak Saiman yang kini menggantikannya sebagai pedagang bakso keliling. Saiman menyebut mereka kader.
Soal penghasilan, lanjut Saiman, para pedagang bakso keliling tergantung pada cuaca. Biasanya keinginan mereka selalu berseberangan dengan pedagang es krim keliling. Jika cuaca mendung, penghasilan akan lumayan, tapi kalau panas pembeli sedikit. Pedagang yang sama bertaburan dimana-mana juga menyebabkan penjualan menurun.
Tak jarang kekecewaan juga menghampiri para pedagang bakso keliling. Seperti Sugiarto yang sudah ikut Saiman hampir empat tahun ini pernah tak membawa hasil. Gerobaknya terjungkal disenggol taksi di Paradise Mukakuning. ”Sedih rasanya waktu itu, tak bawa hasil apa-apa karena baru keluar,” kenangnya.
Dipalakin orang mabuk juga sudah menjadi langganan. Minimal dalam sebulan itu ada sampai empat sampai lima kali. ”Kalau gak sampai dua mangkuk tak masalah, kadang ada yang minta sampai lebih. Tapi bagaimana lagi itu sudah resiko jualan,” ujar Sugiarto mantan buruh bangunan ini.
Masih menurut Sugiarto, akhir bulan atau bulan tua ditambahi dengan cuaca panas, juga ikut mempengaruhi penjualannya mereka. Tapi berkat keuletan sabar dan tekun menjadi kuncinya dalam menjalankan usaha sehingga berbuah manis. Suka duka dijalani dengan sabar tanpa mengeluh.
Alhasil, Sugiarto kini bisa mengirim dari uang yang dikumpulkan Rp20 ribu per hari membantu adiknya sekolah dan orangtua di kampung.
Pendi yang sudah ikut Saiman delapan tahunan juga mengaku masih bertahan dengan profesi itu. Maklum pekerjaan ini sudah jadi pilihan terakhir di usianya menginjak 33 tahun. Tiga anaknya membutuhkan biaya hidup dan sekolah, memaksanya sulit bergerak mencari pekerjaan baru. Setiap saat kata Pendi mereka butuh uang, makanya ia selalu hati-hati menggunakan uang.
Agar bisa memenuhi kebutuhan keluarganya di Jawa, Pendi tak memedulikan jauhnya dia harus mendorong gerobaknya.
Pendi mengaku wilayahnya paling luas. Mulai Tembesi, Perumahan Cipta Asri, Villa Mukakuning, Genta III, Merapi Subur hingga SP Plaza. ”Anak saya paling besar sudah kelas 2 SMEA. Dia butuh biaya banyak. Kalau dia lulus baru bisa lega karena sudah bisa bantu saya,” ujarnya.
Kehidupan Saiman memang masih pas-pasan. Rumah kontrakan terlihat kurang tertata.
Dinding batako berlubang di seluruh bangunan terlihat jelas karena tak berplester. Lubang-lubang itu ditutupi semen dan plastik seadanya. Lantai dari semen yang ditutupi karpet plastik juga sudah kusam. Meski terlihat seadanya, namun baik Sugi, Pendi, Wito, dan Sugiarto termasuk Mardi berharap di hari esok, ingin menjadi tauke bakso.
”Minimal bisa jadi bos bakso, dan punya semangat seperti Pak Saiman,” kata mereka tersenyum. *** Read More.. Read more!

HUMOR TerFavorit wanita

90 % Wanita Suka menggunakan Celana Dalam warna Hitam?

Sebuah perusahaan Underwear asal US mengadakan survei terhadap masing2
100 responden wanita disetiap negara didunia mengenai warna “CD”
terfavorit mereka, selain jenis bahan dan model.

Ternyata hasilnya sedikit mengejutkan. 90 % responden menjawab bahwa
mereka menyukai “CD” warna hitam tanpa memikirkan bahan dan modelnya.

Alasan mereka memilih “CD” warna hitam ternyata selain meningkatkan rasa
percaya diri mereka yang mana membuat setiap responden pemilih merasa
lebih sexy dan “menggairahkan” , juga ternyata merupakan suatu tanda
berkabung internasional.

Tanda berkabung karena setiap “burung” yang masuk selalu keluar mati
layu!

wahahahahahahahhaa, .. serius amat bacanya! wakakakakakakakakaa ka… Read More.. Read more!

HUMOR ” BALADA SI BUTET “

” BALADA SI BUTET ”
Alkisah, Butet si Gadis Cantik dari Batak akan menghadapi ujian semester.
Agar bisa konsentrasi, dia memutuskan menyepi ke villanya di Puncak.
Setelah keluar dari jalan tol Jagorawi, Butet merasa lapar sehingga
memutuskan untuk mampir di Pasaribu Cipanas.
Beberapa pemuda tanggung langsung hutasoit-soit melihat butet yang seksi itu.
Tapi butet tidak peduli, dia jala sitorus memasuki rumah tanpa menanggapi.
Sepiring Naibaho yang hangat dengan ikan gurame yang dibakar dengan batubara
membuatnya semakin berselera. Apalagi diberi sambal terasi dan semangkok
nababan yang hijau segar.
Setelah mengisi perut , Butet melanjutkan perjalanan. Ternyata jalan kesana
ber-bukit-bukit. Kadang nainggolan, kadang manurung. Di tepi jalan dilihatnya
banyak pohan. Kebanyakan pohan ” tanjung “.
Beberapa diantaranya ada yang simatupang diterjang badai semalam.
Begitu sampai di villa , butet membuka pintu mobil , wow … siregar sekali
hawanya, berbeda dengan jakarta yang panggabean penuh asap. Hembusan
perangin-angin pun sepoi-sepoi menyejukkan. Sejauh simarmata memandang
warna hijau semuanya. Tidak ada tanah yang girsang.
Mulanya butet ingin berenang. Tetapi yang ditemukan hanyalah bekas kolam
renang yang akan di -hutahuruk dengan tambunan tanah.
Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan-jalan di kebun teh saja. Sedang asik-
asiknya menikmati keindahan alam, tiba-tiba dia dikejutkan oleh seekor ular
yang sangat besar ” Sinaga ….. ! ” teriaknya sambil lari sitanggang langgang.
Celakanya dia malah terpeleset dari tobing yg tinggi sehingga bibirnya sihombing.
Kasihan sekali ….., butet menangis marpaung-paung lantaran kesakitan.
Tetapi ….., dia lantas ingat…..
bahwa sebagai orang batak pantang untuk menangis. Dia harus togar …..! Maka,
dengan menguatkan, dia pergi ke puskesmas setempat untuk melakukan panjaitan
terhadap bibirnya yang sihombing itu. Mantri puskesmas tergopoh-gopoh
simangunsong di pintu untuk menolongnya.
” Hem …. ongkosnya pangaribuan … ” kata mantri setelah memeriksa sejenak.
” Itu terlalu mahal …. bagaimana kalau napitupulu saja … ” tawar si butet
” Napitupulu terlalu murah, mengertilah saya sebagai PNS pandapotan saya khan
kecil sekali , ekonomi keluarga saya sudah sangat ginting sekali ” kata mantri memelas
” Jangan begitulah, masa tidak siahaan melihat bibir saya begini ? “.
” Baiklah , tapi panjaitan nya pakai jarum sitompul saja ” sahut mantri mulai agak kesal
” cepatlah …. ! aku sudah hampir munthe, yach ….. saragih sedikit tidak apa-apalah ,
dari pada bibirku sihombing terus ”
Malamnya ………… …,
Ketika sedang asik belajar sambil makan kue lubis kegemarannya, sayup-sayup
dia mendengar lolongan rajagukguk. Wah…. butet bonar-bonar ketakutan.
Apalagi ketika mendengar suara di pintunya berbunyi ” Poltak….! ” keras sekali.
” ada situmorang ……! “, ” sialan, cuma kucing …. ” desahnya lega. Dia sudah
sempat berpikir yang silaen-laen.
Selesai belajar …..,
Butet menyalakan televisi. Ternyata ada siaran Discovery chanel yang menampilkan
hutabarat Amazon di Kanada yg terkenal itu serta simamora gajah purba yang
berbulu lebat. Saat commercial break, muncul lagu nasional RI yang terkenal
dengan seruannya ” Simanjuntak gentar, sinambela yang benar …… ! ” .
Keesokan harinya ……,
Butet kembali ke jakarta dan langsung pergi ke kampus.
Di depan ruang ujian dia membaca tulisan ” harahap tenang , ada ujian “.
butet bergumanm ” ah ….. aku kan marpaung, boleh ribut dong …. ! “.

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”

sumber : milis gobatak.com Read More.. Read more!