Potret Tenaga Kerja Kota Batam

Friday, November 14, 2008

Minim Skill, Outsourcing Merajalela

SEBUAH usul yang mengejutkan terlontar dari bibir Wali Kota Batam Ahmad Dahlan pekan lalu. Yakni meminta opersional Pelabuhan Kapal Pelni di Sekupang ke daerah lain. Alasan itu kata Ahmad Dahlan selain mengembalikan fungsinya ke semula menjadi pelabuhan barang, juga sekaligus meminimalisir pendatang masuk ke Batam, yang notabene dituding penambah jumlah pengangguran di kota industri ini.
Bila dilihat dari sisi tenaga kerja yang belum mendapatkan pekerjaan mungkin usulan itu beralasan. Sebab, sampai saat jumlah pengangguran mencapai tujuh ribu orang. Parahnya, sebagian besar pelamar tersebut tidak memiliki skill sesuai kriteria yang dibutuhkan perusahaan. Beberapa pencari kerja yang ditemui di kawasan Batamindo dalam sepekan ini juga mengakuinya.
Mereka tidak memiliki keahlian seperti komputer, bahasa Inggris yang memang paling dasar sebagai syarat bekerja di perusahaan asing. Selain terbatas kriteria tersebut, pencari kerja juga terkendala pada postur tubuh, usia dan dokumen lainnya seperti SIM, KTP Batam dan lain sebagainya. Misalkan beberapa lowongan kerja dari beberapa perusahaan di kawasan Community Centre (CC) Batamindo, Rabu (5/11) lalu.
Dari pukul 08.00 WIB para pencari kerja sudah mulai berdatangan, namun beberapa diantaranya langsung lemas begitu melihat lowongan yang tersedia masih seperti yang mereka lihat sebelumnya. ”Yaah... masih lowongan yang kemarin,” keluh Shanti menambahkan ia enggan melamar karena tinggi badannya gak memenuhi kriteria.
Gadis asal Sumut ini mengaku sudah tiga minggu tinggal dan menganggur di Batam. ”Ternyata susah juga nyari kerja di Batam, tidak seperti yang saya dengar,” kata warga Batuaji ini.
Sulitnya Shanti masuk kelingkungan kerja karena kemampuan terbatas. Dia hanya miliki skill komputer, itupun sedikit-sedikit. ”Saya tahu komputer sedikit, tapi bahasa Inggris tak bisa, bagaimana ini?” katanya yang datang melamar bersama tiga orang temannya.
Tiga orang temannya juga memiliki kekurangan yang tidak jauh berbeda dengan Shanti. Setelah melihat lowongan kerja di CC dan di Tunas Karya, mereka pun memilih pulang. ”Besok saja kita datang lagi, siapa tahu ada lowongan yang lain,” ujar Shanti sembari mengajak temannya pulang.
Hal senada diungkapkan Wiwit (19), pelamar lain yang sedang duduk di areal CC menunggu dan berharap ada lowongan kerja yang baru ini. Ia mengaku tidak ada keahlian di bidang komputer. ”Saya ada masalah dengan pengetahuan komputer, sementara lowongan seminggu ini minta yang tahu komputer,” akunya.
Untuk dokumen ia tidak ada masalah, karena semua sudah beres diurus di Disnaker. Selama dua minggu di Batam, Wiwit sudah tiga hari berturut-turut ke CC.
”Saya merasa sia-sia saja kalau masukin lamaran, karena tak tahu komputer tadi,” akunya.
Dia juga heran melihat banyaknya pelamar di Batam. ”Ternyata Batam banyak penganggur ya?” ujarnya bertanya. Meski demikian, Wiwit masih menaruh harapan dan mau bertahan mencari pekerjaan, karena sebelumnya dia belum pernah bekerja. Dia ingin mencari pengalaman.
”Ada sih yang tawarin kerja dari penyalur (outsourcing), tapi ijazah minta ditahan. Saya tidak mau, takut gak enak kerjanya susah keluarnya,” tuturnya.
Radi (19) juga menambahkan sudah tiga minggu menganggur di Batam. Dari tiga minggu tersebut baru satu lamaran saja yang dilayangkannya yaitu ke PT Shimano. Tapi sampai sekarang belum ada panggilan.
Dalam tiga minggu itu, beberapa kawasan juga sudah dijalaninya, dan lowongan yang pas buat dia juga belum ada. Menurutnya lowongan yang ada seperti di kawasan industri Batam Centre juga kebanyakan untuk cewek.
”Tak nyangka susah ya cari kerja di Batam. Apalagi kebanyakan yang diterima dari STM,” kata pria lulusan SMA Selatpanjang ini. Tapi ia mengaku tidak akan putus asa, dan akan terus berusaha hingga enam bulan ke depan. ”Harus tabah, pantang menyerah, besok harus datang lagi,” ujarnya semangat.
Iwil (23) pelamar lainnya, yang juga sepupu Radi mengaku baru saja habis kontrak dari satu perusahaan di kawasan industri Batamindo. Warga Genta ini mengaku hanya di kontrak enam bulan saja di perusahaan itu. Kontrak kerja yang singkat menurut Iwil sangat membuat pekerja resah. Ditambah pekerja sekarang kebanyakan melalui penyalur. ”Selain kontrak tak menentu penyalur juga memotong gaji,” kesalnya.
Maraknya jasa penyalur juga yang menyebabkan pelamar tidak lagi nongkrong di depan gerbang perusahaan menunggu lowongan kerja. ”Pelamar sekarang tidak ada lagi menunggu di depan perusahaan, karena penyalur sudah sangat banyak,” tutur Roganda pengojek di kawasan itu.
Akibat hal itu, pria yang sudah empat tahun mengojek di kawasan industri Batamindo ini juga mengaku pendapatannya menurun. Empat tahun lalu, ia masih bisa memperoleh pendapatan Rp50 ribu bersih perhari. Tapi sekarang hanya Rp20 ribu bersih saja perharinya. ”Pelamar sudah sedikit sekarang, tidak seperti dulu lagi,” katanya. *** Read More.. Read more!

Merugikan, Pekerja Tolak Outsourcing

PADA bulan Agustus lalu, Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) melakukan aksi serentak se-Indonesia untuk menolak keberadaan perusahaan jasa tenaga kerja (outsourcing) karena merugikan pekerja. Sekitar 2.000 pekerja menolak keberadaan penyalur tenaga kerja itu dengan demo di Kantor Wali Kota Batam dan DPRD Batam.
Ketua Konsulat Cabang Federasi SPMI Batam Nurhamli mengatakan, aksi tersebut upaya mendorong pemerintah menindak outsourcing yang melanggar aturan. Jumlah outsourcing di Batam semakin lama semakin banyak dan saat ini yang resmi lebih dari 100 perusahaan.”Di kawasan Mukakuning saja sudah mendominasi sekitar 60 persen. Paling parah di Tanjunguncang, sekitar 99 persen perusahaan di sana merekrut pekerja dari outsourcing,” kata Nurhamli.
Juru runding UMK, sekaligus pengurus SPMI Batam dan Kepri Anto Sujanto menambahkan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan outsourcing memang dibenarkan undang-undang ketenagakerjaan. Seperti untuk jasa cleaning service dan kantin. Tapi kenyataannya mereka sudah menembus bisnis utama. Sebagian besar perusahaan di Batam sudah menggunakan tenaga kerja outsourcing untuk pekerjaan pokoknya.
"Padahal dalam UU outsourcing bukan untuk pekerjaan pokok. Ini malapraktek outsourcing,” ungkapnya.
Dampak dari keberadaan outsourcing ini upah pekerjanya lebih rendah dibandingkan pekerja perusahaan pemberi kerja. Meskipun mengerjakan pekerjaan sama. Dampak negatif lain adalah rendahnya jaminan kesehatan, tak memiliki kepastian masa depan pekerjaan, rendahnya perlindungan hukum dan hak-hak lain yang diabaikan.
”Fakta riil fasilitas kesehatan tidak sama dengan yang lain. Hasil survei kita membuktikan karena potongan pekerja outsourcing hanya menerima gaji sekitar 80 persen,” katanya.
Masalah pengawasan dari pemerintah juga kurang. Sehingga akibatnya Batam tidak lagi menjanjikan bagi pekerja. Pekerja lebih makmur di Jakarta karena daya beli upah mereka lebih tinggi dibanding upah pekerja di Batam meskipun nilai nominalnya jauh lebih besar. ”Pengawasan harus bergerak kelapangan. Bukannya hanya menunggu laporan," katanya.
Terkait outsoucing, Federasi SPMI Batam telah meminta Pemko Batam mencabut izin perusahaan outsourcing yang melanggar aturan. Mereka juga meminta DPRD Batam menyediakan alokasi anggaran untuk Dinas Tenaga Kerja Batam untuk mengawasi permasalahan ketenagakerjaan. DPRD juga diminta mengevaluasi kinerja Pemko Batam dalam pengawasan perusahaan outsourcing. ”Kita sedang menunggu aksi mereka,” katanya.
Potret tenaga kerja di Batam memang kompleks. Selain persoalan diatas, pencari kerja sekarang sangat minim skiil sesuai dengan lowongan yang tersedia. ”Lowongan kerja sangat banyak, parahnya lowongan tidak dapat menyerapnya karena minim skill," kata menambahkan bahwa jumlah pengangguran memang turun dari 11 ribu tahun 2007 menjadi hanya 7 ribu di tahun 2008.
Mengenai pengupahan, serikat pekerja tetap berpatokan pada angka kebutuhan hidup layak (KHL) Batam untuk UMK Batam 2009 yakni sebesar Rp1.550.000. Dalam pertemuan ke empat, pekerja menurunkan tawaran usulannya menjadi Rp1,35 juta dengan harapan UMK tak akan jauh-jauh dari KHL.
Di sinilah masalahnya. Juru bicara Apindo Rafki Rasyid menyebut, KHL bukan satu-satunya faktor penentu UMK. Menurut dia, selain KHL ada faktor kondisi ekonomi, inflasi, kemampuan dunia usaha dan upah regional (daerah sekitar).
Perbedaan pendapat ini pun menyebabkan pembahasan itu bakal deadlock. ”Kita sudah menyebut angka dan sudah menurunkannya, namun perwakilan pengusaha belum. Mereka bersembunyi di balik SKB empat menteri,'' kata Agus Sriyono, Ketua PC SPEE F-SPMI Batam di Batam Centre, Rabu (5/11) kemarin.
Jika UMK tidak sesuai KHL bisa menimbulkan masalah yang baru karena tidak berkontribusi maksimal kepada investasi . Kalau KHL bagus, daya beli dari pekerja meningkat serta sektor ekonomi lain akan meningkat. *** Read More.. Read more!

Apa yang Harus Dilakukan?

SELAIN membuka bursa kerja di Batam, pemerintah juga harus melakukan pemberdayaan tenaga kerja yang melibatkan beberapa perusahaan. Sebagian besar perusahaan juga yang memberikan peningkatan kualitas tenaga kerja lokal. Baik melalui pelatihan di perusahaan itu sendiri maupun dikirimkan ke luar negeri asal investor.
Namun pendidikan untuk tenaga kerja lokal itu hanya segelintir. Untuk itu kepedulian pemerintah sangat diperlukan dalam hal ini. Demikian diungkapkan Drs Sudarsono MT, dari Vocational Education Development Center (VEDC) Malang, Rabu lalu di Panbil.
Menurut Sudarsono, sampai saat ini perbedaan tenaga kerja lokal Batam dengan pendatang belum ada perbedaan yang signifikan. Sebab, pada umumnya masih banyak lulusan sekolah di Batam yang belum bisa memenuhi kriteria yang dibutuhkan perusahaan di Batam.
Buktinya masih banyak yang belum dapat kerja. Seharusnya tenaga kerja lokal Batam bisa diserap oleh lowongan kerja yang tersedia. ”Lihat saja tamatan SMK di Batam masih banyak yang tidak diterima di perusahaan kalau melamar pekerjaan, apalagi yang lulusan SMA,” katanya.
Padahal kalau lulusan SMK atau SMA Batam bisa memenuhi kriteria tersebut, perusahaan tidak akan mengambil tenaga kerja dari luar Batam. Sebetulnya yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kualitas tenaga kerja lokal atau saat masih SMA atau SMK mendapat pelatihan yang disediakan oleh pemerintah.
Harusnya selain pemerintah, semua industri di Batam juga harus care (peduli) terhadap pendidikan. Mestinya pemerintah bisa mengkomunikasikan kriteria seperti apa yang dibutuhkan perusahaan sebagai pekerja mereka.
Setelah mengetahuinya, pihak sekolah bekerjasama dengan perusahaan dan pemerintah memberikan pendidikan dan pelatihan untuk membentuk kriteria yang dibutuhkan perusahaan. Sehingga setelah lulus bisa langsung diterima di perusahaan. ”Kita pikirkan yang lokal dulu. Yang lokal saja belum beres apalagi dari luar,” katanya.
Di Batam tidak mungkin tidak ada lowongan pekerjaan. ”Bertabur pekerjaan di sini,” katanya. Padahal di Jakarta sumber daya manusianya banyak yang bagus, tapi lowongan minim. ”Kan sayang kalau perusahaan merekrut dari luar Batam,” katanya.
Melihat persoalan ini, yang perlu dilakukan pemerintah menurut Anto Sujanto pengurus SPMI Batam dan Kepri adalah dengan memberi pelatihan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Pemerintah juga harus memperbesar anggaran pelatihan ini di Disnaker. ”Anggaran untuk pelatihan tenaga kerja harus diutamakan agar pencaker bisa diterima industri di Batam," katanya.
Keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK) di Batuaji harusnya bisa jadi pemberi solusi bagi tenaga kerja lokal. Posisi BLK menjadi begitu sentral karena stake holdernya adalah Pemko Batam, Otorita Batam dan Departemen Tenaga Kerja. Hal ini merupakan kekuatan tersendiri untuk dapat membuat regulasi masalah ketenagakerjaan terhadap para investor asing yang menanamkan modalnya di Kota Batam.
”Implementasi penggunaan anggaran pelatihan juga harus tepat sasaran. Pelatihan menjahit jelas tidak mengena sasaran dengan perusahan industri di Batam. ”Faktanya yang dibutuhkan itu harus disediakan dengan pelatihan di BLK," katanya. *** Read More.. Read more!

Lebih Baik Pulang Kampung

SELAIN membicarakan konteks Free Trade Zone kota Batam, yang kebanyakan berkisar masalah pertumbuhan ekonomi, tingkat investasi, penyerapan tenaga kerja, dan indikator-indikator statistik lainnya, belakangan ini Wali Kota Batam Ahmad Dahlan sedang gencar membicarakan permasalahan tenaga kerja di Kota Batam.
Ia menegaskan pendatang yang mencari pekerjaan ke Batam harus memiliki skill. ”Kalau tidak lebih baik kembali saja ke kampung,” tegas Wako Ahmad Dahlan belum lama ini.
Wako menilai Kota Batam yang diposisikan sebagai kawasan Industri dan Investasi dengan keunggulan bersaing dalam hal letak strategis dan tenaga kerja murah, membutuhkan kualitas tenaga kerja yang layak jual. Jika ini dibiarkan, ini akan menjadi suatu paradoks dalam era Free Trade Zone.
Disatu sisi tingkat pertumbuhan ekonomi, industri dan investasi meningkat pesat namun disisi lain tenaga kerja lokal terpuruk dan tidak mampu bersaing secara kualitas dengan pekerja asing. Kondisi aktual yang terjadi di Batam saat ini adalah, tenaga kerja lokal yang ada dirasakan belum mampu mendukung pengembangan kota Batam sebagai daerah industri.
Ini diindikasikan dari masih begitu banyaknya permasalahan-permasalahan yang menyangkut SDM atau masalah ketenagakerjaan. ”Perhatikan saja lowongan kerja cukup banyak di Batam. Tapi angka pengangguran tetap saja tinggi. Ini berarti yang datang ke Batam tidak punya skill dan tidak bisa menyerap lowongan kerja yang tersedia,” tuturnya.
Selain itu bursa kerja yang dilakukan oleh Pemko Batam beberapa waktu lalu juga serapannya kecil. Soal kecilnya angka serapannya, menurut Dahlan karena memang keahlian pelamar saja yang kurang. ”Perusahaan juga harus utamakan pencari kerja di Batam dan tetap perhatikan skillnya,” tegasnya. *** Read More.. Read more!

Batasi atau Buka Jalur Baru

Saturday, November 8, 2008

- Membedah Transportasi Kota Batam
KEMACETAN lalu lintas di Kota Batam lambat laun semakin terasa. Rasanya tidak ada hari yang berlalu tanpa harus terjebak di kemacetan lalu lintas. Kemacetan sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Alur lalu lintas yang mengular jika menjelang karyawan masuk dan pulang kerja. Tanpa suatu rencana matang, sistem angkutan umum di Kota Batam ke depan pasti menimbulkan masalah besar seperti di Jakarta.
Baik bagi operator angkutan umum sendiri maupun pada pelayanan umum (pengguna). Juga akan memberikan dampak yang buruk buat lingkungan atau yang non pengguna. Dalam situasi yang sekarang, kondisi faktual di lapangan sudah menunjukkan terjadi kemacetan lalu lintas di jalan utama. Melalui Batam Pos para sopir angkutan umum, Kamis (23/10) lalu di pangkalan angkat bicara.
Mereka menilai biang kemacetan lalu lintas yang terjadi di Tanjunguncang, Batuaji, Bengkong, Mukakuning dan wilayah lainnya adalah jumlah angkutan yang sudah menemui kejenuhan. Kondisi ini menunjukkan gejala-gejala adanya permasalahan yang terjadi pada sistem sediaan angkutan umum di Kota Batam. Dinas perhubungan (Dishub) harus bijak mengatasi kemacetan ini dengan cara apapun. Supaya sistem transportasi kota Batam ke depan tidak amburadul lagi.
”Mungkin solusinya yang bagus membatasi (bertambah) jumlah angkutan umum. Kami melihat angkutan umum terus bertambah bahkan jumlahnya lebih banyak dibanding penumpang,” kata Sukri dan Robby, sopir angkutan transkip di kawasan industri Batamindo. Berjubelnya armada ini yang memaksa sopir berebutan penumpang di jalan raya. Hingga mereka mengabaikan tata tertib berlalu-lintas. Pastinya hal itu menimbulkan beban bagi kinerja pelayanan beberapa jaringan jalan yang dilalui selama beroperasi.
Faktor lain, pembangunan terminal yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah perencanaan lokasi juga, berkontribusi menyebabkan kemacetan itu. Diperburuk lagi dengan sikap pengemudi yang tidak disiplin dengan mengetem, mengubah jalur pelayanan dan berhenti di sembarang tempat. ”Kalau terminal Mukakuning berfungsi dengan baik, pergerakan arus lalu lintas pada jaringan jaringan di sekitarnya akan berjalan bagus (tidak macet),” tutur warga perumahan Sakinah Batuaji ini.
Memang angkutan umum jenis transkip sampai saat ini masih berjalan sangat tertib. Hampir bisa dikatakan tidak ada penyebab kemacetan. Karena memang setiap angkutan umum sudah diatur secara per trip. Jumlah armadanya juga dibatasi, hanya 100 unit. Sopir pun tidak ada yang berebutan penumpang. Jika sistem ini berjalan di semua wilayah Batam pergerakan arus lalu lintas di Batam akan terlihat tertib dan bagus.
Namun pria berdarah Padang ini pesimis itu bisa tercapai. Sebab, tidak semua koperasi punya pemikiran yang sama. Sekarang saja lanjut Sukri, sopir berasal dari satu koperasi masih saling berebut penumpang di jalan raya. Mengapa? Karena jalur angkutan yang dilalui sampai saat ini tidak pernah bertambah. Sementara dari koperasi angkutan terus bertambah dan jumlah angkutannya juga terus ditambah. ”Akibatnya, ya macet. Apalagi beberapa koperasi tersebut belum pakai sistem trip, sehingga sopir orientasinya bagaimana cara cepat dapat setoran, kedisplinan pun terabaikan,” ujarnya.
Selain transkip, angkutan umum lain juga sudah ada yang menggunakan sistem trip ini. Yakni bus pilot project (BPP) alias busway. Busway merupakan jenis angkutan yang terjadwal, aman dan displin. Sopir busway, Muhidin berpendapat bahwa yang ingin diatasi adalah kemacetan lalu lintas, bukan pembatasan jumlah kepemilikan kendaraannya. Oleh karena itu, semua pemikiran dan upaya hendaknya dipusatkan kepada mencari cara untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, bukan kepada upaya membatasi jumlah kepemilikan kendaraan angkutan umum.
Karena dengan membatasi jelas berpengaruh ke bisnis industri otomotif dan penunjang lainnya, seperti pembiayaan dan asuransi. Mata rantai industri otomotif juga menciptakan lapangan kerja yang sangat besar bagi masyarakat. Kemacetan lalu lintas, antara lain, diakibatkan oleh laju pertumbuhan ruas jalan raya tidak berlangsung seimbang dengan laju pertumbuhan kendaraan bermotor.
Pertambahan ruas jalan raya berlangsung berdasarkan deret hitung, sedangkan laju pertambahan kendaraan bermotor berlangsung berdasarkan deret ukur. Kemacetan lalu lintas juga terkait dengan perencanaan kota, manajemen lalu lintas, serta perilaku dan disiplin manusianya sebagai pengguna jalan. Jalan keluarnya adalah dengan membatasi jumlah kendaraan bermotor yang berada di jalan pada saat yang bersamaan.
Caranya diantaranya dengan membatasi jumlah kendaraan bermotor yang melintas di ruas jalan protokol pada jam-jam sibuk. Tapi persoalannya di Batam, ruas jalan yang dilalui angkutan umum tidak sebanyak seperti di Jawa. Contoh, angkutan umum jenis Carry trayek Batuaji - Mukakuning hanya bisa dilalui satu jalur saja. ”Jadi sulit menerapkannya di Batam,” katanya. Paling berpotensi bisa diterapkan di Batam adalah menyediakan transportasi umum massal yang nyaman dan aman seperti busway.
Meski jumlah angkutannya masih terbilang sedikit yakni 22 unit terdiri dari 9 untuk trayek Batuaji Batam - Centre, 12 unit untuk Sekupang - Batam Centre dan 1 unit cadangan itu sudah menuai keberhasilan. Sekarang masyarakat sudah banyak yang menggunakan busway dan terbiasa dengan jadwalnya. Pada jam sibuk, (jam masuk kerja) interval keberangkatan setiap 15 menit. Penumpang sudah mengetahui dan sopir pun tidak bisa main-main. ”Tertib busway yang buat banyak penumpang/karyawan di pagi hari suka naik busway,” katanya.
Selain itu menurut Muhidin, penumpang juga bisa menikmati kenyamanan mulai fasiltias AC, tidak kebut-kebutan serta tidak berdesakan. Bahkan sepadat-padatnya penumpang, kondisi di dalam mobil tetap terasa nyaman. Nyaman karena jumlah penumpang yang naik juga dibatasi. Setelah 21 tempat duduk terisi hanya sekitar 9 hingga 10 orang yang diijinkan berdiri. ”Bahkan dalam kondisi seperti itu kita harus bisa membuat mereka tertidur,” ujar pria asal Banten ini.
Penumpang juga sudah tahu perubahan interval keberangkatan dari bus yang satu ke yang lain mulai sekitar pukul 10.00 WIB hingga 15.00 WIB. Lamanya sekitar 30 menit Interval ini memang disengaja. Karena pada jam tersebut penumpang sudah sepi. Jika mempertahankan interval tetap 15 menit pada siang hari akan tidak efisien. Penumpang paling ada dua atau tiga orang dari Fanindo Tanjunguncang sampai Batam Centre maupun sebaliknya. ”Bahkan lebih sering kosong. Jadi tidak efisien untuk BBM,” katanya.
Disamping itu angkutan umum sejenis Bimbar (Bintang Kembar) trayek Dapur 12-Jodoh via Batam Centre jumlahnya berjubel. Saking banyaknya armada Bimbar, interval satu kendaraan ke yang lain sekitar 5-10 menit saja. Baik siang maupun malam. Dalam interval tersebut tentu sopir berebut untuk mendapatkan penumpang demi setoran. Jadi bila busway tetap memaksakan mengikuti interval Bimbar tentu tidak efektif. Lagian penumpang busway juga sudah memiliki segmen sendiri.
”Jadi tidak ngoyo gitulah, karyawan yang yang kita angkut pekerja di Batam Centre dan Mukakuning. Pagi dan sore sebagian besar mereka juga yang kita angkut,” ucap Warga Kavling Lama Batuaji ini. Dari pengamatan Batam Pos beberapa hari ini, penumpang angkutan busway di siang hari sangat sedikit. Bahkan bisa dikatakan dari sembilan unit busway yang beroperasi pada trayek Batuaji - Batam Centre penumpangnya tidak ada yang lebih dari lima orang.
Sementara penumpang Bimbar jauh lebih banyak. Armada yang lintas pun jauh ketinggalan, 1 berbanding 4. ”Trayek Bimbar juga sampai Jodoh. Makanya angkutan mereka terlihat penuh terus,” ujarnya.
Arnold, supir carry trayek Batuaji - Mukakuning menambahkan sekarang ini ia lebih orientasi mencari pelanggan dibanding mencari penumpang di tengah jalan. Ia melakukan itu karena jumlah angkutan di Batam jauh lebih banyak dibanding penumpang. Apalagi untuk trayek yang dilaluinya. ”Pelat kuning saja sudah banyak, ditambah lagi pelat hitam. Wah bikin kami kelimpungan. Untuk jaga tetap ada penghasilan satu-satunya cara punya langganan,” aku warga Sagulung ini.
Ayah tiga anak ini juga berharap pemerintah secepatnya bisa perbaiki sistem sarana dan prasarana angkutan kota Batam. “Menghapus angkutan pelat hitam lebih utama,” geramnya. Terkait sikap sopir di Batam? Arnold, Muhidin, Sukri, dan Robby bernada sama. kalau sopir di Batam masih tidak displin. Umumnya sikap sopir di jalan raya masih ugal-ugalan dan memiliki tradisi menurunkan penumpang sesukanya saja.
”Ini yang buat macet, ngetem sesukanya tanpa kenal tempat, disamping angkutan umum yang jumlahnya banyak,” tukasnya. Angkutan umum di kota Batam kata mantan sopir Damri ini juga banyak tidak layak jalan. Diperburuk dengan banyak mobil pelat hitam yang berubah fungsi jadi angkutan umum. Permasalahan ini pun seperti luput dari pengawasan petugas. ”Angkutan pelat hitam itu harus dihapuskan, mereka juga berkontribusi menambah kemacetan di kota Batam selain mengurangi penghasilan sopir resmi,” pinta Robby. *** Read More.. Read more!

Pilihan pada ”Busway”

BERBICARA tentang kemacetan di Batam, memang sudah menjadi makanan sehari-hari orang Batam terutama untuk wilayah atau jalan-jalan tertentu. Misalnya Batuaji, Simpang Dam, Seraya, dan lain-lain. Namun yang menjadi perhatian apa solusi menghapus kemacetan akibat jumlah armada yang menemui kejenuhan, faktor alam, prasarana jalan, dan perilaku pemakai jalan itu?
Ida, seorang ibu rumah tangga yang juga pengguna angkot menyarankan pemerintah menambah jumlah angkutan umum yang sifatnya massal, seperti busway. Karena menurut marketing perumahan ini, penambahan angkutan umum massal lebih efisien mengurangi kemacetan di Batam. Selain lebih lebih aman, nyaman, tertib, dan bersih juga elegan untuk transportasi di kota. ”Juga tarifnya murah Rp3 ribu jauh dekat,” katanya.
Atas alasan inilah Ida selalu menjatuhkan pilihannya pada busway jika bepergian kemana-mana. ”Jenis angkutan seperti ini lebih dibutuhkan di Batam, karena lebih mencitrakan Batam ke depannya,” ujar ibu yang tengah mengandung ini. Ida yang ditemui di shelter busway Batam Centre ini mengaku sudah menjadi pelanggan setia busway sejak setahun yang lalu. Setiap mau pergi ke Batam Centre Ida akan selalu menumpang busway. ”Kerja juga naik busway,” katanya.
Ida hanya menggunakan angkutan umum lain seperti Bimbar ketika terburu-buru dan pulang malam dari tempat kerja. Meski memang setiap menumpang hatinya selalu was-was. Maklum sopirnya kadang masih mau ugal-ugalan, saling kejar-kejaran dengan angkot yang lain.
Angkutan busway yang menjadi idamannya hanya beroperasi sampai pukul 17.00 WIB. “Kita terpaksa karena tak ada pilihan lain. Selain itu juga lebih irit. Tarifnya murah, namanya juga ibu-ibu selalu cari yang lebih murah,” kata Ida tersenyum.
Sebagai penumpang yang mengutamakan kenyamanan, warga Perumnas Baru ini berharap pemerintah menambah armada busway serta lama operasi minimal hingga pukul 21.00 WIB. Ida jarang menumpang angkutan di luar busway karena masih belum tertib.
Apalagi transportasi jenis taksi. Tanpa membedakan Ida mengaku paling takut menumpagn taksi jika bepergian. Bahkan ia mengaku tidak pernah menaikinya kecuali ditemani suaminya. Ia terlalu trauma mendengar banyaknya kejadian di dalam taksi baik resmi maupun pelat hitam.
Ia mengatakan tidak ingin jadi salah satu korban kejahatan hipnotis, pelecehan, perampokan dan pembunuhan. “Seram. Saya selalu minta dijemput suami kalau busway dan Bimbar tidak ada lagi,” katanya.
Raja (27), penumpang lain juga lebih memilih menggunakan transportasi massal. Lebih leluasa apalagi bepergian ramai-ramai dengan keluarga. “Aman, tak menaikkan penumpang di tengah jalan, terjadwal dan keselamatan juga lebih terjamin,” katanya memuji busway yang hendak digunakannya pulang ke Tiban Koperasi.
Dari segi tarif, angkutan massal juga lebih irit dibanding tarif taksi yang terkadang brubah-ubah. Dari Batam Centre ke Tiban tarifnya kadang berbeda. Ada yang Rp6 ribu ada yang Rp7 ribu. ”Jadi rasanya kurang nyaman. Bagusnya pemerintah menambah jenis angkutan ini,” harapnya.
Muhidin sopir busway juga mengharapkan armada busway ditambah. Trayeknya juga melayani seperti trayek Damri dulu. Penambahan halte di beberapa lokasi juga perlu. Kalau halte di sebelah kanan sudah tersedia harusnya di sebelah kiri juga disediakan.
Sehingga bisa menurunkan dan menaikkan penumpang di kedua sisi jalan. “Keluhan masyarakat ini sudah kita usulkan pada pimpinan,” katanya sembari menambahkan bahwa sampai sekarang belum terealisasi. Akibat tidak adanya halte di beberapa tempat, menyebabkan banyak penumpang ragu naik busway.
”Selama ini kalau di sebelah kanan ada halte berarti kita bisa menurunkan penumpang di sebelah kiri. Ini yang masih kita terapkan menunggu adanya halte tadi,” katanya.
Ketua Organda Batam Mulawarman juga menekankan belum lama ini kota Batam membutuhkan jenis angkutan massal. Karena menurutnya setiap orang punya hak yang sama pada jalan. Atas dasar inilah di luar negeri lebih banyak menggunakan angkutan massal dibanding mobil angkutan umum yang kecil dan pribadi.
Kepala Bidang Darat Dinas Perhubungan Kasri mengaku Batam memang membutuhkan angkutan massal. Meski diakuinya butuh, namun pemerintah Batam tidak akan menambah tahun ini. Karena untuk penyediaan jenis angkutan massal ini tergantung dana APBD. Kasri menjelaskan pihaknya juga dari dulu mencari investor yang bersedia beriventasi di bidang transportasi massal ini di Kota Batam. Namun sampai saat ini pihaknya belum menemukan investor itu. ”Dari dulu kita tawarkan sampai ke Jepang tapi, tak ada yang mau,” ucapnya. *** Read More.. Read more!

Pelat Hitam hingga Trayek ke Wilayah Pemukiman

SOPIR taksi dan angkutan kota (angkot) di Batam pada April lalu bergiliran menggelar demonstrasi dan mogok operasi. Mulai taksi, Metro Trans, dan Bintang Kembar (Bimbar). Mereka berdemo karena trayek mereka tumpang tindih. Ruwetnya sistem transportasi Batam saat itu membuat para penumpang menjadi korban. Tapi sekarang trayek tersebut sudah tertata. Setiap sopir sudah lintas di trayeknya masing-masing. Kepala Bidang Darat Dinas Perhubungan Kota Batam Kasri membenarkannya. Katanya persoalan tidak bakal terjadi sekarang ini. ”Kita ini tegas dalam hal itu dan kita juga selalu mengawasi,” ucapnya.
Fenomena persoalan transportasi yang belum kelar adalah taksi dan carry berpelat hitam. Kasri mengaku persoalan itu memang sangat rumit. Razia yang dilakukan pun tidak membuat pemilik kendaraan pelat hitam jera. Justru jumlahnya semakin anyak. ”Sebenarnya itu wewenang kepolisian melakukan razia, bukan kami. Kita hanya bekerjasama jika polisi gelar razia,” katanya.
”Kita tidak mungkin razia 24 jam. Waktu kita terbatas,” kilahnya.
Salah satu solusinya berpulang pada penumpangnya. Kalau penumpang tak naik pelat hitam juga tak akan jalan. Penumpang harus sadar, naik angkutan pelat hitam besar resikonya. Nyawa tidak dijamin asuransi jika terjadi kecelakaan. ”Juga rawan kejahatan,” paparnya. *** Read More.. Read more!

Angkutan Kota Mini di Batam

FITRI, warga Batam Center belum lama ini mengaku cukup prihatin dengan kondisi transportasi di Batam. Padahal menurutnya, Batam merupakan sebuah kota metropolis yang sangat cepat berkembang dalam aspek kehidupan bisnis.
Tapi sayangnya trayek angkutan umum di kota Batam masih sangat sedikit. Pada umumnya hanya melintasi jalan-jalan di tengah kota saja. Padahal Batam masih banyak jalan yang ramai dilintasi warga, tapi disana tidak terdapat angkutan umum. Memang, lanjut Fitri, taksi dan jasa ojek dapat ditemui dimana saja. Namun tarif yang dipatok oleh para tukang ojek rasanya sangatlah mahal. Dan tidak semua orang sanggup membayar ongkos taksi setiap bepergian keluar rumah.
Sedangkan lapisan masyarakat tidak seluruhnya termasuk kalangan ekonomi menengah ke atas. Sebagai warga Batam, Fitri berharap pada pemerintah segera mengadakan trayek angkutan umum di Batam memadai dan mencakup seluruh jalan di Batam. ”Seperti trayek-trayek angkutan kota yang ada di pulau Jawa,” tuturnya.
Pernyataan Fitri memang dibenarkan Kasri. Hanya dia tidak setuju jika sediaan angkutan umum dituding biang kemacetan Batam. Batam beda dengan daerah lain yang aktivitas manusianya 24 jam. Jalan protkol hanya sibuk pada jam karyawan masuk dan pulang kerja saja. ”Jadi wajar kalau siang sepi karena karyawan ada yang kerja dan istirahat. Jadi tidak tepat sediaan angkutan atau jumlah angkutan lebih banyak daripada penumpang dituding penyebab kemacetan itu,” bantahnya.
Kemacetan terjadi karena sopir angkotnya saja yang memang belum tertib dan displin. Kata Kasri pihaknya juga berpikir cara mengatasi kemacetan tertentu itu. Beberapa solusi sudah ada lanjut pria asal Padang yaitu tidak menambah koperasi angkutan di Batam dan jumlah trayek di jalan-jalan protokol yang nota bene jalurnya sibuk. Membuka jalur baru. Seperti yang dilakukan sekarang menata trayek ke wilayah pemukiman. Misalnya seperti ke wilayah Batam Centre. ”Trayek melalui jalan besar tidak akan ada lagi. Tapi kalau ke pemukiman iya,” katanya. *** Read More.. Read more!

Biang Keroknya Truk Tanah

- Jalan Rusak di Kota Batam

MEMASUKI triwulan IV 2008 lalu, pemerintah kembali direpotkan dengan urusan infrastruktur jalan Batam yang dikeluhkan banyak pihak karena selalu rusak. Jalan yang rusak diyakini sementara pihak adalah biang dari ketidaklancaran distribusi barang, komoditas bahkan manusia itu sendiri. Kerugian tidak hanya waktu tempuh, tetapi juga menjalar kepada persoalan perekonomian secara umum. Bisa dibayangkan rusaknya jalan Tanjunguncang, depan kawasan industri Batam Centre (simpang Frengki), Jalan Duyung Batuampar yang selama ini mengemuka.
Ditambah lagi kemacetan akibat banjir dimana-mana, telah menghambat pengiriman barang dari satu perusahaan ke perusahaan lain, dari perusahaan ke pelabuhan untuk selanjutnya dikirimkan ke luar negeri, dan persoalan lainnya. Direktur Pembangunan Otorita Batam Istono tidak menampik hadirnya masalah itu. Ia mengatakan kerusakan jalan di Batam disebabkan berbagai faktor.
Diantaranya kondisi jalan sudah lama belum dilakukan pelapisan permukaan jalan atau overlay. Idelanya jalan itu harus di overlay lima tahun sekali. Kemudian beban kendaraan yang terlalu berat, dan genangan air akibat faktor drainase yang kurang baik dan tidak terawat.
Kerusakan paling parah disebabkan beban kendaraan yang terlalu berat. Jalan di Batam tidak akan pernah bagus jika beban muatan pengangkut barang tak terkendali. Terutama kegiatan truk pengangkut tanah. ”Ini biang keroknya,” tegas Istono yang kini menjabat Kepala Biro Perencanaan Otorita Batam diruang kerjanya, Jumat (31/10). Menurutnya volume muatan truk sering melebihi daripada ketentuan yang diizinkan. Kalau trailer dan angkutan pengangkut kontainer yang melintasi, jalan di Batam tidak akan ada masalah.
”Lihat saja truk sesukanya mengangkut muatan tanah lebih dari ketentuan. Kalau seperti ini, selamanya jalan akan rusak,” kata Istono. Tudingan itu bukan tanpa alasan sebab pihaknya telah melakukan survei tentang penyebab kerusakan jalan-jalan di Batam. Hasilnya, ditemukan bahwa kelebihan muatan truk tanah mengurangi umur ekonomis pemakaian jalan. Apalagi ditambah tanah yang jatuh ke aspal juga mempercepat kerusakan aspal.
”Perhatikan saja tanah yang berjatuhan di jalan bikin aspal rusak,” katanya. Dengan kondisi itu, hampir bisa dipastikan, kondisi kerusakan jalan, terutama di setiap jalan arteri bisa dikatakan ada. Otorita Batam (OB) memperkirakan untuk perbaikan jalan arteri dan kolektor di tahun 2008 menghabiskan dana sedikitnya Rp30 miliar lebih.
”Tahun 2007 mencapai Rp60 miliar, dan Anda sudah merasakan kemulusannya,” terangnya. Tahun 2007, OB melakukan overlay jalan arteri. Mulai Simpang Sei Harapan ke Simpang Jam. Dari Simpang Jam ke Pelabuhan Batuampar, dari Simpang Jam ke Simpang Kabil. Kemudian dari Simpang Kabil pelapisan di arahkan ke kawasan Industri Batamindo. Panjangnya mencapai 63 kilometer dan begitu juga jalan-jalan lainnya.
Contoh jalan rusak yang bisa dikemukakan belakangan, seperti dipublikasikan di media antara lain jalan menuju Tanjungpiayu. Perbaikan jalan tersebut memang masih sampai pintu III Tanjungpiayu. Pengerjaannya terhenti karena kurang anggaran. ”Setelah Desember ini kerusakan jalan di Tanjungpiayu tidak akan ada lagi. Sekarang proyek itu sudah dalam tahap kontrak,” ungkapnya.
Sementara minggu depan jalan di depan sekolah Kallista, kawasan Industri depan PT Panasonic, Batam Centre dipastikannya akan diperbaiki. Jalan menuju Tanjunguncang sendiri kata Istono dipastikan tahun ini.
Tahap pertama adalah perbaikan jalan lama dan jalur ke dua. Sedangkan yang dalam pengerjaan sekarang adalah ruas Jalan Jendral Suprapto, Mukakuning-Tembesi, Jalan Duyung Batuampar, jalan depan Pasar Induk serta memperlebar jalan Seipanas. Paling besar jalan kawasan industri Sekupang.
Kata Istono, jalan yang pemeliharaan menjadi tanggung jawab OB sepanjang 630 Km, terbagi 200 Km jalan arteri dan 430 Km jalan kolektor dan lokal. Sebagian besar jalan-jalan yang rusak telah diperbaiki OB sejak awal tahun. ”Yang jelas jalan rusak tahun ini sudah berkurang,” ujarnya. *** Read More.. Read more!

Jembatan Timbang Perlu Atau Tidak?

KETIKA masalah tonase ditonjolkan oleh Istono, otomatis Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Batam yang bertanggungjawab. Dishub tidak menampik di lapangan banyak kendaraan membawa muatan melebihi tonase. Sayangnya, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab pihak Dishub tidak memiliki jembatan timbang untuk melakukan pengawasan terhadap setiap angkutan barang yang melintas. Karena itu pihaknya tak bisa melakukan penertiban terhadap truk bermuatan overload.
”Kita tidak punya jembatan timbangan, jadi kita tidak bisa melakukan pengawasan serta penertiban,” singkat Mahedi Kepala Bidang Angkutan Barang Dishub Kota Batam, ketika ditanyakan tentang bagaimana pengawasan terhadap angkutan barang yang melebihi tonase, kemarin.
Sementara Istono menegaskan bahwa Batam tidak butuh jembatan timbang. ”Karena memang tidak perlu,” katanya. Pihak Dishub kan melakukan tindakan, tanpa harus adanya jembatan timbang itu. Lagipula kalau jembatan timbang ada, akan jadi lahan pungli yang baru di Batam. ”Jadi jembatan timbang tidak perlu,” katanya.
Kalau dishub serius ingin menindak, mereka pasti bisa bekerjasama dengan petugas kepolisian.
Jika tonase yang dituding menjadi penyebab utama, maka bagaimana peran sektor lain seperti konstruksi jalan itu sendiri? ”Kita bekerja ada standar dan sesuai spesifikasi. Jika menyimpang kontrak diputus dan di blacklist,” paparnya. ***


”Peran kontruksi jalan di Batam sudah bagus dan juga sudah sesuai standar dan spesifikasinya. Pihak OB juga selalu evaluasi dan kroscek para kontraktor yang mengerjakan pekerjaan jalan,” ujarnya.
”Kalau harga terlalu rendah dan tak sesuai investigasi, kita tidak menunjuk kontraktor itu sebagai pemenang, meski penawarannya paling rendah. Prinsip nya kita tidak utamakan kontraktor seperti ini. Kita akan menunjuk pemenang yang untungnya wajar sesuai kaidah Keputusan Presiden yang ada,” ujarnya.
Kepala Bidang Prasana Jalan Jembatan Pemko Batam, Yumasnur sependapat dengan Istono. Ia mengaku kontruksi telah sesuai standar dan spesifikasi.
Menurut Yumasnur kerusakan jalan di Batam bukan karena kontruksi yang jelek. Tapi kepadatan kendaraan yang melintas di satu jalan memiliki pengaruh besar terhadap kerusakan jalan. Menurutnya semakin banyak kendaraan yang melintas akan mempercepat kerusakan.
Namun Istono berkata lain. Menurutnya kepadatan kendaraan tidak begitu pengaruh terhadap kerusakan jalan, karena di Batam kebanyakan kendaraan sekelas sedan yang melintas. ”Sepadat apapun kendaraan yang melintas, tidak ada masalah. Penyebab utamanya adalah angkutan truk pengangkut tanah,” tuturnya. *** Read More.. Read more!

Sekarang Satu Kapal Dua Mesin

VISIT Batam 2010 tinggal dua tahun lagi. Suksesnya program pemerintah Kota Batam ini, tidak terlepas dari infrastruktur. Terutama pada jalan di Batam yang sudah lama dikeluhkan para pelaku wisata.
”Pelancong kurang nyaman karena jalan banyak berlobang,” begitu kata mereka belum lama ini. Keluhan tersebut memang menjadi prioritas pemerintah baik Pemko Batam, Otorita Batam, dan Pemprov Kepri. Tapi karena terbatasnya anggaran, perbaikan jalan rusak di Kota Batam pun belum maksimal. Terutama di jalan yang pemeliharaannya oleh Pemko Batam.
Kepala Bidang Prasana Jalan Jembatan Pemko Batam, Yumasnur mengatakan, setiap tahunnya Pemko Batam hanya mampu memperbaiki jalan sekitar 30 Km pertahun. ”Itu rata-rata keseluruhannya perbaikan yang bisa dikerjakan Pemko pertahunnya,” katanya.
Padahal total panjang jalan yang harus dipelihara Pemko mencapai 800 Km. Itupun kondisi panjang jalan yang rusak sekarang lebih dari 10 persen. Jadi tidak heran jika menemukan jalan-jalan yang berlobang di beberapa ruas jalan kolektor dan lokal. ”Memang kita tak mampu menangani semua, karena kendala pada anggaran yang terbatas tadi,” ungkap Yumasnur.
Sampai saat ini perbaikan sebagian jalan kolektor dan lokal masih dibantu OB. Kalau mengharapkan dari anggaran APBD secara keseluruhan Pemko tidak akan mampu. Di tahun 2008, Pemko Batam lebih banyak melakukan pemerliharaan jalan secara rutin, seperti melakukan tambal sulam jalan berlobang dibanding melakukan overlay. ”Karena pemelirahaan yang seperti ini biayanya lebih murah,” ungkapnya.
Tahun 2008, lanjutnya, alokasi dana dari APBD untuk perbaikan dan perawatan jalan hanya sekitar Rp2 miliar. Dan untuk pemeliharaan Pemko hanya sanggup 5 persen saja dari yang dibutuhkan. Ia mencontohkan kalau kebutuhan Rp100 miliar, Pemko Batam baru mampu 5 persen saja dari kebutuhan tersebut untuk pemeliharaan jalan. Meski untuk pemerliharaanya Pemko Batam tidak mampu menanganinya, tetapi kondisi di lapangan permintaan peningkatan jalan terus bertambah. Setiap tahunnya peningkatan jalan kolektor dan lokal di Kota Batam sekitar 20 Km pertahun.
Sementara dana yang dianggarkan APBD untuk jalan di tahun 2008 hanya Rp40 miliar. ”Pastinya dana tersebut terbatas untuk mendapatkan jalan yang lebih bagus,” katanya. Yumasnur juga membenarkan infrastruktur jalan yang bagus juga tidak terlepas dari drainase. Tapi persoalannya drainase sekarang banyak tidak sesuai standar. Kebanyakan masih menggunakan drainase lama. Jadi tidak seimbang dengan pertumbuhan pembangunan yang ada di sekitarnya.
Drainase yang lama tidak sanggup mengimbangi pertumbuhan bangunan. Sementara untuk memperbesar drainase tersebut, anggaran Pemko tidak memadai. Akibatnya, jalan Batam sering banjir dan akhirnya mempercepat kerusakan jalan.
Bukankah seharusnya jalan dan drainase di Batam lebih bagus dibanding daerah lain, karena yang memelihara OB, Pemko, dan Pemprov. Direktur Pembangunan OB Istono tak menampiknya. ”Seharusnya iya, cuman masalahnya uangnya mepet, terbatas, jadi sama saja,” katanya.
Jangankan wilayah Batam, Ibukota yang anggaran untuk infrastruktur ini sebesar Rp20 triliun lebih pertahun juga masih ditemukan jalan rusak. ”Itupun tak menjangkau,” katanya.
Visit Batam 2010 adalah tanggungjawab bersama. Batam sekarang lanjut Istono ibarat satu kapal dengan dua mesin. Bukan lagi satu kapal dua nakhoda. Agar kapal itu bisa melaju kencang, kedua mesinnya harus hidup dengan bagus. ”Nah, kalau mesinnya yang satu lagi ngadat tentu jalannya pincang, jadi harus sama-sama hidup agar larinya kencang,” kata Istono.
Belakangan ini, pihak Pemko terutama Dinas PU Kota Batam jarang terdengar melakukan tender pengerjaan drainase dan jalan. Banyak pihak menduga pimpinan proyek (pimpro) sedang tiarap. ”Mungkin karena takut seperti kasus drainase yang kini disidangkan di Pengadilan Negeri Batam,” kata seorang kontraktor.
Namun Yumasnur membantah hal itu tidak berkaian karena pada dasarnya kemampuan Pemko Batam terbatas dalam memperbaiki jalan hanya sekitar 30 Km pertahunnya.

Berkeliling Mencari Lubang
Hujan deras dibarengi banjir yang terjadi beberapa waktu, menimbulkan lubang-lubang yang baru di jalan raya. Namun Otorita Batam mengaku selalu menyediakan aspal sebanyak 8 ton perhari.
“Ini upaya siasati keterbatasan anggaran yang kita miliki,” kata Istono. Ia menambahkan, penambalan sifatnya termporary. Tambal sulam jalan selalu dilakukan saat cuaca sedang bagus. “Biasanya kita menghabiskan aspal 8 ton perhari kalau cuaca sedang bagus,” katanya.
Teknis pelaksanaan, OB menggunakan mobil aspal keliling. Begitu melihat ada jalan yang berlubang, pekerja yang ikut diatas mobil ini langsung menambalnya. Biasanya mereka melakukan penambalan perminggu perwilayah dan bergiliran. Contohnya, di satu wilayah mereka akan melakukan penambalan selama satu minggu, selanjutnya di daerah lain. *** Read More.. Read more!

Tekanan Gandar Jalan Batam Ketinggalan

SEKAIN faktor usia jalan, tonase, dan air kerusakan jalan di Batam, juga tidak terlepas dari rendahnya tekanan gandar jalan yang hanya 8 ton. Tekanan gandar ini masih yang lama. Padahal, dengan kondisi kendaraan yang lintas sekarang tekanan gandar ini harusnya ditingkatkan ke level standar yakni 10 sampai 12 ton.
”Desain Bina Marga tekanan gandar standar sekarang sudah 10 - 12 ton. Sedangkan Batam masih masih menggunakan yang lama 8 ton,” kata Direktur Pembangunan Otorita Batam (OB) Istono, Kamis (31/10) lalu.
Jalan di Batam yang sudah memiliki tekanan gandarnya standar Bina Marga yang baru standar baru jalan Maccobar Batuampar, sepanjang 800 meter. Itupun yang 10 ton. OB memang berencana mengikuti desain Bina Marga. Sayangnya, OB tidak mampu sebab biayanya sangat mahal.
Istono menjelaskan biaya pembuatan desain standar Bina Marga untuk 10 ton saja perbedaan biaya sampai tiga kali lipat dibanding desain biasa. Mahal, karena memang bahan desain gandar 10 ton ini meliputi lapisan bauksit 40 Cm, batunya 30 Cm, beton (ready mix) dengan kontruksi kerangka besi kemudian dilapisi aspal 7,5 cm.
Sementara bahan desain biasa jelas Istono meliputi lapisan Sabis. Lapisan ini terdiri dari bauksit, pada lapisan kedua dari batu dengan ketebalan 30-40 Cm. Selanjutnya dilapisi aspal dengan ketebalan 5 - 7,5 Cm. Desain satu inilah disebut gandar 8 ton dan sampai saat ini digunakan di Batam.
”Desain ini memang sudah ketinggalan, tapi kita mepet di dana,” ujarnya.
Istono menjelaskan, berdasarkan ketentuan seharusnya jalan yang ada, harus dilapisi sekali dalam lima tahun. Namun sebagian besar jalan di Batam, jalan-jalan yang dibangun tahun 80-an baru dilapisi tahun 2007 sampai sekarang.
”Kawasan Industri Sekupang setelah 15 tahun dibangun baru akan dilapisi tahun ini, kendalanya adalah dana, sekarang saja kita mpot-mpotan,” katanya.
Meski jalan di Batam sudah mendapat lapisan baru, namun diakui Istono di beberapa ruas jalan masih banyak jalan berlubang. Karena terbatasnya dana, jalan yang rusak itu baru dirawat dengan sistem tambal sulam.
Tujuannya mencegah terjadinya kerusakan lebih parah dan menghindari kecelakaan pada pengguna jalan. “Kalau melapisi sekaligus kita tidak punya dana,” kata Istono.
Mutu bauksit di Batam juga tidak sebagus 10 tahun lalu. Sifat tanah yang labil berbentuk spot-spot juga menurunkan mutu jalan. Apalagi dilintasi mobil truk pengangkut tanah. Untuk pengerjaan jalan bauksit OB mendatangkan dari Kijang Kabupaten Bintan.
Kerusakan jalan yang terjadi selama ini ujar Istono juga tidak terlepas dari lemahnya pengawasan mereka terhadap jalan maupun drainase. Ia mengatakan mereka tidak punya legitimasi yang mendasar untuk itu.
”Yang punya ini polisi dan Dishub,” katanya.
Sesuai UU yang berhak melakukan tindakan adalah polisi dan dishub. “OB hanya instansi pemerintah dan tidak dalam kapasitas itu. UU itu jelas mengatur, seyogianya mereka yang melakukan penindakan,” tambahnya.*** Read More.. Read more!