Potret Tenaga Kerja Kota Batam

Friday, November 14, 2008

Minim Skill, Outsourcing Merajalela

SEBUAH usul yang mengejutkan terlontar dari bibir Wali Kota Batam Ahmad Dahlan pekan lalu. Yakni meminta opersional Pelabuhan Kapal Pelni di Sekupang ke daerah lain. Alasan itu kata Ahmad Dahlan selain mengembalikan fungsinya ke semula menjadi pelabuhan barang, juga sekaligus meminimalisir pendatang masuk ke Batam, yang notabene dituding penambah jumlah pengangguran di kota industri ini.
Bila dilihat dari sisi tenaga kerja yang belum mendapatkan pekerjaan mungkin usulan itu beralasan. Sebab, sampai saat jumlah pengangguran mencapai tujuh ribu orang. Parahnya, sebagian besar pelamar tersebut tidak memiliki skill sesuai kriteria yang dibutuhkan perusahaan. Beberapa pencari kerja yang ditemui di kawasan Batamindo dalam sepekan ini juga mengakuinya.
Mereka tidak memiliki keahlian seperti komputer, bahasa Inggris yang memang paling dasar sebagai syarat bekerja di perusahaan asing. Selain terbatas kriteria tersebut, pencari kerja juga terkendala pada postur tubuh, usia dan dokumen lainnya seperti SIM, KTP Batam dan lain sebagainya. Misalkan beberapa lowongan kerja dari beberapa perusahaan di kawasan Community Centre (CC) Batamindo, Rabu (5/11) lalu.
Dari pukul 08.00 WIB para pencari kerja sudah mulai berdatangan, namun beberapa diantaranya langsung lemas begitu melihat lowongan yang tersedia masih seperti yang mereka lihat sebelumnya. ”Yaah... masih lowongan yang kemarin,” keluh Shanti menambahkan ia enggan melamar karena tinggi badannya gak memenuhi kriteria.
Gadis asal Sumut ini mengaku sudah tiga minggu tinggal dan menganggur di Batam. ”Ternyata susah juga nyari kerja di Batam, tidak seperti yang saya dengar,” kata warga Batuaji ini.
Sulitnya Shanti masuk kelingkungan kerja karena kemampuan terbatas. Dia hanya miliki skill komputer, itupun sedikit-sedikit. ”Saya tahu komputer sedikit, tapi bahasa Inggris tak bisa, bagaimana ini?” katanya yang datang melamar bersama tiga orang temannya.
Tiga orang temannya juga memiliki kekurangan yang tidak jauh berbeda dengan Shanti. Setelah melihat lowongan kerja di CC dan di Tunas Karya, mereka pun memilih pulang. ”Besok saja kita datang lagi, siapa tahu ada lowongan yang lain,” ujar Shanti sembari mengajak temannya pulang.
Hal senada diungkapkan Wiwit (19), pelamar lain yang sedang duduk di areal CC menunggu dan berharap ada lowongan kerja yang baru ini. Ia mengaku tidak ada keahlian di bidang komputer. ”Saya ada masalah dengan pengetahuan komputer, sementara lowongan seminggu ini minta yang tahu komputer,” akunya.
Untuk dokumen ia tidak ada masalah, karena semua sudah beres diurus di Disnaker. Selama dua minggu di Batam, Wiwit sudah tiga hari berturut-turut ke CC.
”Saya merasa sia-sia saja kalau masukin lamaran, karena tak tahu komputer tadi,” akunya.
Dia juga heran melihat banyaknya pelamar di Batam. ”Ternyata Batam banyak penganggur ya?” ujarnya bertanya. Meski demikian, Wiwit masih menaruh harapan dan mau bertahan mencari pekerjaan, karena sebelumnya dia belum pernah bekerja. Dia ingin mencari pengalaman.
”Ada sih yang tawarin kerja dari penyalur (outsourcing), tapi ijazah minta ditahan. Saya tidak mau, takut gak enak kerjanya susah keluarnya,” tuturnya.
Radi (19) juga menambahkan sudah tiga minggu menganggur di Batam. Dari tiga minggu tersebut baru satu lamaran saja yang dilayangkannya yaitu ke PT Shimano. Tapi sampai sekarang belum ada panggilan.
Dalam tiga minggu itu, beberapa kawasan juga sudah dijalaninya, dan lowongan yang pas buat dia juga belum ada. Menurutnya lowongan yang ada seperti di kawasan industri Batam Centre juga kebanyakan untuk cewek.
”Tak nyangka susah ya cari kerja di Batam. Apalagi kebanyakan yang diterima dari STM,” kata pria lulusan SMA Selatpanjang ini. Tapi ia mengaku tidak akan putus asa, dan akan terus berusaha hingga enam bulan ke depan. ”Harus tabah, pantang menyerah, besok harus datang lagi,” ujarnya semangat.
Iwil (23) pelamar lainnya, yang juga sepupu Radi mengaku baru saja habis kontrak dari satu perusahaan di kawasan industri Batamindo. Warga Genta ini mengaku hanya di kontrak enam bulan saja di perusahaan itu. Kontrak kerja yang singkat menurut Iwil sangat membuat pekerja resah. Ditambah pekerja sekarang kebanyakan melalui penyalur. ”Selain kontrak tak menentu penyalur juga memotong gaji,” kesalnya.
Maraknya jasa penyalur juga yang menyebabkan pelamar tidak lagi nongkrong di depan gerbang perusahaan menunggu lowongan kerja. ”Pelamar sekarang tidak ada lagi menunggu di depan perusahaan, karena penyalur sudah sangat banyak,” tutur Roganda pengojek di kawasan itu.
Akibat hal itu, pria yang sudah empat tahun mengojek di kawasan industri Batamindo ini juga mengaku pendapatannya menurun. Empat tahun lalu, ia masih bisa memperoleh pendapatan Rp50 ribu bersih perhari. Tapi sekarang hanya Rp20 ribu bersih saja perharinya. ”Pelamar sudah sedikit sekarang, tidak seperti dulu lagi,” katanya. *** Read More.. Read more!

Merugikan, Pekerja Tolak Outsourcing

PADA bulan Agustus lalu, Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) melakukan aksi serentak se-Indonesia untuk menolak keberadaan perusahaan jasa tenaga kerja (outsourcing) karena merugikan pekerja. Sekitar 2.000 pekerja menolak keberadaan penyalur tenaga kerja itu dengan demo di Kantor Wali Kota Batam dan DPRD Batam.
Ketua Konsulat Cabang Federasi SPMI Batam Nurhamli mengatakan, aksi tersebut upaya mendorong pemerintah menindak outsourcing yang melanggar aturan. Jumlah outsourcing di Batam semakin lama semakin banyak dan saat ini yang resmi lebih dari 100 perusahaan.”Di kawasan Mukakuning saja sudah mendominasi sekitar 60 persen. Paling parah di Tanjunguncang, sekitar 99 persen perusahaan di sana merekrut pekerja dari outsourcing,” kata Nurhamli.
Juru runding UMK, sekaligus pengurus SPMI Batam dan Kepri Anto Sujanto menambahkan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan outsourcing memang dibenarkan undang-undang ketenagakerjaan. Seperti untuk jasa cleaning service dan kantin. Tapi kenyataannya mereka sudah menembus bisnis utama. Sebagian besar perusahaan di Batam sudah menggunakan tenaga kerja outsourcing untuk pekerjaan pokoknya.
"Padahal dalam UU outsourcing bukan untuk pekerjaan pokok. Ini malapraktek outsourcing,” ungkapnya.
Dampak dari keberadaan outsourcing ini upah pekerjanya lebih rendah dibandingkan pekerja perusahaan pemberi kerja. Meskipun mengerjakan pekerjaan sama. Dampak negatif lain adalah rendahnya jaminan kesehatan, tak memiliki kepastian masa depan pekerjaan, rendahnya perlindungan hukum dan hak-hak lain yang diabaikan.
”Fakta riil fasilitas kesehatan tidak sama dengan yang lain. Hasil survei kita membuktikan karena potongan pekerja outsourcing hanya menerima gaji sekitar 80 persen,” katanya.
Masalah pengawasan dari pemerintah juga kurang. Sehingga akibatnya Batam tidak lagi menjanjikan bagi pekerja. Pekerja lebih makmur di Jakarta karena daya beli upah mereka lebih tinggi dibanding upah pekerja di Batam meskipun nilai nominalnya jauh lebih besar. ”Pengawasan harus bergerak kelapangan. Bukannya hanya menunggu laporan," katanya.
Terkait outsoucing, Federasi SPMI Batam telah meminta Pemko Batam mencabut izin perusahaan outsourcing yang melanggar aturan. Mereka juga meminta DPRD Batam menyediakan alokasi anggaran untuk Dinas Tenaga Kerja Batam untuk mengawasi permasalahan ketenagakerjaan. DPRD juga diminta mengevaluasi kinerja Pemko Batam dalam pengawasan perusahaan outsourcing. ”Kita sedang menunggu aksi mereka,” katanya.
Potret tenaga kerja di Batam memang kompleks. Selain persoalan diatas, pencari kerja sekarang sangat minim skiil sesuai dengan lowongan yang tersedia. ”Lowongan kerja sangat banyak, parahnya lowongan tidak dapat menyerapnya karena minim skill," kata menambahkan bahwa jumlah pengangguran memang turun dari 11 ribu tahun 2007 menjadi hanya 7 ribu di tahun 2008.
Mengenai pengupahan, serikat pekerja tetap berpatokan pada angka kebutuhan hidup layak (KHL) Batam untuk UMK Batam 2009 yakni sebesar Rp1.550.000. Dalam pertemuan ke empat, pekerja menurunkan tawaran usulannya menjadi Rp1,35 juta dengan harapan UMK tak akan jauh-jauh dari KHL.
Di sinilah masalahnya. Juru bicara Apindo Rafki Rasyid menyebut, KHL bukan satu-satunya faktor penentu UMK. Menurut dia, selain KHL ada faktor kondisi ekonomi, inflasi, kemampuan dunia usaha dan upah regional (daerah sekitar).
Perbedaan pendapat ini pun menyebabkan pembahasan itu bakal deadlock. ”Kita sudah menyebut angka dan sudah menurunkannya, namun perwakilan pengusaha belum. Mereka bersembunyi di balik SKB empat menteri,'' kata Agus Sriyono, Ketua PC SPEE F-SPMI Batam di Batam Centre, Rabu (5/11) kemarin.
Jika UMK tidak sesuai KHL bisa menimbulkan masalah yang baru karena tidak berkontribusi maksimal kepada investasi . Kalau KHL bagus, daya beli dari pekerja meningkat serta sektor ekonomi lain akan meningkat. *** Read More.. Read more!

Apa yang Harus Dilakukan?

SELAIN membuka bursa kerja di Batam, pemerintah juga harus melakukan pemberdayaan tenaga kerja yang melibatkan beberapa perusahaan. Sebagian besar perusahaan juga yang memberikan peningkatan kualitas tenaga kerja lokal. Baik melalui pelatihan di perusahaan itu sendiri maupun dikirimkan ke luar negeri asal investor.
Namun pendidikan untuk tenaga kerja lokal itu hanya segelintir. Untuk itu kepedulian pemerintah sangat diperlukan dalam hal ini. Demikian diungkapkan Drs Sudarsono MT, dari Vocational Education Development Center (VEDC) Malang, Rabu lalu di Panbil.
Menurut Sudarsono, sampai saat ini perbedaan tenaga kerja lokal Batam dengan pendatang belum ada perbedaan yang signifikan. Sebab, pada umumnya masih banyak lulusan sekolah di Batam yang belum bisa memenuhi kriteria yang dibutuhkan perusahaan di Batam.
Buktinya masih banyak yang belum dapat kerja. Seharusnya tenaga kerja lokal Batam bisa diserap oleh lowongan kerja yang tersedia. ”Lihat saja tamatan SMK di Batam masih banyak yang tidak diterima di perusahaan kalau melamar pekerjaan, apalagi yang lulusan SMA,” katanya.
Padahal kalau lulusan SMK atau SMA Batam bisa memenuhi kriteria tersebut, perusahaan tidak akan mengambil tenaga kerja dari luar Batam. Sebetulnya yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kualitas tenaga kerja lokal atau saat masih SMA atau SMK mendapat pelatihan yang disediakan oleh pemerintah.
Harusnya selain pemerintah, semua industri di Batam juga harus care (peduli) terhadap pendidikan. Mestinya pemerintah bisa mengkomunikasikan kriteria seperti apa yang dibutuhkan perusahaan sebagai pekerja mereka.
Setelah mengetahuinya, pihak sekolah bekerjasama dengan perusahaan dan pemerintah memberikan pendidikan dan pelatihan untuk membentuk kriteria yang dibutuhkan perusahaan. Sehingga setelah lulus bisa langsung diterima di perusahaan. ”Kita pikirkan yang lokal dulu. Yang lokal saja belum beres apalagi dari luar,” katanya.
Di Batam tidak mungkin tidak ada lowongan pekerjaan. ”Bertabur pekerjaan di sini,” katanya. Padahal di Jakarta sumber daya manusianya banyak yang bagus, tapi lowongan minim. ”Kan sayang kalau perusahaan merekrut dari luar Batam,” katanya.
Melihat persoalan ini, yang perlu dilakukan pemerintah menurut Anto Sujanto pengurus SPMI Batam dan Kepri adalah dengan memberi pelatihan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Pemerintah juga harus memperbesar anggaran pelatihan ini di Disnaker. ”Anggaran untuk pelatihan tenaga kerja harus diutamakan agar pencaker bisa diterima industri di Batam," katanya.
Keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK) di Batuaji harusnya bisa jadi pemberi solusi bagi tenaga kerja lokal. Posisi BLK menjadi begitu sentral karena stake holdernya adalah Pemko Batam, Otorita Batam dan Departemen Tenaga Kerja. Hal ini merupakan kekuatan tersendiri untuk dapat membuat regulasi masalah ketenagakerjaan terhadap para investor asing yang menanamkan modalnya di Kota Batam.
”Implementasi penggunaan anggaran pelatihan juga harus tepat sasaran. Pelatihan menjahit jelas tidak mengena sasaran dengan perusahan industri di Batam. ”Faktanya yang dibutuhkan itu harus disediakan dengan pelatihan di BLK," katanya. *** Read More.. Read more!

Lebih Baik Pulang Kampung

SELAIN membicarakan konteks Free Trade Zone kota Batam, yang kebanyakan berkisar masalah pertumbuhan ekonomi, tingkat investasi, penyerapan tenaga kerja, dan indikator-indikator statistik lainnya, belakangan ini Wali Kota Batam Ahmad Dahlan sedang gencar membicarakan permasalahan tenaga kerja di Kota Batam.
Ia menegaskan pendatang yang mencari pekerjaan ke Batam harus memiliki skill. ”Kalau tidak lebih baik kembali saja ke kampung,” tegas Wako Ahmad Dahlan belum lama ini.
Wako menilai Kota Batam yang diposisikan sebagai kawasan Industri dan Investasi dengan keunggulan bersaing dalam hal letak strategis dan tenaga kerja murah, membutuhkan kualitas tenaga kerja yang layak jual. Jika ini dibiarkan, ini akan menjadi suatu paradoks dalam era Free Trade Zone.
Disatu sisi tingkat pertumbuhan ekonomi, industri dan investasi meningkat pesat namun disisi lain tenaga kerja lokal terpuruk dan tidak mampu bersaing secara kualitas dengan pekerja asing. Kondisi aktual yang terjadi di Batam saat ini adalah, tenaga kerja lokal yang ada dirasakan belum mampu mendukung pengembangan kota Batam sebagai daerah industri.
Ini diindikasikan dari masih begitu banyaknya permasalahan-permasalahan yang menyangkut SDM atau masalah ketenagakerjaan. ”Perhatikan saja lowongan kerja cukup banyak di Batam. Tapi angka pengangguran tetap saja tinggi. Ini berarti yang datang ke Batam tidak punya skill dan tidak bisa menyerap lowongan kerja yang tersedia,” tuturnya.
Selain itu bursa kerja yang dilakukan oleh Pemko Batam beberapa waktu lalu juga serapannya kecil. Soal kecilnya angka serapannya, menurut Dahlan karena memang keahlian pelamar saja yang kurang. ”Perusahaan juga harus utamakan pencari kerja di Batam dan tetap perhatikan skillnya,” tegasnya. *** Read More.. Read more!

Batasi atau Buka Jalur Baru

Saturday, November 8, 2008

- Membedah Transportasi Kota Batam
KEMACETAN lalu lintas di Kota Batam lambat laun semakin terasa. Rasanya tidak ada hari yang berlalu tanpa harus terjebak di kemacetan lalu lintas. Kemacetan sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Alur lalu lintas yang mengular jika menjelang karyawan masuk dan pulang kerja. Tanpa suatu rencana matang, sistem angkutan umum di Kota Batam ke depan pasti menimbulkan masalah besar seperti di Jakarta.
Baik bagi operator angkutan umum sendiri maupun pada pelayanan umum (pengguna). Juga akan memberikan dampak yang buruk buat lingkungan atau yang non pengguna. Dalam situasi yang sekarang, kondisi faktual di lapangan sudah menunjukkan terjadi kemacetan lalu lintas di jalan utama. Melalui Batam Pos para sopir angkutan umum, Kamis (23/10) lalu di pangkalan angkat bicara.
Mereka menilai biang kemacetan lalu lintas yang terjadi di Tanjunguncang, Batuaji, Bengkong, Mukakuning dan wilayah lainnya adalah jumlah angkutan yang sudah menemui kejenuhan. Kondisi ini menunjukkan gejala-gejala adanya permasalahan yang terjadi pada sistem sediaan angkutan umum di Kota Batam. Dinas perhubungan (Dishub) harus bijak mengatasi kemacetan ini dengan cara apapun. Supaya sistem transportasi kota Batam ke depan tidak amburadul lagi.
”Mungkin solusinya yang bagus membatasi (bertambah) jumlah angkutan umum. Kami melihat angkutan umum terus bertambah bahkan jumlahnya lebih banyak dibanding penumpang,” kata Sukri dan Robby, sopir angkutan transkip di kawasan industri Batamindo. Berjubelnya armada ini yang memaksa sopir berebutan penumpang di jalan raya. Hingga mereka mengabaikan tata tertib berlalu-lintas. Pastinya hal itu menimbulkan beban bagi kinerja pelayanan beberapa jaringan jalan yang dilalui selama beroperasi.
Faktor lain, pembangunan terminal yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah perencanaan lokasi juga, berkontribusi menyebabkan kemacetan itu. Diperburuk lagi dengan sikap pengemudi yang tidak disiplin dengan mengetem, mengubah jalur pelayanan dan berhenti di sembarang tempat. ”Kalau terminal Mukakuning berfungsi dengan baik, pergerakan arus lalu lintas pada jaringan jaringan di sekitarnya akan berjalan bagus (tidak macet),” tutur warga perumahan Sakinah Batuaji ini.
Memang angkutan umum jenis transkip sampai saat ini masih berjalan sangat tertib. Hampir bisa dikatakan tidak ada penyebab kemacetan. Karena memang setiap angkutan umum sudah diatur secara per trip. Jumlah armadanya juga dibatasi, hanya 100 unit. Sopir pun tidak ada yang berebutan penumpang. Jika sistem ini berjalan di semua wilayah Batam pergerakan arus lalu lintas di Batam akan terlihat tertib dan bagus.
Namun pria berdarah Padang ini pesimis itu bisa tercapai. Sebab, tidak semua koperasi punya pemikiran yang sama. Sekarang saja lanjut Sukri, sopir berasal dari satu koperasi masih saling berebut penumpang di jalan raya. Mengapa? Karena jalur angkutan yang dilalui sampai saat ini tidak pernah bertambah. Sementara dari koperasi angkutan terus bertambah dan jumlah angkutannya juga terus ditambah. ”Akibatnya, ya macet. Apalagi beberapa koperasi tersebut belum pakai sistem trip, sehingga sopir orientasinya bagaimana cara cepat dapat setoran, kedisplinan pun terabaikan,” ujarnya.
Selain transkip, angkutan umum lain juga sudah ada yang menggunakan sistem trip ini. Yakni bus pilot project (BPP) alias busway. Busway merupakan jenis angkutan yang terjadwal, aman dan displin. Sopir busway, Muhidin berpendapat bahwa yang ingin diatasi adalah kemacetan lalu lintas, bukan pembatasan jumlah kepemilikan kendaraannya. Oleh karena itu, semua pemikiran dan upaya hendaknya dipusatkan kepada mencari cara untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, bukan kepada upaya membatasi jumlah kepemilikan kendaraan angkutan umum.
Karena dengan membatasi jelas berpengaruh ke bisnis industri otomotif dan penunjang lainnya, seperti pembiayaan dan asuransi. Mata rantai industri otomotif juga menciptakan lapangan kerja yang sangat besar bagi masyarakat. Kemacetan lalu lintas, antara lain, diakibatkan oleh laju pertumbuhan ruas jalan raya tidak berlangsung seimbang dengan laju pertumbuhan kendaraan bermotor.
Pertambahan ruas jalan raya berlangsung berdasarkan deret hitung, sedangkan laju pertambahan kendaraan bermotor berlangsung berdasarkan deret ukur. Kemacetan lalu lintas juga terkait dengan perencanaan kota, manajemen lalu lintas, serta perilaku dan disiplin manusianya sebagai pengguna jalan. Jalan keluarnya adalah dengan membatasi jumlah kendaraan bermotor yang berada di jalan pada saat yang bersamaan.
Caranya diantaranya dengan membatasi jumlah kendaraan bermotor yang melintas di ruas jalan protokol pada jam-jam sibuk. Tapi persoalannya di Batam, ruas jalan yang dilalui angkutan umum tidak sebanyak seperti di Jawa. Contoh, angkutan umum jenis Carry trayek Batuaji - Mukakuning hanya bisa dilalui satu jalur saja. ”Jadi sulit menerapkannya di Batam,” katanya. Paling berpotensi bisa diterapkan di Batam adalah menyediakan transportasi umum massal yang nyaman dan aman seperti busway.
Meski jumlah angkutannya masih terbilang sedikit yakni 22 unit terdiri dari 9 untuk trayek Batuaji Batam - Centre, 12 unit untuk Sekupang - Batam Centre dan 1 unit cadangan itu sudah menuai keberhasilan. Sekarang masyarakat sudah banyak yang menggunakan busway dan terbiasa dengan jadwalnya. Pada jam sibuk, (jam masuk kerja) interval keberangkatan setiap 15 menit. Penumpang sudah mengetahui dan sopir pun tidak bisa main-main. ”Tertib busway yang buat banyak penumpang/karyawan di pagi hari suka naik busway,” katanya.
Selain itu menurut Muhidin, penumpang juga bisa menikmati kenyamanan mulai fasiltias AC, tidak kebut-kebutan serta tidak berdesakan. Bahkan sepadat-padatnya penumpang, kondisi di dalam mobil tetap terasa nyaman. Nyaman karena jumlah penumpang yang naik juga dibatasi. Setelah 21 tempat duduk terisi hanya sekitar 9 hingga 10 orang yang diijinkan berdiri. ”Bahkan dalam kondisi seperti itu kita harus bisa membuat mereka tertidur,” ujar pria asal Banten ini.
Penumpang juga sudah tahu perubahan interval keberangkatan dari bus yang satu ke yang lain mulai sekitar pukul 10.00 WIB hingga 15.00 WIB. Lamanya sekitar 30 menit Interval ini memang disengaja. Karena pada jam tersebut penumpang sudah sepi. Jika mempertahankan interval tetap 15 menit pada siang hari akan tidak efisien. Penumpang paling ada dua atau tiga orang dari Fanindo Tanjunguncang sampai Batam Centre maupun sebaliknya. ”Bahkan lebih sering kosong. Jadi tidak efisien untuk BBM,” katanya.
Disamping itu angkutan umum sejenis Bimbar (Bintang Kembar) trayek Dapur 12-Jodoh via Batam Centre jumlahnya berjubel. Saking banyaknya armada Bimbar, interval satu kendaraan ke yang lain sekitar 5-10 menit saja. Baik siang maupun malam. Dalam interval tersebut tentu sopir berebut untuk mendapatkan penumpang demi setoran. Jadi bila busway tetap memaksakan mengikuti interval Bimbar tentu tidak efektif. Lagian penumpang busway juga sudah memiliki segmen sendiri.
”Jadi tidak ngoyo gitulah, karyawan yang yang kita angkut pekerja di Batam Centre dan Mukakuning. Pagi dan sore sebagian besar mereka juga yang kita angkut,” ucap Warga Kavling Lama Batuaji ini. Dari pengamatan Batam Pos beberapa hari ini, penumpang angkutan busway di siang hari sangat sedikit. Bahkan bisa dikatakan dari sembilan unit busway yang beroperasi pada trayek Batuaji - Batam Centre penumpangnya tidak ada yang lebih dari lima orang.
Sementara penumpang Bimbar jauh lebih banyak. Armada yang lintas pun jauh ketinggalan, 1 berbanding 4. ”Trayek Bimbar juga sampai Jodoh. Makanya angkutan mereka terlihat penuh terus,” ujarnya.
Arnold, supir carry trayek Batuaji - Mukakuning menambahkan sekarang ini ia lebih orientasi mencari pelanggan dibanding mencari penumpang di tengah jalan. Ia melakukan itu karena jumlah angkutan di Batam jauh lebih banyak dibanding penumpang. Apalagi untuk trayek yang dilaluinya. ”Pelat kuning saja sudah banyak, ditambah lagi pelat hitam. Wah bikin kami kelimpungan. Untuk jaga tetap ada penghasilan satu-satunya cara punya langganan,” aku warga Sagulung ini.
Ayah tiga anak ini juga berharap pemerintah secepatnya bisa perbaiki sistem sarana dan prasarana angkutan kota Batam. “Menghapus angkutan pelat hitam lebih utama,” geramnya. Terkait sikap sopir di Batam? Arnold, Muhidin, Sukri, dan Robby bernada sama. kalau sopir di Batam masih tidak displin. Umumnya sikap sopir di jalan raya masih ugal-ugalan dan memiliki tradisi menurunkan penumpang sesukanya saja.
”Ini yang buat macet, ngetem sesukanya tanpa kenal tempat, disamping angkutan umum yang jumlahnya banyak,” tukasnya. Angkutan umum di kota Batam kata mantan sopir Damri ini juga banyak tidak layak jalan. Diperburuk dengan banyak mobil pelat hitam yang berubah fungsi jadi angkutan umum. Permasalahan ini pun seperti luput dari pengawasan petugas. ”Angkutan pelat hitam itu harus dihapuskan, mereka juga berkontribusi menambah kemacetan di kota Batam selain mengurangi penghasilan sopir resmi,” pinta Robby. *** Read More.. Read more!

Pilihan pada ”Busway”

BERBICARA tentang kemacetan di Batam, memang sudah menjadi makanan sehari-hari orang Batam terutama untuk wilayah atau jalan-jalan tertentu. Misalnya Batuaji, Simpang Dam, Seraya, dan lain-lain. Namun yang menjadi perhatian apa solusi menghapus kemacetan akibat jumlah armada yang menemui kejenuhan, faktor alam, prasarana jalan, dan perilaku pemakai jalan itu?
Ida, seorang ibu rumah tangga yang juga pengguna angkot menyarankan pemerintah menambah jumlah angkutan umum yang sifatnya massal, seperti busway. Karena menurut marketing perumahan ini, penambahan angkutan umum massal lebih efisien mengurangi kemacetan di Batam. Selain lebih lebih aman, nyaman, tertib, dan bersih juga elegan untuk transportasi di kota. ”Juga tarifnya murah Rp3 ribu jauh dekat,” katanya.
Atas alasan inilah Ida selalu menjatuhkan pilihannya pada busway jika bepergian kemana-mana. ”Jenis angkutan seperti ini lebih dibutuhkan di Batam, karena lebih mencitrakan Batam ke depannya,” ujar ibu yang tengah mengandung ini. Ida yang ditemui di shelter busway Batam Centre ini mengaku sudah menjadi pelanggan setia busway sejak setahun yang lalu. Setiap mau pergi ke Batam Centre Ida akan selalu menumpang busway. ”Kerja juga naik busway,” katanya.
Ida hanya menggunakan angkutan umum lain seperti Bimbar ketika terburu-buru dan pulang malam dari tempat kerja. Meski memang setiap menumpang hatinya selalu was-was. Maklum sopirnya kadang masih mau ugal-ugalan, saling kejar-kejaran dengan angkot yang lain.
Angkutan busway yang menjadi idamannya hanya beroperasi sampai pukul 17.00 WIB. “Kita terpaksa karena tak ada pilihan lain. Selain itu juga lebih irit. Tarifnya murah, namanya juga ibu-ibu selalu cari yang lebih murah,” kata Ida tersenyum.
Sebagai penumpang yang mengutamakan kenyamanan, warga Perumnas Baru ini berharap pemerintah menambah armada busway serta lama operasi minimal hingga pukul 21.00 WIB. Ida jarang menumpang angkutan di luar busway karena masih belum tertib.
Apalagi transportasi jenis taksi. Tanpa membedakan Ida mengaku paling takut menumpagn taksi jika bepergian. Bahkan ia mengaku tidak pernah menaikinya kecuali ditemani suaminya. Ia terlalu trauma mendengar banyaknya kejadian di dalam taksi baik resmi maupun pelat hitam.
Ia mengatakan tidak ingin jadi salah satu korban kejahatan hipnotis, pelecehan, perampokan dan pembunuhan. “Seram. Saya selalu minta dijemput suami kalau busway dan Bimbar tidak ada lagi,” katanya.
Raja (27), penumpang lain juga lebih memilih menggunakan transportasi massal. Lebih leluasa apalagi bepergian ramai-ramai dengan keluarga. “Aman, tak menaikkan penumpang di tengah jalan, terjadwal dan keselamatan juga lebih terjamin,” katanya memuji busway yang hendak digunakannya pulang ke Tiban Koperasi.
Dari segi tarif, angkutan massal juga lebih irit dibanding tarif taksi yang terkadang brubah-ubah. Dari Batam Centre ke Tiban tarifnya kadang berbeda. Ada yang Rp6 ribu ada yang Rp7 ribu. ”Jadi rasanya kurang nyaman. Bagusnya pemerintah menambah jenis angkutan ini,” harapnya.
Muhidin sopir busway juga mengharapkan armada busway ditambah. Trayeknya juga melayani seperti trayek Damri dulu. Penambahan halte di beberapa lokasi juga perlu. Kalau halte di sebelah kanan sudah tersedia harusnya di sebelah kiri juga disediakan.
Sehingga bisa menurunkan dan menaikkan penumpang di kedua sisi jalan. “Keluhan masyarakat ini sudah kita usulkan pada pimpinan,” katanya sembari menambahkan bahwa sampai sekarang belum terealisasi. Akibat tidak adanya halte di beberapa tempat, menyebabkan banyak penumpang ragu naik busway.
”Selama ini kalau di sebelah kanan ada halte berarti kita bisa menurunkan penumpang di sebelah kiri. Ini yang masih kita terapkan menunggu adanya halte tadi,” katanya.
Ketua Organda Batam Mulawarman juga menekankan belum lama ini kota Batam membutuhkan jenis angkutan massal. Karena menurutnya setiap orang punya hak yang sama pada jalan. Atas dasar inilah di luar negeri lebih banyak menggunakan angkutan massal dibanding mobil angkutan umum yang kecil dan pribadi.
Kepala Bidang Darat Dinas Perhubungan Kasri mengaku Batam memang membutuhkan angkutan massal. Meski diakuinya butuh, namun pemerintah Batam tidak akan menambah tahun ini. Karena untuk penyediaan jenis angkutan massal ini tergantung dana APBD. Kasri menjelaskan pihaknya juga dari dulu mencari investor yang bersedia beriventasi di bidang transportasi massal ini di Kota Batam. Namun sampai saat ini pihaknya belum menemukan investor itu. ”Dari dulu kita tawarkan sampai ke Jepang tapi, tak ada yang mau,” ucapnya. *** Read More.. Read more!

Pelat Hitam hingga Trayek ke Wilayah Pemukiman

SOPIR taksi dan angkutan kota (angkot) di Batam pada April lalu bergiliran menggelar demonstrasi dan mogok operasi. Mulai taksi, Metro Trans, dan Bintang Kembar (Bimbar). Mereka berdemo karena trayek mereka tumpang tindih. Ruwetnya sistem transportasi Batam saat itu membuat para penumpang menjadi korban. Tapi sekarang trayek tersebut sudah tertata. Setiap sopir sudah lintas di trayeknya masing-masing. Kepala Bidang Darat Dinas Perhubungan Kota Batam Kasri membenarkannya. Katanya persoalan tidak bakal terjadi sekarang ini. ”Kita ini tegas dalam hal itu dan kita juga selalu mengawasi,” ucapnya.
Fenomena persoalan transportasi yang belum kelar adalah taksi dan carry berpelat hitam. Kasri mengaku persoalan itu memang sangat rumit. Razia yang dilakukan pun tidak membuat pemilik kendaraan pelat hitam jera. Justru jumlahnya semakin anyak. ”Sebenarnya itu wewenang kepolisian melakukan razia, bukan kami. Kita hanya bekerjasama jika polisi gelar razia,” katanya.
”Kita tidak mungkin razia 24 jam. Waktu kita terbatas,” kilahnya.
Salah satu solusinya berpulang pada penumpangnya. Kalau penumpang tak naik pelat hitam juga tak akan jalan. Penumpang harus sadar, naik angkutan pelat hitam besar resikonya. Nyawa tidak dijamin asuransi jika terjadi kecelakaan. ”Juga rawan kejahatan,” paparnya. *** Read More.. Read more!

Angkutan Kota Mini di Batam

FITRI, warga Batam Center belum lama ini mengaku cukup prihatin dengan kondisi transportasi di Batam. Padahal menurutnya, Batam merupakan sebuah kota metropolis yang sangat cepat berkembang dalam aspek kehidupan bisnis.
Tapi sayangnya trayek angkutan umum di kota Batam masih sangat sedikit. Pada umumnya hanya melintasi jalan-jalan di tengah kota saja. Padahal Batam masih banyak jalan yang ramai dilintasi warga, tapi disana tidak terdapat angkutan umum. Memang, lanjut Fitri, taksi dan jasa ojek dapat ditemui dimana saja. Namun tarif yang dipatok oleh para tukang ojek rasanya sangatlah mahal. Dan tidak semua orang sanggup membayar ongkos taksi setiap bepergian keluar rumah.
Sedangkan lapisan masyarakat tidak seluruhnya termasuk kalangan ekonomi menengah ke atas. Sebagai warga Batam, Fitri berharap pada pemerintah segera mengadakan trayek angkutan umum di Batam memadai dan mencakup seluruh jalan di Batam. ”Seperti trayek-trayek angkutan kota yang ada di pulau Jawa,” tuturnya.
Pernyataan Fitri memang dibenarkan Kasri. Hanya dia tidak setuju jika sediaan angkutan umum dituding biang kemacetan Batam. Batam beda dengan daerah lain yang aktivitas manusianya 24 jam. Jalan protkol hanya sibuk pada jam karyawan masuk dan pulang kerja saja. ”Jadi wajar kalau siang sepi karena karyawan ada yang kerja dan istirahat. Jadi tidak tepat sediaan angkutan atau jumlah angkutan lebih banyak daripada penumpang dituding penyebab kemacetan itu,” bantahnya.
Kemacetan terjadi karena sopir angkotnya saja yang memang belum tertib dan displin. Kata Kasri pihaknya juga berpikir cara mengatasi kemacetan tertentu itu. Beberapa solusi sudah ada lanjut pria asal Padang yaitu tidak menambah koperasi angkutan di Batam dan jumlah trayek di jalan-jalan protokol yang nota bene jalurnya sibuk. Membuka jalur baru. Seperti yang dilakukan sekarang menata trayek ke wilayah pemukiman. Misalnya seperti ke wilayah Batam Centre. ”Trayek melalui jalan besar tidak akan ada lagi. Tapi kalau ke pemukiman iya,” katanya. *** Read More.. Read more!

Biang Keroknya Truk Tanah

- Jalan Rusak di Kota Batam

MEMASUKI triwulan IV 2008 lalu, pemerintah kembali direpotkan dengan urusan infrastruktur jalan Batam yang dikeluhkan banyak pihak karena selalu rusak. Jalan yang rusak diyakini sementara pihak adalah biang dari ketidaklancaran distribusi barang, komoditas bahkan manusia itu sendiri. Kerugian tidak hanya waktu tempuh, tetapi juga menjalar kepada persoalan perekonomian secara umum. Bisa dibayangkan rusaknya jalan Tanjunguncang, depan kawasan industri Batam Centre (simpang Frengki), Jalan Duyung Batuampar yang selama ini mengemuka.
Ditambah lagi kemacetan akibat banjir dimana-mana, telah menghambat pengiriman barang dari satu perusahaan ke perusahaan lain, dari perusahaan ke pelabuhan untuk selanjutnya dikirimkan ke luar negeri, dan persoalan lainnya. Direktur Pembangunan Otorita Batam Istono tidak menampik hadirnya masalah itu. Ia mengatakan kerusakan jalan di Batam disebabkan berbagai faktor.
Diantaranya kondisi jalan sudah lama belum dilakukan pelapisan permukaan jalan atau overlay. Idelanya jalan itu harus di overlay lima tahun sekali. Kemudian beban kendaraan yang terlalu berat, dan genangan air akibat faktor drainase yang kurang baik dan tidak terawat.
Kerusakan paling parah disebabkan beban kendaraan yang terlalu berat. Jalan di Batam tidak akan pernah bagus jika beban muatan pengangkut barang tak terkendali. Terutama kegiatan truk pengangkut tanah. ”Ini biang keroknya,” tegas Istono yang kini menjabat Kepala Biro Perencanaan Otorita Batam diruang kerjanya, Jumat (31/10). Menurutnya volume muatan truk sering melebihi daripada ketentuan yang diizinkan. Kalau trailer dan angkutan pengangkut kontainer yang melintasi, jalan di Batam tidak akan ada masalah.
”Lihat saja truk sesukanya mengangkut muatan tanah lebih dari ketentuan. Kalau seperti ini, selamanya jalan akan rusak,” kata Istono. Tudingan itu bukan tanpa alasan sebab pihaknya telah melakukan survei tentang penyebab kerusakan jalan-jalan di Batam. Hasilnya, ditemukan bahwa kelebihan muatan truk tanah mengurangi umur ekonomis pemakaian jalan. Apalagi ditambah tanah yang jatuh ke aspal juga mempercepat kerusakan aspal.
”Perhatikan saja tanah yang berjatuhan di jalan bikin aspal rusak,” katanya. Dengan kondisi itu, hampir bisa dipastikan, kondisi kerusakan jalan, terutama di setiap jalan arteri bisa dikatakan ada. Otorita Batam (OB) memperkirakan untuk perbaikan jalan arteri dan kolektor di tahun 2008 menghabiskan dana sedikitnya Rp30 miliar lebih.
”Tahun 2007 mencapai Rp60 miliar, dan Anda sudah merasakan kemulusannya,” terangnya. Tahun 2007, OB melakukan overlay jalan arteri. Mulai Simpang Sei Harapan ke Simpang Jam. Dari Simpang Jam ke Pelabuhan Batuampar, dari Simpang Jam ke Simpang Kabil. Kemudian dari Simpang Kabil pelapisan di arahkan ke kawasan Industri Batamindo. Panjangnya mencapai 63 kilometer dan begitu juga jalan-jalan lainnya.
Contoh jalan rusak yang bisa dikemukakan belakangan, seperti dipublikasikan di media antara lain jalan menuju Tanjungpiayu. Perbaikan jalan tersebut memang masih sampai pintu III Tanjungpiayu. Pengerjaannya terhenti karena kurang anggaran. ”Setelah Desember ini kerusakan jalan di Tanjungpiayu tidak akan ada lagi. Sekarang proyek itu sudah dalam tahap kontrak,” ungkapnya.
Sementara minggu depan jalan di depan sekolah Kallista, kawasan Industri depan PT Panasonic, Batam Centre dipastikannya akan diperbaiki. Jalan menuju Tanjunguncang sendiri kata Istono dipastikan tahun ini.
Tahap pertama adalah perbaikan jalan lama dan jalur ke dua. Sedangkan yang dalam pengerjaan sekarang adalah ruas Jalan Jendral Suprapto, Mukakuning-Tembesi, Jalan Duyung Batuampar, jalan depan Pasar Induk serta memperlebar jalan Seipanas. Paling besar jalan kawasan industri Sekupang.
Kata Istono, jalan yang pemeliharaan menjadi tanggung jawab OB sepanjang 630 Km, terbagi 200 Km jalan arteri dan 430 Km jalan kolektor dan lokal. Sebagian besar jalan-jalan yang rusak telah diperbaiki OB sejak awal tahun. ”Yang jelas jalan rusak tahun ini sudah berkurang,” ujarnya. *** Read More.. Read more!

Jembatan Timbang Perlu Atau Tidak?

KETIKA masalah tonase ditonjolkan oleh Istono, otomatis Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Batam yang bertanggungjawab. Dishub tidak menampik di lapangan banyak kendaraan membawa muatan melebihi tonase. Sayangnya, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab pihak Dishub tidak memiliki jembatan timbang untuk melakukan pengawasan terhadap setiap angkutan barang yang melintas. Karena itu pihaknya tak bisa melakukan penertiban terhadap truk bermuatan overload.
”Kita tidak punya jembatan timbangan, jadi kita tidak bisa melakukan pengawasan serta penertiban,” singkat Mahedi Kepala Bidang Angkutan Barang Dishub Kota Batam, ketika ditanyakan tentang bagaimana pengawasan terhadap angkutan barang yang melebihi tonase, kemarin.
Sementara Istono menegaskan bahwa Batam tidak butuh jembatan timbang. ”Karena memang tidak perlu,” katanya. Pihak Dishub kan melakukan tindakan, tanpa harus adanya jembatan timbang itu. Lagipula kalau jembatan timbang ada, akan jadi lahan pungli yang baru di Batam. ”Jadi jembatan timbang tidak perlu,” katanya.
Kalau dishub serius ingin menindak, mereka pasti bisa bekerjasama dengan petugas kepolisian.
Jika tonase yang dituding menjadi penyebab utama, maka bagaimana peran sektor lain seperti konstruksi jalan itu sendiri? ”Kita bekerja ada standar dan sesuai spesifikasi. Jika menyimpang kontrak diputus dan di blacklist,” paparnya. ***


”Peran kontruksi jalan di Batam sudah bagus dan juga sudah sesuai standar dan spesifikasinya. Pihak OB juga selalu evaluasi dan kroscek para kontraktor yang mengerjakan pekerjaan jalan,” ujarnya.
”Kalau harga terlalu rendah dan tak sesuai investigasi, kita tidak menunjuk kontraktor itu sebagai pemenang, meski penawarannya paling rendah. Prinsip nya kita tidak utamakan kontraktor seperti ini. Kita akan menunjuk pemenang yang untungnya wajar sesuai kaidah Keputusan Presiden yang ada,” ujarnya.
Kepala Bidang Prasana Jalan Jembatan Pemko Batam, Yumasnur sependapat dengan Istono. Ia mengaku kontruksi telah sesuai standar dan spesifikasi.
Menurut Yumasnur kerusakan jalan di Batam bukan karena kontruksi yang jelek. Tapi kepadatan kendaraan yang melintas di satu jalan memiliki pengaruh besar terhadap kerusakan jalan. Menurutnya semakin banyak kendaraan yang melintas akan mempercepat kerusakan.
Namun Istono berkata lain. Menurutnya kepadatan kendaraan tidak begitu pengaruh terhadap kerusakan jalan, karena di Batam kebanyakan kendaraan sekelas sedan yang melintas. ”Sepadat apapun kendaraan yang melintas, tidak ada masalah. Penyebab utamanya adalah angkutan truk pengangkut tanah,” tuturnya. *** Read More.. Read more!

Sekarang Satu Kapal Dua Mesin

VISIT Batam 2010 tinggal dua tahun lagi. Suksesnya program pemerintah Kota Batam ini, tidak terlepas dari infrastruktur. Terutama pada jalan di Batam yang sudah lama dikeluhkan para pelaku wisata.
”Pelancong kurang nyaman karena jalan banyak berlobang,” begitu kata mereka belum lama ini. Keluhan tersebut memang menjadi prioritas pemerintah baik Pemko Batam, Otorita Batam, dan Pemprov Kepri. Tapi karena terbatasnya anggaran, perbaikan jalan rusak di Kota Batam pun belum maksimal. Terutama di jalan yang pemeliharaannya oleh Pemko Batam.
Kepala Bidang Prasana Jalan Jembatan Pemko Batam, Yumasnur mengatakan, setiap tahunnya Pemko Batam hanya mampu memperbaiki jalan sekitar 30 Km pertahun. ”Itu rata-rata keseluruhannya perbaikan yang bisa dikerjakan Pemko pertahunnya,” katanya.
Padahal total panjang jalan yang harus dipelihara Pemko mencapai 800 Km. Itupun kondisi panjang jalan yang rusak sekarang lebih dari 10 persen. Jadi tidak heran jika menemukan jalan-jalan yang berlobang di beberapa ruas jalan kolektor dan lokal. ”Memang kita tak mampu menangani semua, karena kendala pada anggaran yang terbatas tadi,” ungkap Yumasnur.
Sampai saat ini perbaikan sebagian jalan kolektor dan lokal masih dibantu OB. Kalau mengharapkan dari anggaran APBD secara keseluruhan Pemko tidak akan mampu. Di tahun 2008, Pemko Batam lebih banyak melakukan pemerliharaan jalan secara rutin, seperti melakukan tambal sulam jalan berlobang dibanding melakukan overlay. ”Karena pemelirahaan yang seperti ini biayanya lebih murah,” ungkapnya.
Tahun 2008, lanjutnya, alokasi dana dari APBD untuk perbaikan dan perawatan jalan hanya sekitar Rp2 miliar. Dan untuk pemeliharaan Pemko hanya sanggup 5 persen saja dari yang dibutuhkan. Ia mencontohkan kalau kebutuhan Rp100 miliar, Pemko Batam baru mampu 5 persen saja dari kebutuhan tersebut untuk pemeliharaan jalan. Meski untuk pemerliharaanya Pemko Batam tidak mampu menanganinya, tetapi kondisi di lapangan permintaan peningkatan jalan terus bertambah. Setiap tahunnya peningkatan jalan kolektor dan lokal di Kota Batam sekitar 20 Km pertahun.
Sementara dana yang dianggarkan APBD untuk jalan di tahun 2008 hanya Rp40 miliar. ”Pastinya dana tersebut terbatas untuk mendapatkan jalan yang lebih bagus,” katanya. Yumasnur juga membenarkan infrastruktur jalan yang bagus juga tidak terlepas dari drainase. Tapi persoalannya drainase sekarang banyak tidak sesuai standar. Kebanyakan masih menggunakan drainase lama. Jadi tidak seimbang dengan pertumbuhan pembangunan yang ada di sekitarnya.
Drainase yang lama tidak sanggup mengimbangi pertumbuhan bangunan. Sementara untuk memperbesar drainase tersebut, anggaran Pemko tidak memadai. Akibatnya, jalan Batam sering banjir dan akhirnya mempercepat kerusakan jalan.
Bukankah seharusnya jalan dan drainase di Batam lebih bagus dibanding daerah lain, karena yang memelihara OB, Pemko, dan Pemprov. Direktur Pembangunan OB Istono tak menampiknya. ”Seharusnya iya, cuman masalahnya uangnya mepet, terbatas, jadi sama saja,” katanya.
Jangankan wilayah Batam, Ibukota yang anggaran untuk infrastruktur ini sebesar Rp20 triliun lebih pertahun juga masih ditemukan jalan rusak. ”Itupun tak menjangkau,” katanya.
Visit Batam 2010 adalah tanggungjawab bersama. Batam sekarang lanjut Istono ibarat satu kapal dengan dua mesin. Bukan lagi satu kapal dua nakhoda. Agar kapal itu bisa melaju kencang, kedua mesinnya harus hidup dengan bagus. ”Nah, kalau mesinnya yang satu lagi ngadat tentu jalannya pincang, jadi harus sama-sama hidup agar larinya kencang,” kata Istono.
Belakangan ini, pihak Pemko terutama Dinas PU Kota Batam jarang terdengar melakukan tender pengerjaan drainase dan jalan. Banyak pihak menduga pimpinan proyek (pimpro) sedang tiarap. ”Mungkin karena takut seperti kasus drainase yang kini disidangkan di Pengadilan Negeri Batam,” kata seorang kontraktor.
Namun Yumasnur membantah hal itu tidak berkaian karena pada dasarnya kemampuan Pemko Batam terbatas dalam memperbaiki jalan hanya sekitar 30 Km pertahunnya.

Berkeliling Mencari Lubang
Hujan deras dibarengi banjir yang terjadi beberapa waktu, menimbulkan lubang-lubang yang baru di jalan raya. Namun Otorita Batam mengaku selalu menyediakan aspal sebanyak 8 ton perhari.
“Ini upaya siasati keterbatasan anggaran yang kita miliki,” kata Istono. Ia menambahkan, penambalan sifatnya termporary. Tambal sulam jalan selalu dilakukan saat cuaca sedang bagus. “Biasanya kita menghabiskan aspal 8 ton perhari kalau cuaca sedang bagus,” katanya.
Teknis pelaksanaan, OB menggunakan mobil aspal keliling. Begitu melihat ada jalan yang berlubang, pekerja yang ikut diatas mobil ini langsung menambalnya. Biasanya mereka melakukan penambalan perminggu perwilayah dan bergiliran. Contohnya, di satu wilayah mereka akan melakukan penambalan selama satu minggu, selanjutnya di daerah lain. *** Read More.. Read more!

Tekanan Gandar Jalan Batam Ketinggalan

SEKAIN faktor usia jalan, tonase, dan air kerusakan jalan di Batam, juga tidak terlepas dari rendahnya tekanan gandar jalan yang hanya 8 ton. Tekanan gandar ini masih yang lama. Padahal, dengan kondisi kendaraan yang lintas sekarang tekanan gandar ini harusnya ditingkatkan ke level standar yakni 10 sampai 12 ton.
”Desain Bina Marga tekanan gandar standar sekarang sudah 10 - 12 ton. Sedangkan Batam masih masih menggunakan yang lama 8 ton,” kata Direktur Pembangunan Otorita Batam (OB) Istono, Kamis (31/10) lalu.
Jalan di Batam yang sudah memiliki tekanan gandarnya standar Bina Marga yang baru standar baru jalan Maccobar Batuampar, sepanjang 800 meter. Itupun yang 10 ton. OB memang berencana mengikuti desain Bina Marga. Sayangnya, OB tidak mampu sebab biayanya sangat mahal.
Istono menjelaskan biaya pembuatan desain standar Bina Marga untuk 10 ton saja perbedaan biaya sampai tiga kali lipat dibanding desain biasa. Mahal, karena memang bahan desain gandar 10 ton ini meliputi lapisan bauksit 40 Cm, batunya 30 Cm, beton (ready mix) dengan kontruksi kerangka besi kemudian dilapisi aspal 7,5 cm.
Sementara bahan desain biasa jelas Istono meliputi lapisan Sabis. Lapisan ini terdiri dari bauksit, pada lapisan kedua dari batu dengan ketebalan 30-40 Cm. Selanjutnya dilapisi aspal dengan ketebalan 5 - 7,5 Cm. Desain satu inilah disebut gandar 8 ton dan sampai saat ini digunakan di Batam.
”Desain ini memang sudah ketinggalan, tapi kita mepet di dana,” ujarnya.
Istono menjelaskan, berdasarkan ketentuan seharusnya jalan yang ada, harus dilapisi sekali dalam lima tahun. Namun sebagian besar jalan di Batam, jalan-jalan yang dibangun tahun 80-an baru dilapisi tahun 2007 sampai sekarang.
”Kawasan Industri Sekupang setelah 15 tahun dibangun baru akan dilapisi tahun ini, kendalanya adalah dana, sekarang saja kita mpot-mpotan,” katanya.
Meski jalan di Batam sudah mendapat lapisan baru, namun diakui Istono di beberapa ruas jalan masih banyak jalan berlubang. Karena terbatasnya dana, jalan yang rusak itu baru dirawat dengan sistem tambal sulam.
Tujuannya mencegah terjadinya kerusakan lebih parah dan menghindari kecelakaan pada pengguna jalan. “Kalau melapisi sekaligus kita tidak punya dana,” kata Istono.
Mutu bauksit di Batam juga tidak sebagus 10 tahun lalu. Sifat tanah yang labil berbentuk spot-spot juga menurunkan mutu jalan. Apalagi dilintasi mobil truk pengangkut tanah. Untuk pengerjaan jalan bauksit OB mendatangkan dari Kijang Kabupaten Bintan.
Kerusakan jalan yang terjadi selama ini ujar Istono juga tidak terlepas dari lemahnya pengawasan mereka terhadap jalan maupun drainase. Ia mengatakan mereka tidak punya legitimasi yang mendasar untuk itu.
”Yang punya ini polisi dan Dishub,” katanya.
Sesuai UU yang berhak melakukan tindakan adalah polisi dan dishub. “OB hanya instansi pemerintah dan tidak dalam kapasitas itu. UU itu jelas mengatur, seyogianya mereka yang melakukan penindakan,” tambahnya.*** Read More.. Read more!

Jalur Penumbuh, Sekaligus Pembunuh

Saturday, October 25, 2008

Oleh RATNA SRI WIDYASTUTI

Gambaran kota-kota Jawa pada masa Herman Willem Daendels sudah jauh berbeda dibandingkan dengan sekarang. Sebagian kota yang dianggap penting waktu itu, yang muncul di peta kuno Pulau Jawa, Plan deL’Ile de Jav, bertahun 1813, kini tidak tertera lagi di peta-peta sekarang. Panarukan adalah salah satu di antaranya.

Padahal, jika menilik berbagai catatan sejarah, Panarukan merupakan kota pelabuhan yang diperhitungkan waktu itu. Ujung Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) yang digagas Daendels tertuju pada kota ini. Kota yang pada abad ke-18 dihuni sekitar empat ribuan jiwa ini jadi pelabuhan ekspor penting di wilayah timur Jawa. Beraneka komoditas perkebunan, seperti kopi dan tebu, dikirim melalui kota bandar ini.

Kini, nasibnya berubah setelah peran pelabuhannya kalah bersaing dengan Surabaya karena pendangkalan. Namanya hanya melekat pada nama kota kecamatan, bagian dari Kabupaten Situbondo. Sepertinya jalur Jalan Raya Pos tidak punya peran apa-apa dalam membantu perkembangannya seperti kota-kota pelabuhan lainnya di pesisir utara Jawa.

Lain ceritanya dengan Kota Bandung. Namanya pun tidak tertera pada peta buatan Daendels itu. Hanya disebut bagian dari daerah Priang’en atau Priangan. Kini Bandung justru tumbuh menjadi kota besar, bahkan menjadi pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat.

Jalan Raya Pos yang membentang dari ujung barat hingga ujung timur pesisir utara Jawa merupakan cikal bakal pembuka keran pasar di daerah-daerah Jawa. Dengan terbukanya akses jalan, transportasi dari daerah produsen ke daerah konsumen, dari wilayah penyuplai tenaga kerja ke wilayah penerima, dan dari kota yang surplus modal ke yang membutuhkan semakin lancar. Jalan inilah yang kelak membuat kota-kota Jawa berubah. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi mengelompok, teraglomerasi, berkiblat pada jalan ini.

Menurut Arthur O’Sullivan dalam bukunya, Urban Economics (1996), aglomerasi ekonomi kota-kota terjadi akibat daya tariknya dalam menyedot sumber daya ekonomi dari daerah lain. Aktivitas ekonomi yang semula tersebar dapat terkonsentrasi di sekitar kota-kota yang dilalui jalur transportasi. Kota-kota ini dapat tumbuh cepat karena adanya penurunan ongkos transportasi. Kota yang memiliki banyak industri biasanya tumbuh lebih cepat karena adanya pengumpulan atau konsentrasi modal.

Bukti adanya proses ”penggerombolan” kota-kota pada jalur Daendels ini dapat ditunjukkan dengan mengolah data pertumbuhan ekonomi perkotaan seluruh Jawa selama enam tahun terakhir dengan statistik spasial (lihat peta). Wilayah-wilayah yang maju dan kurang maju mengelompok terpisah. Daerah-daerah maju mengelompok tersendiri, sebaliknya daerah yang ”lamban” ekonominya juga demikian.

Daerah-daerah maju bergerombol di tiga wilayah, wilayah Jakarta dan sekitarnya, Bandung sekelilingnya, serta Surabaya dan tetangga-tetangganya. Ketiga kawasan inilah yang menjadi pusat pertumbuhan Jawa, memengaruhi daerah-daerah sekitarnya. Ketiganya juga terletak di jalur ”pita” Daendels.

Ketiga wilayah ini memang memiliki kelebihan yang tidak dimiliki wilayah lain. Jakarta telah menjadi pusat kegiatan politik, budaya, dan ekonomi sejak zaman kolonial. Kota ini juga menjadi titik pengumpulan barang-barang yang akan diekspor sejak era itu melalui pelabuhannya. Kegiatan itu berlanjut hingga saat ini.

Kawasan industri berskala besar bermunculan dan melebar ke daerah tetangganya, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Tangerang, dan Serang. Sektor industri pun melonjak tajam di lokasi-lokasi tersebut. Bahkan, roda perekonomian Kabupaten Bekasi ditopang oleh industri sampai dengan 80 persen.

Demikian juga dengan Surabaya. Pelabuhan ekspornya telah berjalan sejak dulu. Industri-industri baru pun tumbuh ”subur” di sekitarnya hingga kini, seperti Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, dan Probolinggo. Dampaknya pun terasa. Terakhir ekonomi kawasan ini bertumbuh rata-rata 5 persen per tahun. Semakin jauh dari kawasan ini, semakin rendah pula pengaruh pertumbuhannya, contohnya Situbondo yang tumbuh hanya sekitar 4 persen

Meski berbeda dengan Jakarta dan Surabaya yang memiliki pelabuhan ekspor, Bandung mampu menjadi pusat pertumbuhan di wilayah pedalaman. Kota ini pun telah menjadi ”bandar pengumpul” komoditas hasil perkebunan sekaligus penopang kebutuhan lainnya di wilayah pedalaman sejak dulu. Akibatnya, tumbuh pula industri-industri penopang di sekitarnya, seperti di Kabupaten Bandung dan Cimahi. Pertumbuhan ekonominya pun melesat, rata-rata lima tahun terakhir mencapai 5,3 persen.

Menjadi daerah yang tumbuh lebih cepat dan dipenuhi dengan pabrik mendatangkan akibat bagi ketiga kota ini. Kebutuhan tenaga kerja yang tinggi mengundang para pengais rezeki untuk terus ”menyemut” ke ketiga tempat pertumbuhan ekonomi Jawa ini. Pakar ekonomi, Mudrajad Kuncoro (2002), menyebutkan, industrialisasi menjadi kekuatan utama di balik urbanisasi yang cepat di kawasan Asia pada tahun 1980-an. Urbanisasi terus terjadi di ketiga daerah ini dan akhirnya ikut memutar sektor-sektor perekonomian lainnya.

Jumlah penduduk terus membengkak. Bandung dan Surabaya, yang menurut catatan Thomas Stamford Raffles pada 1815 hanya berpenduduk 20.000-an orang, kini dihuni oleh dua jutaan jiwa. Jakarta lebih mencengangkan, penduduknya bertambah 180 kali lipat. Orang berduyun-duyun datang bukan hanya dari Jawa, melainkan juga dari seluruh penjuru Tanah Air.

Bukan hanya ketiga kawasan itu yang bertumbuh. Jalur Daendels telah pula menarik kota-kota yang dilaluinya ikut ”berbiak”. Arus urbanisasi di jalur ini pula yang telah membuat komposisi penduduk Jawa akhirnya berubah. Jika 200 tahun lalu daerah-daerah di jalur ini dihuni sekitar 1,9 juta jiwa atau 43 persen dari seluruh penduduk Jawa, kini telah dipadati 66,2 juta jiwa (53 persen) penduduk. Bertambah 12 juta orang dalam kurun dua abad, setara dengan gabungan jumlah penduduk Jakarta dan Bekasi.

Pisau bermata dua telah diciptakan Daendels. Jika suatu kota mampu memaksimalkan fungsi jalan yang telah dirintisnya sebagai alat pembuka pasar bagi kota lain, peluang untuk tumbuh dan membesar akan terbuka lebar. Sebaliknya, jika tidak, meskipun sebuah kota dilewati jalan penting ini, ia tidak akan berarti apa-apa. Jalur ini pun telah menjadikan ekonomi Jawa timpang. Bisa seperti Bandung, dapat pula seperti Panarukan.

Sumber: Kompas, Jumat, 29 Agustus 2008. Read More.. Read more!

Berharap Rumahnya Dibangun di Lingkungan Sekolah

Penjaga Sekolah yang Mengabdi di SMP Negeri 21 Batam

MAHALNYA biaya di Batam mengharuskan Darwoto, rekan Supar mengungsikan keluarganya ke kampung halamannya. Warga asal Banyumas, Jawa Tengah ini mengaku istrinya yang pulang terakhir dari Batam.

”Lagipula anak-anak perlu perhatian ibunya,” katanya penuh harap anaknya bisa terurus dengan baik. Sudah dua bulan ini, pria berusia 35 tahun ini hidup sebagai anak kos.
Memang tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menekan pengeluaran secara maksimal. Sehingga mampu menghimpun banyak duit di buku tabungan untuk keperluan penting dan kebutuhan mendesak di masa depan.
Faktor gengsi dan hobi acap kali menjadi penyebab banyak uang yang hilang untuk sesuatu yang kurang penting yang mengalahkan akal sehat.
Apalagi bagi seorang lelaki yang jauh dari keluarganya, seperti Darwoto. Namun Darwoto punya cara sendiri bagaimana menghemat gajinya agar sisanya bisa dikirim kepada keluarganya di kampung.
Anak Darwoto sudah dua, satu Elinda Rahmadani (9) dan Latif Hanifuddin (4). Biaya hidup istri dan dua anaknya di kampung juga berharap dari gaji sisa potongan biaya hidup Darwoto di Batam. Dengan gaji sebesar 960 ribu dari komite sekolah, penjaga sekolah ini memang hampir tak bisa melakukan apa-apa. Untuk urusan makan pun dia langsung serahkan ke pemilik rumah sekaligus dengan uang kontrakan kamarnya.
”Kalau mau masak sendiri gajinya pasti tidak cukup, karena harga-harga sembako sudah lebih gesit meroket. Daripada repot saya bayar saja Rp300 ribu setiap bulan sama makannya,” akunya.
Dengan cara ini, Darwoto baru bisa mengirimkan sisanya ke kampung, itupun tidak semuanya. ”Uang di kantor juga harus ada buat jaga-jaga, siapa tahu kita jatuh sakit,” katanya.
Selama setahun menjadi penjaga sekolah di SMP Negeri 21, dia melihat ada satu hal yang kurang dan diharapkannya. Ya... rumah penjaga sekolah belum ada dibangun di sekolah itu. Ia sangat berharap pihak sekolah maupun pemerintah bisa membangun rumah di lingkungan sekolah sebagai tempat tinggalnya. ”Ini untuk kepentingan sekolah juga,” ujarnya.
Selama ini, kata Darwoto, pihak sekolah mempekerjakan satu orang khusus untuk jaga malam. Meski demikian Darwoto dan Supar masih sering datang ikut membantu jaga malam. ”Tapi biasanya kami tidak sampai pagi. Jam 12 malam kami sudah pulang, seterusnya dilanjutin yang jaga malam sendirian,” ungkapnya.
Luasnya lahan memang tidak sebanding dijaga oleh satu orang. Jadi ada baiknya juga rumah penjaga sekolah ada di bangun di lingkungan sekolah. Sehingga siang malam sekolah tetap terjaga. ”Kalau terjadi apa-apa juga bisa cepat, dan jika guru membutuhkan kita, juga bisa cepat,” katanya.
Selain berharap mendapat rumah penjaga sekolah, pada akhirnya mereka juga berharap ada jaminan hari tua. ”Nanti kalau sudah lama bekerja disini, inginnya bisa diangkat jadi pegawai negeri, supaya tua nanti tidak terlantar,” harapnya. Jika sudah pegawai negeri, tentu dapat menikmatinya ketika pensiun tiba.
Kalau seperti ini terus sampai usia senja, tentu tidak ada mencoba menikmati uang pensiun dan tetap membanting tulang. Maka besar harapan saya kepada pemerintah daerah agar memperhatikan para penjaga sekolah. *** Read More.. Read more!

Penjaga Sekolah juga Penjaga Impian Siswa

Sebagai seorang penjaga sekolah, pribadi Supar telah terlatih untuk bertanggung-jawab atas tugas dan perannya, baik di dalam sekolah maupun keluarga. Pria yang satu ini juga merupakan sosok penjaga sekolah yang begitu memperhatikan siswa-siswa di sekolah.
”SEBAGAI seorang penjaga sekolah dan punya keluarga, tanggung jawabnya tidak hanya sampai di sana saja. Tapi 800-an siswa yang ada di sini juga bagian dari tanggung jawab kami,” begitulah pria ini mengibaratkan betapa pentingnya tugas yang diembannya.
Cuaca belakangan ini memang tidak mendukung bagi mereka yang bekerja di lapangan. Begitu juga Rabu (15/10) siang, ketika Batam Pos berkunjung ke SMP Negeri 21 Batam. Gerimis turun. Tapi Supar tidak begitu menggubris gerimis tersebut.
Pria kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah 40 tahun silam ini asyik saja memotong ilalang yang tumbuh di lahan sekolah itu. Dia menginginkan pekerjaannya hari itu cepat selesai.
Sebab masih banyak tugas di sekolah itu yang masih menantinya. Mulai menyapu bekas bungkus makanan yang dibuang sembarang oleh para siswa, kemudian merapikan taman, memperbaiki kursi rusak dan lainnya. Sayang, niat Supar tiba-tiba dihentikan oleh hujan. Ia pun memilih istirahat sejenak di kantin sekolah. Tapi karena hujan turun hingga sore, ia pun menunda pekerjaanya itu untuk esok hari.
Darwoto Jarwin, rekannya, yang baru membersihkan rumput di taman pun ikut bergabung. Saat mengobrol dengan Batam Pos, siswa SMP 21 Batam itu terlihat lalu lalang. Spontan dari mulut Supar melontarkan kata-kata yang bisa dibanggakan anak-anaknya. Ia mengatakan pendidikan adalah harga mati dan tak bisa ditawar-tawar, jika tidak ingin terpuruk di level paling rendah.
Ia menilai pendidikan adalah salah satu poin penting penentu masa depan ana-anaknya serta status sosialnya kelak di tengah-tengah masyarakat. ”Mungkin kalau punya pendidikan cukup, kehidupan saya tak menjadi penjaga sekolah. Ternyata betapa pentingnya pendidikan,” tutur Supar yang tak mau merinci latar belakang pendidikannya.
Tiga tahun mengabdi sebagai penjaga sekolah, mulai membuka ruangan saat subuh lalu, menyapu kantor guru lalu mengepel beberapa ruangan dan dilanjutkan dengan membersihkan lingkungan sekolah serta menutup kembali setelah pulang sekolah memang masih waktu yang begitu singkat.
Namun pekerjaan ini sudah melekat pada dirinya, sehingga tidak ada lagi istilah malas. Ia tinggal mengingat wajah anak-anaknya saja jika malas datang mendera. Seketika semangatnya akan langsung kembali pulih. Begitulah Supar mengatasi penyakit tersebut.
Dua dari tiga anaknya memang sedang membutuhkan biaya sekolah yang tidak sedikit, apalagi salah satunya di sekolah swasta. Demi anak-anaknya Supar pun seperti penjaga yang tak kenal lelah.
Melihat pentingnya pendidikan, pria yang akrab disapa Pak De di sekolah oleh guru dan siswa di sekolah berkali-kali mengucapkannya. ”Terasa sekali, jika kita berpendidikan rendah, semua pekerjaan akan identik dengan kerja kasar. Ini berat jika dialami mereka, sebagai penjaga sekolah kami juga bagian dari penjaga impian (cita-cita) mereka (siswa),” ujarnya.
Ia mengatakan demikian karena berdasarkan pengalaman yang dia lalui selama mengadu nasib di Batam.
Sejak tahun 1985 Supar sudah menginjakkan kakinya di Batam. Namun hingga sekarang pekerjaannya selalu tidak jauh dari kerja kasar. Mulai dari buruh bangunan, buruh di pelabuhan, mengojek, dan lainnya. ”Pengalaman kerja kasar sudah ibata obat anti nyamuk, mutar-mutar. Tapi ketekunan membuat saya masih bertahan sampai sekarang,” kata pria yang juga dekat dengan siswa-siswa di sekolah itu.
Sulitnya ekonomi di level rendah itu membuat Supar warga Kavling Baru Blok A4 No 54 harus bekerja lebih giat lagi demi anak-anaknya. Ia sangat tidak ingin anak-anaknya putus sekolah. Setidaknya, tiga anaknya tersebut diharapkannya lulus selevel SMA. Karena dengan ijazah SMA sudah bisa bekerja di sebuah perusahaan.
Seperti anak pertamanya Rusmiati (18) yang berhasil lulus SMA. Sekarang gadis pertamanya itu juga sudah mendapat penghasilan setelah diterima bekerja di salah satu perusahaan di Mukakuning. ”Alhamdulillah, Rusmini sudah bisa membantu ekonomi keluarga kami,” katanya bangga. Supar juga tak habis-habisnya memberikan nasehat pada putrinya agar tidak lupa dengan kondisi ekonomi keluarganya yang miskin.
”Saya selalu menasehatinya (Rusmiati, red), agar tidak boros menggunakan uang. Maklumlah Batam kan penuh dengan godaan-godaan. Saya selalu bilang jangan pernah lupa asal keluargamu. Jangan lupa kacang akan kulitnya. Senangnya sampai saat ini (dia) masih bisa dibilangin,” katanya.
Dia sangat bersyukur anak-anaknya tidak ada yang membuat dirinya kerepotan meski tak berprestasi di sekolah. Aji Prianto (16) dan Toni Riskito (13) masih duduk dibangku sekolah. Satu di SMK Teladan Batuaji dan satunya di SMP 21, tempat Supar bekerja. Harapannya, profesi ketiga anaknya tidak mengikut jejaknya.
”Mereka harus bisa, jangan seperti bapaknya pekerja kasar. Saya juga tidak ingin melihat hidup mereka seperti saya. Makanya di sekolahkan,” harapnya. Bahkan, rumah Supar yang membutuhkan perbaikan tidak diprioritaskan karena lebih mementingkan biaya untuk sekolah anak-anaknya. Rumah yang di atas lahan seluas 10 x 6 meter hasil ganti rugi saat tinggal di ruli Pelita dibangun seadanya.
Memang sudah beton permanen, tapi terlihat masih butuh polesan agar sedikit lebih bagus. Rumah belum bisa selesai dibangun, plafonnya belum ada, belum juga di keramik karena biayanya untuk sekolahin anak. ”Memang saya bukan bermaksud berlebihan, tapi katanya kalau punya impian selalu bikin kita semangat bekerja,” ujarnya sembari tersenyum.
Nah, untuk meraih impian itu Supar mengaku selalu menjaganya dengan cara serius bekerja di SMP Negeri 21 Batam. Yakni mengawasi sekolah dengan areal lahan sekitar dua hektar itu setiap harinya. Bahkan saat malam yang bukan tugasnya jaga, Supar tetap saja datang untuk membantu menemani temannya yang jaga malam ronda.
”Hanya saja memang tidak sampai subuh. Sekitar tengah malam saya pamit pulang, karena besoknya bekerja lagi. Untung saja rumah dekat sehingga bisa datang sebentar-sebentar melihat sekolah,” katanya.
Ternyata Supar tidak hanya bertugas membersihkan ini dan itu. Banyaknya kejadian kebakaran belakangan ini menjadi perhatian pihak sekolah. Mereka pun, diharapkan bisa lebih mawas diri dan semakin meningkatkan kesadaran terhadap beratnya tugas dan tanggung jawab yang mesti diemban dalam mengawal keamanan sekolah khususnya diwaktu malam hari. Karena memang hal-hal yang tidak diinginkan dapat terjadi kapan saja dan tanpa diduga.
Guru juga meminta padanya maupun Darwoto untuk selalu mengawasi siswa agar tidak melarikan diri alias bolos dengan cara melompat pagar saat jam belajar. Tugas ini memang sedikit lebih susah. Karena bagian belakang saja yang baru di pagar.
Itupun siswa masih saja mudah melompatnya kalau mau. Karena pagarnya tidak tinggi. Sedangkan bagian depan sekolah memang masih belum berpagar. Sehingga jika guru atau penjaga sekolah lalai, siswa boleh saja dengan mudah bolos dari sekolah. Ia mengaku beberapa waktu lalu siswa pernah bolos dengan melompat pagar. Tapi sekarang sudah tidak pernah lagi, setelah diingatkan mereka dan diberitahu pada gurunya.
Gaji yang diterima Supar sebesar upah minimum kota (UMK) Rp 960 ribu setiap bulan. Berdasarkan kebutuhan layak hidup di Batam kata dia gaji tersebut memang tidak mencukupi menghidupi seorang istri dan tiga anaknya. Padahal istri Supra, Sawitri juga sudah bekerja sebagai karyawan operator di salah satu perusahaan di Mukakuning pun tidak mengubah kehidupan mereka.
Semuanya serba terbatas dan pas-pasan. Karena itu, ia pun memilih berprofesi ganda yaitu sebagai penjaga sekolah sekaligus tukang ojek. Ia mengojek setelah pulang sekolah. ”Penghasilan dari ojek kan tidak seberapa. Karena paling nganterin bu guru dan siswa. Itupun kalau diminta. Ya hasilnya cuman bisa beli bensin dan rokok-lah,” akunya tanpa mematok bayaran setiap membawa tumpangan.
Saking hidpnya pas-pasan, Supar mengaku sering menemui pihak keuangan sekolah untuk memohon pinjaman. Bahkan saking seringnya ia tidak bisa menghitung sudah berapa kali meminjam uang ke sekolah itu. Ia pun mengembalikan dengan sistem cicilan potong gaji. ”Pihak sekolah memang sudah cukup baik pada saya,” ujarnya.
Bahkan satu peristiwa yang tak bisa dilupakannya. Yaitu saat putrinya Rusmiati mau lulus sekolah. Pihak sekolah mengharuskan untuk menebus ijazah dan dokumen lainnya bisa diambil setelah menyetor uang sebesar Rp300 ribu. Saat itu mereka tak punya uang, sementara waktu pengambilan dokumen juga dibatasi.
”Sempat kelimpungan, tapi untung pihak sekolah tempat saya kerja mau memberi pinjaman tanpa kerumitan, ijazah dan berkas-berkas Rumiati bisa kami ambil,” katanya.
Ironisnya, meski Supar dan istrinya Sawitri bekerja, namun ia mengaku mereka tidak punya tabungan. ”Kalau butuh uang pasti pinjam ke sekolah,” tambahnya.
Putrinya yang kini bekerja sebagai karyawan ini sudah membantu keuangan keluarganya.
”Lebaran kemarin putri saya yang membelikan baju,” ujarnya haru bercampur bangga.
Ia mengaku masih betah bekerja sebagai penjaga sekolah. ”Saya juga masih ingin mengawasi anak saya serta yang lainnya,” paparnya. *** Read More.. Read more!

Terima Cacian Sudah Hal yang Biasa

Friday, October 17, 2008

Berhasil menyelamatkan jiwa korban kebakaran dan memadamkan api serta menyelamatkan dokumen dan benda menjadi kepuasan tersendiri bagi para petugas PBK.
Namun menjadi petugas yang selalu berhadapan si jago merah itu tidak lah mudah, butuh ketahanan fisik yang prima juga harus memiliki pengalaman dengan api jika tidak menjadi korban keteledoran dan kecerobohan sendiri.
“Menjadi petugas PBK juga harus memiliki teori pemadaman, jadi tidak asal semprotkan air,” ujar Kasi Pencegahan dan Pengendalian Kantor Pemadam Kebakaran Kota Batam, Samudro.
Menjadi petugas PBK selama 24 tahun bukan waktu yang pendek. Banyak cerita yang ia peroleh dari tugasnya itu. Mulai menyelamatkan nyawa orang hingga dicaci karena dinilai terlambat menangani kebakaran.
Cacian yang keluar dari mulut korban yang tengah panik, sudah dianggap mereka bagian daripada pekerjaan.
Jika orang yang sedang panik, justru masalah yang akan bertambah.
“Karena itu cacian sudah kejadian yang biasa bagi kami,” tutur Samudro yang juga mantan dari petugas PBK OB ini.
Menurut mereka menjalankan tugas bukan tidak ada kendala yang dihadapi. Mulai dari terlambatnya datang informasi, macetnya lalu lintas, serta sulitnya mencapai lokasi kebakaran menjadi kendala utama dalam setiap menjalankan tugas. Tetapi semua itu dilalui kebersamaan oleh petugas PBK.
Dalam menjalan tugas petugas PBK juga harus berkordinasi dengan instansi seperti PLN, ATB, rumah sakit dan juga kepolisian. Agar dalam menjalankan tugas tidak menemui kendala.
Misalnya pada PLN. Jika terjadi kebakaran yang diakibatkan oleh arus pendek, pihaknya harus berkordinasi dengan PLN untuk melakukan pemadaman listrik.
“Jika tidak dipadamkan petugas PBK bisa jadi korban sentruman arus listrik,” ujarnya. (ray)


Dilapangan kata Samudro masing-masing petugas selalu kompak dan tidak memiliki birokrasi yang rumit saat dalam bekerja. Karena itu “Fire fighter adalah brotherhood,” ungkapnya.
Dari selama 24 tahun bertugas di PBK Batam, satu kejadian yang tidak terlupakan olehnya dan juga rekan-rekan seperjuangannya. Adalah pada saat kebakaran besar yang terjadi di salah satu pusat pertokoan di Nagoya beberapa tahun lalu. Mereka memadamkan api hingga pagi. Pada peristiwa mengenaskan itu sebanyak sembilan orang meninggal dunia.
“Kita baru tahu ada sembilan orang yang meninggal, setelah paginya. Kita bahkan tidak tahu telah menginjaknya,” kenang Samudro, yang juga dibenarkan Kepala PBK Wilayah Sekupang, Jamalus.
Samudro yang juga turun pada pemadaman kebakaran dua titik pada Rabu (9/10) lalu di Tembesi dan Seipanas ini mengakui sampai sekarang pihaknya belum memiliki armada untuk berperang. Maka itu setiap kejadian pihaknya baru bisa melakukan koordinasi dan turun kelapangan membantu petugas PBK OB memadamkan api.
Pada umumnya Samudro berpesan agar masyarakat memperhatikan hal-hal yang dianggap sepele seperti seperti lupa mematikan kompor minyak, kabel instalasi dan kebocoran gas.
Karena selama ini kejadian kebakaran di Batam kebanyakan disebabkan oleh human error atau yang disebabkan oleh manusia. Seperti teledor mematikan kompor minyak atau tidak memeriksa tabung gas yang bocor. “Masyarakat harus lebih teliti,” ucapnya.
Selain menyelamatkan jiwa dan benda, petugas PBK juga menyelamatkan meluasnya kebakaran hutan, yang entah sudah berapa banyak yang terbakar. Kesulitan dalam memadamkan kebakaran hutan pernah membuatnya kewalahan. “Misalnya mencapai titik api ke tengah hutan dengan area yang sulit, semua itu pernah dilewati,” katanya.
Setelah 24 tahun bertugas di PBK OB, kini dia ditempatkan di PBK Batam. Meski belum punya armada, namun mereka bergabung dengan PBK OB saat kebakaran terjadi dimana saja. Ia hanya berharap PBK Batam yang baru terbentuk dua bulan yang lalu bisa memiliki armada.
“Sehingga kita bisa membantu PBK OB,” tuturnya. Read More.. Read more!

Ratusan Hidran Tak Berfungsi

Ada persepsi yang salah bahwa proteksi kebakaran cukup dengan penyediaan alat-alat pemadam saja. Tidak cukup hanya menyediakan, tetapi juga wajib pada perawatannya. Kendala inilah yang ditemui PBK OB saat berjuang memadamkan api yang melalap Carnaval Mall, pekan lalu. Tempat penampungan air yang disediakan oleh pengelola juga tidak berfungsi saat digunakan. Sarana proteksi kebakaran tidak berfungsi dengan baik. Baik di dalam maupun di luar gedung.
”Pompa di tanki air mall itu rusak. Inilah satu kendalanya, tidak ada perawatan, sehingga saat emergensi tidak dapat difungsikan dan akibatnya fatal,” ungkap Kasat PBK OB Kompol Gunadi.
Gunadi menjelaskan sarana proteksi kebakaran yang di luar adalah jenis hidran. Pipa ini biasa dilihat di pinggir-pinggir jalan dan gedung. Termasuk di Carnaval Mall ada tiga hidran. Tapi parahnya ketiga hidran itu katanya tidak bisa digunakan, airnya tidak ada.
Tiga bulan yang lalu, lanjut Gunadi bersama-sama dengan PBK kota Batam, melakukan pemeriksaan seluruh hidran di kota Batam. Parahnya dari hasil pemeriksaan itu, ditemukan tidak semua hidran (titik sumber air untuk pemadam kebakaran) dalam kondisi baik dan memiliki air yang cukup.
Malah, ”Ratusan hidran yang berada di pinggir jalan saat ini dinyatakan tak berfungsi. Mulai air tak mengalir, hingga pipa tak bisa digunakan,” ujarnya. Menurut Gunadi kerusakan itu adalah tanggung jawab daripada pengelola baik kawasan industri, perumahan, pertokoan, gedung tinggi dan pusat perbelanjaan.
Sementara untuk menangani kebakaran hutan, pada dasarnya PBK menggunakan sistem supplay, karena tidak ada hidran menuju hutan. Tapi ke depan untuk menjamin ketersediaan air, kata Gunadi, master plan sumber air untuk pemadaman kebakaran ini mestinya dijadikan bagian dari master plan kota keseluruhan.
Namun masalahnya bukan sekadar jumlah dan kondisi peralatan. Konsekuensi dipasangnya sarana proteksi kebakaran adalah adanya jaminan bahwa peralatan itu senantiasa siaga. Selain permasalahan dengan hidran, ternyata infrastruktur juga menjadi kendala yang berarti bagi petugas PBK. Jalan-jalan di kota Batam sempit sehingga susah menjangkau lokasi kebakaran.
”Apalagi kesadaran masyarakat kurang. Kalau ada kebakaran langsung menonton, kita pun jadi terganggu untuk memadamkan api,” ujarnya sambil tersenyum.
Tidak berfungsinya alat menunjukkan kurang diperhatikannya aspek pemeriksaan dan pemeliharaan. Untuk meminimalkan terjadinya kebakaran, manajemen keamanan kebakaran atau fire safety management (FSM) menjadi sangat mendesak untuk dilakukan.
”hAda persepsi yang salah pada masyarakat bahwa proteksi kebakaran cukup dilakukan dengan menyediakan detektor, alat pemadam ringan, dan hidran,” ujarnya.
Menurut Gunadi, setiap bangunan harus memiliki sarana proteksi kebakaran. Mulai hidran, fire alarm, sprinkler hingga lain-lainnya. Karena semua itu diatur baik adalam undang-undang maupun peraturan pemerintah. Diantaranya Keputusan Menteri PU Nomor 11 Tahun 2000 juga diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
Kemudian PP Nomor 36 Tahun 2005 mengenai pelaksanaan UU Bangunan. Ada lagi Kepmen Tenaga Kerja. Tapi sebenarnya lebih mengacu kepada Kepmen PU karena menyangkut bangunan dan keselamatan orang. Sementara Kepmen Tenaga Kerja hanya manusianya saja.
Pencegahan dapat dilakukan dengan sistem proteksi kebakaran standar. Sarana proteksi kebakaran terdiri atas sistem proteksi aktif dan pasif. Alat pemadam api ringan merupakan salah satu sarana proteksi aktif, seperti menyediakan racun api. Di rumah siapkan saja yang kecil dan anggap saja investasi.
”Harga sarana proteksi kecil tentu tak sebanding dengan yang diakibatkan kebakaran. Kalau terbakar justru kerugian bisa lebih besar,” ungkapnya. Read More.. Read more!

Tidak Lagi Sekadar Memadamkan Api

Ungkapan ”kecil jadi kawan, besar jadi lawan” masih digunakan unit Pemadam Bahaya Kebakaran (PBK) Otorita Batam (OB) setiap sosialisasinya ke masyarakat.
Dahsyatnya sebuah musibah kebakaran yang dapat menghanguskan harta benda sekaligus jiwa manusia sebenarnya bisa diantisipasi melalui kewaspadaan masyarakat. Begitulah yang diungkapkan Kasat PBK OB Kompol Gunadi dalam pertemuan dialog Batam Forum yang diadakan Batam Pos, Rabu (8/10) di kantor Otorita Batam, Batam Centre. ”Aksi yang cepat dan tepat bisa menghambat perambatan api menjadi besar disamping peranan maksimal armada PBK dalam menanggulanginya,” ungkapnya.
Gunadi menjelaskan di kota Batam masih banyak pengelolaan sarana proteksi kebakaran di wilayah pertokoan, perumahan, gedung-gedung dan mall belum memenuhi standar. Padahal, bagi perusahaan asuransi, standar akan menjadi referensi penting.
Melihat pertumbuhan bangunan dan penduduk Kota Batam yang semakin pesat, jumlah pos yang tersebar sekarang juga kurang memadai. Sampai sekarang baru ada tujuh pos PBK tersebar di pos Duriangkang, Sagulung, Sekupang, Batuampar, Seipanas, Nongsa, Punggur dan Tanjunguncang.
Tujuh pos ini menurut Gunadi tidak lagi ideal. Sebab jumlah kawasan industri, perumahan, pertokoan, dan pusat perbelajaan bertambah di mana-mana. ”Pos PBK sebanyak itu belum memadai karena kita tahu sendiri seperti apa perkembangan fisik bangunan dan penduduk di Batam,” urainya.
Dengan kondisi sarana dan personil yang sekarang, Gunadi mengaku pihaknya belum menemui kendala yang sangat berarti dari sisi internal. Bahkan saat penangan kebakaran di gedung setinggi Planet Holiday Hotel.
Tetapi kekurangan-kekurangan sekarang harus cepat-cepat di antisipasi. Karena ke depan keberadaan PBK di kota Batam bukan lagi hanya sekadar memadamkan api. Bagaimana pun, peranan pemadam kebakaran sangat penting untuk membantu investasi di kota ini. Investor juga melihat hal-hal kemampuan PBK dalam mengelola penanggulangan kebakaran. ”Dan kita pernah ditanyakan Investor dari Jerman tentang kecepatan PBK Batam sampai di lokasi kebakaran,” katanya.
Seperti di ibu kota negara Korea Selatan, Seoul, dalam waktu 5 menit sudah sampai di lokasi kebakaran. Itu waktu yang ideal. Seoul bisa mencapainya karena radius 1 km ada pos. Di Batam radius antara pos masih sekitar 7,5 km. Jarak tempuh juga baru bisa dicapai standar di Indonesia yakni 15 menit. Mulai terima informasi hingga tiba di lokasi kebakaran. ”Itu memang standar Indonesia, PBK Jakarta saja belum bisa capai lokasi dalam 15 menit,” tuturnya.
Batam memang belum mampu seperti Seoul, tetapi ke depan PBK OB harus bisa mempersingkat waktu sampai ke lokasi kebakaran. Mau tidak mau harus memperbanyak pos-pos di setiap kawasan kota. Idealnya, jika dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduk, sekurang-kurangnya mobil harus ada 16 unit atau menambah delapan unit lagi, dan personil sekitar 200-an orang.
Jadi kalau ada kebakaran, unit-unit terdekat sudah bisa bergerak menanggulanginya.Tidak lagi menunggu armada dari pusat dulu baru apinya disiram.
Sekarang jumlah personel yang ditempatkan di tujuh pos itu ada sebanyak 131 orang. Saat bertugas mereka dibagi dalam tiga giliran setiap jaga, dengan komposisi satu unit kendaraan diawaki enam orang. Dari tujuh pos itu, mobil PBK ada sebanyak delapan unit mobil pompa dan dua unit mobil tangga.
Armada yang dimiliki juga tidak memiliki tekanan air yang merata. Armada pompa paling bagus yang baru dimiliki PBK OB bertekanan 10 bar. Tapi Gunadi mengaku pompa yang sekarang sudah cukup bagus. Tapi bukan berarti ke depan tidak butuh yang lebih bagus. Gunadi mengaku beberapa peralatan seperti selang sudah ada yang rusak dan minta ganti. ”Kita butuh yang baru,” kata Gunadi.
PBK baru punya jenis pemadaman semprot air, sedang jenis foam baru digunakan di bandara saja. Terkait teleponusil, ”Alhamdulillah berhasil, sekarang telepon usil sudah berkurang,” tuturnya. ***





Kendala yang cukup mengganggu adalah telepon palsu dari orang-orang usil. Entah kenapa mereka itu suka sekali mengganggu kerja PBK OB. Kita sudah melakukan upaya setiap kali mendapat gangguan telepon tersebut. Untuk mengurangi telepon usil seperti itu, PBK OB telah koordinasi dengan Telkom bagaimana cara mengatasi. ”Alhamdulillah berhasil, sekarang telepon usil sudah berkurang,” tuturnya.
Bagaimana koordinasi dengan instansi terkait lainnya dalam hal penanggulangan kebakaran? Selama ini koordinasinya dengan berbagai instansi tetap berjalan baik. Termasuk dengan PBK Pemko Batam yang memang belum memiliki armada sama sekali. Juga dengan kepolisian, TNI ataupun kehutanan, tetap berjalan dengan baik. Perhatian Otorita Batam terhadap PBK juga sangat bagus. Terakhir ada pesawat heli milik OB yang setiap saat dibutuhkan bisa digunakan untuk memadamkan kebakaran. Yang penting dengan keberadaan kantor PBK Pemko bisa bersinergi membangun yang kurang-kurang saat ini.
Bahkan ke depan lanjut Gunadi fire fighter sudah sepatutnya memiliki kemampuan juga untuk menanggulangi bencana-bencana lain, seperti penanggulangan bencana alam, kecelakaan lalu lintas, seperti yang ada di beberapa provinsi lain. “Ke depan kita sudah bisa menanggulangi segala bencana, baik yang diakibatkan oleh alam maupun perbuatan manusia dan kita tidak lagi sekadar memadamkan api,” ucapnya.
Perlahan tapi pasti, PBK OB juga terus melatih personilnya untuk peningkatan SDM. Kemudian secara berangsur-angsur armadanya dilengkapi, karena peralatan juga menyangkut pembiayaan. Sebab untuk berbuat yang lebih bagus haruslah didukung dengan anggaran yang memadai. *** Read More.. Read more!

Banyak Request Ayat Quran tentang Musibah

Pasca-Kebakaran yang Menimpa Radio Hang 106 FM

”Selamat siang pendengar setia radio Hang106 FM. Di sini kami kembali mengudara untuk Anda. Kami mohon maaf, tidak dapat menyuguhkan cerita salah satu dari 60 biografi ulama’salaf yang semestinya Anda dengarkan siang ini. Berhubung karena buku tersebut ikut terbakar pada kejadian yang lalu, sebagai gantinya kami menyuguhkan cerita kisah Malik bin Sinan, Lelaki yang Dijamin Surga”.
Demikian Abu Zahroh menyapa pendengar setia Hang FM saat mengawali membuka siaran, Kamis siang lalu, saat Batam Pos berkunjung ke mesjid Sabilun Najaah kantor baru yang kini digunakan Hang106 FM mengudara pasca kebakaran.
Radio ini bertempat di lantai dua mesjid Sabilun Najaah, Merapi Subur Batuaji. Hanya satu stiker kecil bertuliskan Radio106 Hang FM menempel di pintu yang sekaligus pintu masuk studio. Itulah yang menandakan itu studio mini Hang FM.
Tak lama seseorang keluar dari dalam studio itu. Terakhir diketahui itu adalah Abu Anas bagian Teknisi studio. Setelah mengobrol beberapa menit, dia pun mempersilakan masuk studio. Di dalam telah ada Abu Zahroh penyiar yang sibuk siaran membacakan buku kisah heroik Malik bin Sinan di jamannya dulu.
Studio itu sempitnya bukan main yaitu seukuran 5 x 4 biji kotak keramik ukuran 60 cm dibentang. Seluruh dinding dilapisi pengedap suara yang terbuat dari busa setebal 5 cm. Di dalamnya hanya ada dua meja mini yang menjadi tempat dua unit komputer. Satu untuk penyiar dan satu lagi untuk digunakan teknisi. Dan juga ada Alquran ukuran kecil dan beberapa buku tafsir tentang Alquran.
Meja itu juga sekaligus sebagai tempat peralatan elektronik seperti mixer, amplifier, speaker mini, dan peralatan lainnya. Meski sempit, tapi suasana tetap nyaman, karena satu unit pendingin udara senantiasa menyejukkan hawa studio.
Disela-sela Zahroh sibuk siaran, Abu Anas bertutur bahwa studio mini dulunya berperan hanya sebagai relay. Maksudnya, setiap hari pukul 06.00 WIB dan pukul 20.00 WIB pengajian di mesjid itu langsung di relay ke studio pusat di Batam Centre (sebelum terbakar) untuk disiarkan langsung kepada masyarakat. “Tapi sekarang sudah disiarkan dari sini semua,” ungkapnya.
Dulu studio mini itu hanya berdaya 30 watt, dan sekarang telah dibesarkan menjadi pemancar utama berdaya 300 watt. Jangan ditanya setiap hari Selasa pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 09.00 WIB studio itu akan ramai dengan telepon masuk.
Maklum karena jam tersebut, adalah jadwal siaran interaktif, Quran by request dan Hadis by request. Dua siaran ini merupakan favorit dari segala batasan usia. By request itu banyak yang minta ayat Alquran mengenai musibah.
”Volume permintaan juga lebih besar dibanding sebelumnya. Mungkin ini karena Hang FM juga baru mengalami musibah,” katanya. *** Read More.. Read more!

Berdakwah dengan Keterbatasan

Hang FM Bangkit dari Puing

KANTOR pusat Radio Hang di Carnavall Mall Batam Centre -biasa disebut My Mart- pasca kebakaran tinggal menyisakan puing. Seluruh peralatan penyiaran radio Hang 106 FM yang menyuarakan Sunnah di kota Batam dan unit usaha lain yang berunuansa islma telah berubah menjadi abu. Hanya sedikit aset yang terselamatkan yaitu sebagian buku-buku tentang agama Islam.
Meski aset telah berubah jadi abu dan arang namun, tidak dengan semangat kru radio Hang. Wajah-wajah optimis untuk bangkit jelas terpancar dari wajah mereka. Semangat itu kembali setelah melihat respons masyarakat, yang merupakan pendengar setia mereka meminta agar Hang terus berdakwah.
Bahkan dorongan semangat itu juga datang dari pendengar setia Hang FM dari Singapura, Rabu lalu. Termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Batam. “Saat kejadian kita down. Tapi respons masyarakat saat itu membuat semangat kita kembali. Dan putuskan untuk bangkit dan terus berdakwah,” tutur Zein, salah satu pengelola Radio Hang FM.
Akhirnya, kru melupakan sejenak kejadian itu dan memulai tahap yang baru. Zein menganggap kejadian itu adalah suatu titik dimana radio Hang akan terus semangat berdakwah walaupun mendapat kejadian tersebut. Berkat dukungan pendengar setia, Hang FM pun akhirnya kembali siaran.
Selasa (7/10) lalu radio Hang kembali siaran atau mengudara menyuarakan sunnah kepada pendengar. Meski masih menggunakan peralatan yang memang masih serba terbatas. Pasca kejadian radio yang didengar secara langsung oleh masyarakat sekitar Batam, Singapura, dan Malaysia, serta didengar juga seluruh dunia melalui streaming hanya memiliki daya 300 watt.
Radio Hang106 saat ini bisa mengudara lagi dengan memanfaatkan station relay (tower) yang ada di masjid Sabilun Najaah, Merapi Subur Batuaji. Peralatan pemancar sementara memakai atau menggunakan pemancar dari Radio Bayan Tanjungpinang dan komputer serta mixer dari studio mini Hang106 yang ada di Masjid Sabilun Najaah.
Sebelumnya studio di masjid Sabilun ini hanya digunakan untuk relay. Misalnya jika ada pengajian pagi hari dan malam hari langsung di relay ke pusat di kantor Hang FM di My Mart yang kini terbakar untuk disiarkan. ”Tapi setelah kejadian, studio mini ini sudah dijadikan pemancar sementara,” kata Abu Anas bagian Teknisi Hang FM saat ditemui di studio, Kamis.
Dengan kondisi 300 watt Zein mengatakan radius jangkauannya hanya 15 hingga 20 km. Radius itu memang sangat kecil dibanding sebelumnya radio Hang yang menggunakan 7000 watt dan mampu menyuarakan Sunnah sampai ke dua negeri jiran Indonesia.
Meski dengan kondisi terbatas namun semangat suarakan Sunnah seakan tanpa ada kendala yang berarti. Buktinya, kajian malam pertama siaran bersama Ust, Abu Fairuz bisa berjalan dengan lancar. ”Ini berkat dukungan do’a dari kaum muslimin yang ada dimana saja,” ujar Zein.
Saat ini berdasarkan informasi terjauh bisa didengarkan di Perumahan Lengenda Malaka dengan menggunakan/menjadikan antena TV sebagai penguatnya (yaitu memparalelkan antena radio ke boster antena TV) atau dengan membuat antena sepanjang pipa besi antena (panjangnya 6 m). Dan tanpa bantuan antena siaran bisa didengarkan di sekitar Pulau Sambu - Belakang Padang.
Jangkauan radio Hang saat ini kalau dibuat garis lingkaran baru bisa meliputi wilayah Batuaji, Muka Kuning, Tanjung Piayu, Sekupang, Pulau Sambu, Pulau Buluh, Jembatan 2 Barelang, Simpang Kabil, Marina dan Legenda Malaka (menggunakan antena tambahan). ”Mudah mudahan kedepannya bisa dinaikan lagi power pemancarnya. Semoga Allah menggantikan dengan yang lebih baik,” ungkap Zein optimis.
Menurut Zein Kota Batam merupakan kota yang cukup pesat perkembangannya saat ini, baik dilihat dari dimensi geografis, sosiologis, ekonomis dan teknologis. Dengan lokasi sangat strategis, Batam sebagai kota Industri sangat membutuhkan Radio dakwah yang mendukung proses pembangunan dengan pembinaan akidah yang lurus dan akhlak yang mulia.
Peningkatan intensitas dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sarana yang mungkin dioptimalkan salah satunya, radio. Bahkan trend beberapa dasawarsa terakhir ini menunjukkan bahwa radio telah menjadi pilihan favorit bagi masyarakat untuk mendengarkan dakwah.
Hanya saja proporsi dakwah masih relatif kecil dibandingkan dengan total program yang disiarkan oleh radio. Artinya, hingga saat ini masih sangat sedikit ditemukan radio yang terfokus di bidang dakwah, sebagaimana perkembangan yang terjadi di dunia pertelevisian, seperti TV/radio News, TV/radio musik, TV/radio lain.
”Ini salah satu alasan kita menjadikan radio Hang FM total menjadi radio dakwah,” katanya. Ketika memutuskan total radio dakwah lanjut Zein, sponsor memang langsung pada tarik diri. Secara hitung-hitungan bisnis radio dengan aset mencapai Rp700 juta ini sudah lama tak jalan.
Apalagi pasca kejadian itu, semua aset sudah hangus jadi abu. Tapi Allah yang punya kuasa dan bekerja, radio Hang FM selalu diberi kemudahan. Salah satunya, sebagian file-file masih ada tersimpan. “Ini satu bukti nyata, kita masih bisa survive sampai sekarang dan tak sulit untuk melanjutkan (mengudara),” tambahnya.
Sebagai radio dakwah terbesar dan sudah menjadi oase dalam masyarakat Batam, Zein tidak berpikiran negatif tentang munculnya pesaing-pesaing baru. Zein justru menilai pertumbuhan radio dakwah di kota Batam semakin baik untuk Hang FM terutama bagi masyarakat. Karena masyarakat bisa semakin banyak mendengarkan dakwah islam.
”Karena radio dakwa juga tidak terpikir untuk bisnis tapi dakwah jadi ada baiknya buat kita. Justru kita semakin menjalin kerjasama dengan radio-radio dakwah tersebut,” ujarnya.
Strategis dan pentingnya mengembangkan radio dakwah tidak terlepas dari pertimbangan atas luasnya jangkauan yang dapat dicapai oleh siaran radio. Dengan jangkauannya demikian, radio mampu membuka akses yang lebih mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan dakwah Islam.
Dengan radio, setiap orang dapat mendengarkan dakwah, dimanapun dan dalam kondisi apapun. Pengalaman yang telah dilalui radio Hang juga telah membuktikan kemudahan yang dapat diperoleh oleh masyarakat. ”Selama Ramadan saya pendengar setia Hang FM, apalagi dekat-dekat buka puasa,” celetuk Jamil salah seorang wartawan koran ini mengamini pernyataan Zein.
Untuk kembali pulih seperti semula, lanjut Zein tak susah jika semua kru yang terdiri dari hanya tujuh orang itu optimis dan tanpa ragu. apalagi perizinan untuk radio ini tinggal satu langkah lagi. Dalam kondisi sulit setelah kejadian kebakaran itu, biaya menjadi faktor utama membangun bahtera radio Hang FM.
Zein juga mengakui kelangsungan radio Hang FM juga tidak terlepas dari bantuan teman-teman yang mau meminjamkan seperti peralatan radio, materi maupun spirit. Semua itu juga menjadi semangat baru radio ini. Mereka juga melanjutkan siaran selama 24 jam dengan perlengkapan terbatas. Untuk itu mereka tak patah semangat.
Dengan semangat baru itu, Hang FM juga ingin mewujudkan radio ini menyerupai Radio Republik Indonesia (RRI). Beberapa daerah seperti Singapore, Johor, TPI, Bangka Belitung dan Natuna telah mengambil siaran dari Hang FM. ”Saat kejadian itu kita sedang merintis di Dabo,” terangnya.
”Jadi kalau ditanya tadi, apakah Hang FM bisa pulih. Saya pikir malah bisa lebih dari yang kita punya sebelumnya, kalau semuanya bersama-sama, Insyaallah,” ucapnya tersenyum.
Sebagai radio Dakwah Islam yang professional, dan didengar kaum muslimin di Batam dan sekitarnya sangat terhibur dengan program-program yang diluncurkan Hang FM. Mereka menelpon ke Hang FM, mengirimkan sms dan email untuk mengirimkan atensi salam, memberikan opini dan sebagainya.
Mereka juga meminta memutarkan Alquran, Hadist, do’a yang telah disiapkan di studio (sama seperti song by request yang diusung oleh radio yang lain). Namun radio Hang mempunyai kelebihan tersendiri. Selain terhibur, para penelpon dan pendengar juga sekaligus menentramkan dan mendapatkan tambahan ilmu Agama dan Ibadah dengan mendengarkan Alquran, Hadist dan do’a. ”Selain terhibur, mereka juga sekalian menuntut ilmu agama,” katanya.
Menurut manejemen Hang FM PBK sudah berusaha semaksimal mungkin memadamkan api. ”Kami berterima kasih baik moril maupun materil pada masyarakat yang telah membantu Hang FM agar radio dakwah ini bangkit kembali,” tutupnya. *** Read More.. Read more!

Formasi atau Batas Jumlah Kendaraan Bermotor di Kota Batam

Friday, October 10, 2008

Jenis 2008 (unit) 2013 (unit)
Sepeda Motor 45.000 40.000
Mobil penumpang 36.000 45.000
Mobil bus 5.100 6.400
Mobil barang 9.525 12.000

Sumber: SK Wali Kota Nomor 09 tahun 2003 pasal 3 ayat (1) Read More.. Read more!

Taksi Batam Masih Seperti Angkot

Sebagai kota yang berdekatan dengan Negara maju seperti Singapura dan Malaysia, Kota Batam tentu butuh angkutan umum yang aman dan nyaman untuk ditumpangi penumpang. Namun taksi yang seperti ini belum ada ditemui di Batam.
Mulawarman mengatakan taksi yang aman dan nyaman bagi masyarakat dan wisatawan adalah taksi yang memiliki argo meter. Sebab itu masyarakat terlebih lembaga lainnya seperti perhotelan mendesak Organda untuk melakukan penertiban seperti monopoli dan mewujudkan taksi argo meter itu.
”Kita sedang tata itu. Selama ini masih melenceng dari defenini taksi. Taksi di Kota Batam masih seperti angkot, belum taksi sesungguhnya,” tegas Mulawarman.
Budaya operator ini secara prontal sangat berat untuk diperbaiki. Tapi semua itu bisa dilakukan dan bisa berhasil, jika dimulai dari Masyarakat dan didukung keseriusan pemerintah. ”Ini yang kami tantang dari pemerintah, supaya sistem transportasi taksi tertata,” tantangnya.
Pada intinya, Organda siap membantu mewujudkan tuntutan masyarakat dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dan wisatawan Batam, disamping mencari keuntungan.
Sebenarnya kata Mulwarman, persoalan angkutan umum tidak hanya pada taksi, mini bus, angkutan karyawan dan carry. Tapi juga menemui persoalan pada angkutan barang. Untuk angkutan yang satu ini tidak ada standar pelayanan dan tak ada standar cara.
”Hampir mayoritas usaha angkutan barang di Batam masih menggunakan plat hitam,” ungkapnya.
Sesuai aturannya setiap kendaraan angkutan barang mestinya menggunakan plat kuning. ”Kita sudah desak pemerintah, tapi menurut saya pemerintah lamban,” tambahnya.
Akibat tak tersentuh banyak kejadian yang disebabkan kendaraan angkutan barang yang terbilang cukup merugikan pemerintah. Misalnya seperti terjadinya sebuah mobil angkutan barang menabrak jembatan di Tiban Kampung. Jembatan itu hampir putus.
Menurut Mulawarman peristiwa itu terjadi karena disebabkan tata cara angkutan jenis satu ini belum diatur di Kota Batam. Bahkan untuk terminalnya saja pun harus pemerintah sediakan. Sehingga bila barang yang diangkut menggunakan trailer tidak bisa masuk ke satu lokasi, bisa bisa ditransfer ke mobil lori yang lebih kecil di terminal.
Itulah fungsinya ada terminal untuk angkutan barang. Sekarang mobil trailer saja bisa masuk sesukanya ke pusat kota, padahal itu tidak boleh. “Lebih parah lagi, kita pesan barang pakai kontener, tetap saja kontenernya diantar sampai ke perumahan,” katanya.
Penertiban angkutan barang kata Mulawarman bagi Organda cukup berat, apalagi pemerintah kurang memberikan perhatiannya secara serius untuk menanganinya. Nah, moment Visit Batam 2010 dan ditetapkannya Batam sebagai daerah free trade zone (FTZ) diharapkan tata cara masuk dan batasan kendaraan ke Batam lebih diutamakan.
Untuk menyelesaikan semua persoalan itu harus didasari dukungan kuat dari pemerintah, sebab kekuatan Organda terbatas dan tanpa anggaran dari pemerintah. Organda hanya berjalan berdasarkan iuran dari anggota yang tergabung dalam Organda. ”Itupun lancar dan tidak lancar,” katanya. *** Read More.. Read more!

Kemacetan Buang Duit Rp246 M

Pada kesempatan itu juga, Mulawarman menjelaskan akibat tak terkontrolnya kendaraan yang masuk ke Batam, justru berdampak pada banyak hal. Terutama borosnya pemakaian bahan bakar minyak (BBM). Dalam perhitungan Organisasi Angkutan Darat Daerah (Organda), kerugian dari sisi BBM saja, bisa mencapai Rp246 miliar per tahun per 10 titik macet.
Hitungan ini bersumber dari dari hasil survey selama 1,5 jam (peak hours 06.30-08.00 WIB) di Simpang Dam Mukakuning oleh Organda. Jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan ini, mengalami hambatan 10 menit per kendaraan. Dengan kapasitas per lajur 2.000 smp (satuan mobil penumpang) dan ada dua lajur, maka total kehilangan waktu kendaraan 1.000 jam pre hari.
Jika rata-rata pemakaian BBM per jam 7,5 liter maka total konsumsi BBM yang hilang akibat adanya kemacetan 7.500 liter atau senilai Rp33,75 juta per 1,5 jam. Jika sehari ada dua kali jam sibuk, maka total kerugian setahun mencapai Rp24,6 miliar atau Rp246 miliar di sepuluh titik macet.
Sepuluh titik macet tersebut adalah Simpang Dam Mukakuning, Simpang Jam, MKGR, Simpang Baloi Center, Sagulung, Seputaran Nagoya-Jodoh, Tanjung Uncang, Seipanas, Simpang Kabil, dan Bengkong.
”Dari sisi kemacetan di 10 titik tersebut diatas saja telah merugikan 1/4 triliun itu ditinjau dari segi BBMnya, belum subsidinya,” ungkap Mulawarman.
Berdasarkan hitung-hitungan tersebut dan dampak lain dari membludaknya jumlah kendaraan di Batam, Organda mengusulkan agar Pemko menegaskan lagi usia dan jumlah kendaraan yang diizinkan masuk Batam.
”Selama ini mobil umur 20 tahun pun masuk, bahkan kendaraan patah pinggang pun masuk. Celakanya Batam membiarkannya. Ini yang harus ditertibkan dengan keseriusan pemerintah,” ujarnya.
Terkait jumlah kendaraan di Batam, baik Organda maupun Disperindag menilai Batam sudah kelebihan kapasitas. Bahkan akibat kelebihan kapasitasn ini menyebabkan kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup besar. “Mobil yang masuk tak sebanding dengan kerugian pemerintah,” tutur Mulwarman.
Ia menjelaskan kerugian terjadi pada pembenahan, BBM, subsidi, jalur, terminal, membangun haltenya, tingkat kehancuran jalan, dan ruang publik berkurang. Padahal setiap orang punya hak yang sama pada jalan. ”Atas dasar inilah diluar negeri lebih banyak menggunakan angkutan massal dibanding mobil pribadi.” ujarnya. *** Read More.. Read more!

Menjadikan Angkutan Lebih Manusiawi

Visit Batam 2010 yang digulirkan Pemerintah Kota Batam sebagai kunjungan wisatawan menjadi tameng andalan Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) memperbaiki sembrawutnya angkutan umum di Kota Batam. Inilah yang diungkapkan Ketua Organda Batam Mulawarman Kamis (25/9) saat tim Batam Forum Batam Pos bertandang ke kantornya di Baloi.
Hadir dalam diskusi Arius MH Sekretaris Organda, Masdi Ketua Taksi Koptitrans, dan pelaku usaha angkutan darat di Kota Batam. Pada awal dialog itu Mulawarman menjelaskan Organda berdiri di Kota Batam sejak 15 tahun lalu atau persisnya tahun 1993.
”Saat itu yang eksis masih angkutan barang, sedangkan angkutan umum belum tertata. Operator taksi masih sekitar tujuh dan lebih banyak koperasi fungsional,” tuturnya.
Sesuai perkembangan jaman, tahun 2001, terbitlah peraturan daerah (Perda) Kota Batam Nomor 9 tahun 2001 tentang lalu lintas dan angkutan umum. Dalam peraturan ini jenis angkutan umum di bagi dua yakni angkutan umum massal dan taksi resmi alias plat kuning.
Di tengah berkembangnya kota Batam, jumlah angkutan penumpang ilegal semakin marak. Mulai mini bus, taksi dan suzuki carry. ”Tapi pemerintah lalai mengatur sehingga terjadi penumpukan,” katanya.
Kendaraan yang masuk ke Batam tidak terkontrol, baik secara legal maupun ilegal. ”Kalau pemasukan dulu ini dijaga, angkutan umum Batam akan lebih baik,” katanya.
Tapi lanjut Mulawarman tidak pernah ada kata terlambat dalam kamus Organda. Program pemerintah mewujudkan Batam sebagai kota kunjungan wisatawan pada tahun 2010 menjadi titik awal perbaikan sistem transportasi umum Kota Batam. ”Ini kami coba terus suarakan, supaya Visit Batam 2010 lebih baik,” ujarnya.
Menurut Mulawarman kesuksesan program pemerintah dalam menjamu wisatawan asing di Batam tidak terlepas dari bidang transportasinya. Yakni penataan argo meter dan penataan trayek serta yang paling berat dan belum tuntas sampai sekarang adalah penertiban angkutan ilegal. ”Ini fenomena yang tak ada habisnya,” ungkapnya.
Kenapa? Karena pemerintah kurang menjalankan fungsinya di lapangan, yaitu tidak maksimal mengawasi. Sebenarnya formula pemecahan masalah yang timbul juga sudah diserahkan kepada pemerintah, hanya saja formula tersebut tidak jalan dengan baik. ”Penyebabnya, akibat low enforcement dari pemerintah tadi tidak maksimal,” katanya.
Tapi sekarang Organda sedang gencar melakukan penataan. Mulai angkutan karyawan, jaringan trayek hingga angkutan taksi. ”Ini yang menyita waktu,” tambahnya. Perlahan tapi pasti, satu persatu memang telah membuahkan hasil.
Misalnya angkutan karyawan dulu menggunakan bak terbuka. Kendaraan dengan bak terbuka ini dulu sering ditemui di wilayah Tanjunguncang. Membawa para pekerja galangan kapal. Hal ini dinilai sangat kurang baik dan tidak manusiawi.
Selain itu, dipandang oleh masyarakat juga sangat mengerikan, apalagi bagi wisatawan asing yang melihat hal ini. Ini memberi citra yang buruk bagi pemerintah terlebih pada pengelola angkutan umum di Kota Batam.
Melalui kerja keras sekarang kendaraan dengan bak terbuka sudah tidak ada digunakan lagi sebagai angkutan karyawan. ”Boleh dikatakan sekitar 75 persen adalah kerja keras kita, menjadikan angkutan yang lebih manusiawi,” akunya.
Penataan trayek juga menjadi poin penting setelah penertiban kendaraan angkutan karyawan pada tertib berkendara di Kota Batam. Dari tahun 2001 hingga 2008 perkembangan Kota Batam sangat signifikan. Baik itu dari tata ruang hingga pemukimannya.
Tapi satu hal yang menjadi persoalan besar sekarang di Kota Batam adalah jumlah kendaraan angkutan baik legal maupun ilegal bertambah terus, sementara trayek itu-itu saja. ”Inilah jadi penyebab terjadinya tumpang tindih trayek dan pergesekan sesama supir di jalanan. Ini jelas memprihatinkan,” tuturnya.
Karenanya, Organda pun berusaha mengatasi persoalan klasik ini. Sebanyak tujuh draf trayek telah diusulkan Organda pada pemerintah dan berharap disetujui. Dengan ketentuan tidak meminta adanya penambahan jumlah kendaraan.
Karena kalau kendaraan ditambah secara otomatis juga akan menambah masalah dan tidak baik juga untuk lalu lintas Kota Batam.
”Kita akan membagi jumlah kendaraan umum yang ada sekarang ke beberapa trayek yang diusulkan tadi. Disini dukungan pemerintah sangat dibutuhkan, agar angkutan di Batam lebih aman dan nyaman,” tegasnya. *** Read More.. Read more!

Dibayar Beras dan Selamatkan Perhiasan

- Kenangan Robinson Selama Delapan Tahun sebagai Porter Pelabuhan

Selain berpeluh keringat dan berhadapan dengan kerasnya kehidupan di pelabuhan mengangkut barang penumpang, Robus juga harus berjuang menjaga barang penumpangnya dari upaya kejahatan seperti copet.

Satu kejadian yang tidak bisa dilupakan Robinson yaitu pada saat membantu seorang penumpang selamat dari niat jahat para pencopet di atas kapal.
“Saya tidak ingat betul itu kapan, tapi saat itu betul kalau itu masih jamannya pencopet marak, kalau Pelni sudah masuk,” ujarnya.
Kata dia waktu itu kapal sudah sandar dan penumpang dari Jakarta sudah turun. Ia melihat seorang penumpang bawa ransel. “Dia itu cewek keturunan Jawa,” katanya. Mata Robinson tertuju kepada cewek tersebut karena memiliki asesoris yang menarik perhatian.
“Perhiasan mas -besar, mulai kalung, cincin dan antingnya besar-besar,” ucapnya.
Entah kenapa nalurinya mengajaknya untuk mengawasi cewek itu. Tak lama ia berjalan, beberapa pria langsung mengikuti dari belakang dan mengepung cewek itu sambil berjalan menuju keluar. Di tengah penumpang yang berdesakan itu, Robinson melihat para pencopet tadi sudah mulai beraksi. Dia pun langsung mendekati cewek itu dan langsung menegur para pencopet itu.
“Jangan ganggu ini adalah adek aku,” gertak Robinson sambil mengantar cewek itu keluar dari kapal. Para pencopet itu pun tetap mengikutinya dan sempat mau terjadi bentrok. Robinson rela meninggalkan pekerjaannya untuk menyelamatkan cewek itu.
“Saya ingat saya punya adek perempuan, makanya saya antar sampai naik ke dalam taksi. Saya bilang baik-baik jaga diri, hati-hati emasnya, tadi adek sudah mau di copet,” pesan Robinson waktu itu.
Kisah lainnya, pernah mengangkat barang milik orang tua dari kampung. ”Tahu tidak upahnya dikasih apa? Beras tiga muk dan uang Rp 3 ribu. Saya hanya tersenyum menerima,” akunya. Tapi Robinson percaya rejeki itu diatur oleh yang maha kuasa.
Suatu ketika hujan deras, seorang penumpang hendak berangkat. Sebagai porter Robinson menawarkan jasanya dan penumpang itu mau saja. Kemudian ia pun menyerahkan payung yang dipakainya kepada pelanggannya dan mengangkat barang bawaan yang hanya tas ransel.
“Setibanya di dalam kapal penumpang tersebut kasih saya Rp 300 ribu. Saya bilang ini terlalu banyak. Tapi penumpang itu bilang tidak apa-apa, katanya buat biaya sekolah anak saya. Itulah kenangan yang sangat membuat saya terharu,” kenangnya.
Kadang kecurigaan penumpang juga sering membuat porter jengkel. Ini juga yang disesalkan porter. Karena secara tidak langsung membuat penghasilan mereka berkurang. Atas kecurigaan tak berdasar itu penumpang jadi membawa barangnya sendiri. Padahal kata Robinson, setiap porter telah tercatat identitasnya di kepolisian dari nomor baju seragamnya.
”Penumpang tinggal mencatat nomor baju porter, barang-barang pasti aman. Jadi penumpang tak perlu kuatir dengan barang yang dibawa porter pasti aman,” pesannya. *** Read More.. Read more!