Jalur Penumbuh, Sekaligus Pembunuh

Saturday, October 25, 2008

Oleh RATNA SRI WIDYASTUTI

Gambaran kota-kota Jawa pada masa Herman Willem Daendels sudah jauh berbeda dibandingkan dengan sekarang. Sebagian kota yang dianggap penting waktu itu, yang muncul di peta kuno Pulau Jawa, Plan deL’Ile de Jav, bertahun 1813, kini tidak tertera lagi di peta-peta sekarang. Panarukan adalah salah satu di antaranya.

Padahal, jika menilik berbagai catatan sejarah, Panarukan merupakan kota pelabuhan yang diperhitungkan waktu itu. Ujung Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) yang digagas Daendels tertuju pada kota ini. Kota yang pada abad ke-18 dihuni sekitar empat ribuan jiwa ini jadi pelabuhan ekspor penting di wilayah timur Jawa. Beraneka komoditas perkebunan, seperti kopi dan tebu, dikirim melalui kota bandar ini.

Kini, nasibnya berubah setelah peran pelabuhannya kalah bersaing dengan Surabaya karena pendangkalan. Namanya hanya melekat pada nama kota kecamatan, bagian dari Kabupaten Situbondo. Sepertinya jalur Jalan Raya Pos tidak punya peran apa-apa dalam membantu perkembangannya seperti kota-kota pelabuhan lainnya di pesisir utara Jawa.

Lain ceritanya dengan Kota Bandung. Namanya pun tidak tertera pada peta buatan Daendels itu. Hanya disebut bagian dari daerah Priang’en atau Priangan. Kini Bandung justru tumbuh menjadi kota besar, bahkan menjadi pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat.

Jalan Raya Pos yang membentang dari ujung barat hingga ujung timur pesisir utara Jawa merupakan cikal bakal pembuka keran pasar di daerah-daerah Jawa. Dengan terbukanya akses jalan, transportasi dari daerah produsen ke daerah konsumen, dari wilayah penyuplai tenaga kerja ke wilayah penerima, dan dari kota yang surplus modal ke yang membutuhkan semakin lancar. Jalan inilah yang kelak membuat kota-kota Jawa berubah. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi mengelompok, teraglomerasi, berkiblat pada jalan ini.

Menurut Arthur O’Sullivan dalam bukunya, Urban Economics (1996), aglomerasi ekonomi kota-kota terjadi akibat daya tariknya dalam menyedot sumber daya ekonomi dari daerah lain. Aktivitas ekonomi yang semula tersebar dapat terkonsentrasi di sekitar kota-kota yang dilalui jalur transportasi. Kota-kota ini dapat tumbuh cepat karena adanya penurunan ongkos transportasi. Kota yang memiliki banyak industri biasanya tumbuh lebih cepat karena adanya pengumpulan atau konsentrasi modal.

Bukti adanya proses ”penggerombolan” kota-kota pada jalur Daendels ini dapat ditunjukkan dengan mengolah data pertumbuhan ekonomi perkotaan seluruh Jawa selama enam tahun terakhir dengan statistik spasial (lihat peta). Wilayah-wilayah yang maju dan kurang maju mengelompok terpisah. Daerah-daerah maju mengelompok tersendiri, sebaliknya daerah yang ”lamban” ekonominya juga demikian.

Daerah-daerah maju bergerombol di tiga wilayah, wilayah Jakarta dan sekitarnya, Bandung sekelilingnya, serta Surabaya dan tetangga-tetangganya. Ketiga kawasan inilah yang menjadi pusat pertumbuhan Jawa, memengaruhi daerah-daerah sekitarnya. Ketiganya juga terletak di jalur ”pita” Daendels.

Ketiga wilayah ini memang memiliki kelebihan yang tidak dimiliki wilayah lain. Jakarta telah menjadi pusat kegiatan politik, budaya, dan ekonomi sejak zaman kolonial. Kota ini juga menjadi titik pengumpulan barang-barang yang akan diekspor sejak era itu melalui pelabuhannya. Kegiatan itu berlanjut hingga saat ini.

Kawasan industri berskala besar bermunculan dan melebar ke daerah tetangganya, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Tangerang, dan Serang. Sektor industri pun melonjak tajam di lokasi-lokasi tersebut. Bahkan, roda perekonomian Kabupaten Bekasi ditopang oleh industri sampai dengan 80 persen.

Demikian juga dengan Surabaya. Pelabuhan ekspornya telah berjalan sejak dulu. Industri-industri baru pun tumbuh ”subur” di sekitarnya hingga kini, seperti Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, dan Probolinggo. Dampaknya pun terasa. Terakhir ekonomi kawasan ini bertumbuh rata-rata 5 persen per tahun. Semakin jauh dari kawasan ini, semakin rendah pula pengaruh pertumbuhannya, contohnya Situbondo yang tumbuh hanya sekitar 4 persen

Meski berbeda dengan Jakarta dan Surabaya yang memiliki pelabuhan ekspor, Bandung mampu menjadi pusat pertumbuhan di wilayah pedalaman. Kota ini pun telah menjadi ”bandar pengumpul” komoditas hasil perkebunan sekaligus penopang kebutuhan lainnya di wilayah pedalaman sejak dulu. Akibatnya, tumbuh pula industri-industri penopang di sekitarnya, seperti di Kabupaten Bandung dan Cimahi. Pertumbuhan ekonominya pun melesat, rata-rata lima tahun terakhir mencapai 5,3 persen.

Menjadi daerah yang tumbuh lebih cepat dan dipenuhi dengan pabrik mendatangkan akibat bagi ketiga kota ini. Kebutuhan tenaga kerja yang tinggi mengundang para pengais rezeki untuk terus ”menyemut” ke ketiga tempat pertumbuhan ekonomi Jawa ini. Pakar ekonomi, Mudrajad Kuncoro (2002), menyebutkan, industrialisasi menjadi kekuatan utama di balik urbanisasi yang cepat di kawasan Asia pada tahun 1980-an. Urbanisasi terus terjadi di ketiga daerah ini dan akhirnya ikut memutar sektor-sektor perekonomian lainnya.

Jumlah penduduk terus membengkak. Bandung dan Surabaya, yang menurut catatan Thomas Stamford Raffles pada 1815 hanya berpenduduk 20.000-an orang, kini dihuni oleh dua jutaan jiwa. Jakarta lebih mencengangkan, penduduknya bertambah 180 kali lipat. Orang berduyun-duyun datang bukan hanya dari Jawa, melainkan juga dari seluruh penjuru Tanah Air.

Bukan hanya ketiga kawasan itu yang bertumbuh. Jalur Daendels telah pula menarik kota-kota yang dilaluinya ikut ”berbiak”. Arus urbanisasi di jalur ini pula yang telah membuat komposisi penduduk Jawa akhirnya berubah. Jika 200 tahun lalu daerah-daerah di jalur ini dihuni sekitar 1,9 juta jiwa atau 43 persen dari seluruh penduduk Jawa, kini telah dipadati 66,2 juta jiwa (53 persen) penduduk. Bertambah 12 juta orang dalam kurun dua abad, setara dengan gabungan jumlah penduduk Jakarta dan Bekasi.

Pisau bermata dua telah diciptakan Daendels. Jika suatu kota mampu memaksimalkan fungsi jalan yang telah dirintisnya sebagai alat pembuka pasar bagi kota lain, peluang untuk tumbuh dan membesar akan terbuka lebar. Sebaliknya, jika tidak, meskipun sebuah kota dilewati jalan penting ini, ia tidak akan berarti apa-apa. Jalur ini pun telah menjadikan ekonomi Jawa timpang. Bisa seperti Bandung, dapat pula seperti Panarukan.

Sumber: Kompas, Jumat, 29 Agustus 2008. Read More.. Read more!

Berharap Rumahnya Dibangun di Lingkungan Sekolah

Penjaga Sekolah yang Mengabdi di SMP Negeri 21 Batam

MAHALNYA biaya di Batam mengharuskan Darwoto, rekan Supar mengungsikan keluarganya ke kampung halamannya. Warga asal Banyumas, Jawa Tengah ini mengaku istrinya yang pulang terakhir dari Batam.

”Lagipula anak-anak perlu perhatian ibunya,” katanya penuh harap anaknya bisa terurus dengan baik. Sudah dua bulan ini, pria berusia 35 tahun ini hidup sebagai anak kos.
Memang tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menekan pengeluaran secara maksimal. Sehingga mampu menghimpun banyak duit di buku tabungan untuk keperluan penting dan kebutuhan mendesak di masa depan.
Faktor gengsi dan hobi acap kali menjadi penyebab banyak uang yang hilang untuk sesuatu yang kurang penting yang mengalahkan akal sehat.
Apalagi bagi seorang lelaki yang jauh dari keluarganya, seperti Darwoto. Namun Darwoto punya cara sendiri bagaimana menghemat gajinya agar sisanya bisa dikirim kepada keluarganya di kampung.
Anak Darwoto sudah dua, satu Elinda Rahmadani (9) dan Latif Hanifuddin (4). Biaya hidup istri dan dua anaknya di kampung juga berharap dari gaji sisa potongan biaya hidup Darwoto di Batam. Dengan gaji sebesar 960 ribu dari komite sekolah, penjaga sekolah ini memang hampir tak bisa melakukan apa-apa. Untuk urusan makan pun dia langsung serahkan ke pemilik rumah sekaligus dengan uang kontrakan kamarnya.
”Kalau mau masak sendiri gajinya pasti tidak cukup, karena harga-harga sembako sudah lebih gesit meroket. Daripada repot saya bayar saja Rp300 ribu setiap bulan sama makannya,” akunya.
Dengan cara ini, Darwoto baru bisa mengirimkan sisanya ke kampung, itupun tidak semuanya. ”Uang di kantor juga harus ada buat jaga-jaga, siapa tahu kita jatuh sakit,” katanya.
Selama setahun menjadi penjaga sekolah di SMP Negeri 21, dia melihat ada satu hal yang kurang dan diharapkannya. Ya... rumah penjaga sekolah belum ada dibangun di sekolah itu. Ia sangat berharap pihak sekolah maupun pemerintah bisa membangun rumah di lingkungan sekolah sebagai tempat tinggalnya. ”Ini untuk kepentingan sekolah juga,” ujarnya.
Selama ini, kata Darwoto, pihak sekolah mempekerjakan satu orang khusus untuk jaga malam. Meski demikian Darwoto dan Supar masih sering datang ikut membantu jaga malam. ”Tapi biasanya kami tidak sampai pagi. Jam 12 malam kami sudah pulang, seterusnya dilanjutin yang jaga malam sendirian,” ungkapnya.
Luasnya lahan memang tidak sebanding dijaga oleh satu orang. Jadi ada baiknya juga rumah penjaga sekolah ada di bangun di lingkungan sekolah. Sehingga siang malam sekolah tetap terjaga. ”Kalau terjadi apa-apa juga bisa cepat, dan jika guru membutuhkan kita, juga bisa cepat,” katanya.
Selain berharap mendapat rumah penjaga sekolah, pada akhirnya mereka juga berharap ada jaminan hari tua. ”Nanti kalau sudah lama bekerja disini, inginnya bisa diangkat jadi pegawai negeri, supaya tua nanti tidak terlantar,” harapnya. Jika sudah pegawai negeri, tentu dapat menikmatinya ketika pensiun tiba.
Kalau seperti ini terus sampai usia senja, tentu tidak ada mencoba menikmati uang pensiun dan tetap membanting tulang. Maka besar harapan saya kepada pemerintah daerah agar memperhatikan para penjaga sekolah. *** Read More.. Read more!

Penjaga Sekolah juga Penjaga Impian Siswa

Sebagai seorang penjaga sekolah, pribadi Supar telah terlatih untuk bertanggung-jawab atas tugas dan perannya, baik di dalam sekolah maupun keluarga. Pria yang satu ini juga merupakan sosok penjaga sekolah yang begitu memperhatikan siswa-siswa di sekolah.
”SEBAGAI seorang penjaga sekolah dan punya keluarga, tanggung jawabnya tidak hanya sampai di sana saja. Tapi 800-an siswa yang ada di sini juga bagian dari tanggung jawab kami,” begitulah pria ini mengibaratkan betapa pentingnya tugas yang diembannya.
Cuaca belakangan ini memang tidak mendukung bagi mereka yang bekerja di lapangan. Begitu juga Rabu (15/10) siang, ketika Batam Pos berkunjung ke SMP Negeri 21 Batam. Gerimis turun. Tapi Supar tidak begitu menggubris gerimis tersebut.
Pria kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah 40 tahun silam ini asyik saja memotong ilalang yang tumbuh di lahan sekolah itu. Dia menginginkan pekerjaannya hari itu cepat selesai.
Sebab masih banyak tugas di sekolah itu yang masih menantinya. Mulai menyapu bekas bungkus makanan yang dibuang sembarang oleh para siswa, kemudian merapikan taman, memperbaiki kursi rusak dan lainnya. Sayang, niat Supar tiba-tiba dihentikan oleh hujan. Ia pun memilih istirahat sejenak di kantin sekolah. Tapi karena hujan turun hingga sore, ia pun menunda pekerjaanya itu untuk esok hari.
Darwoto Jarwin, rekannya, yang baru membersihkan rumput di taman pun ikut bergabung. Saat mengobrol dengan Batam Pos, siswa SMP 21 Batam itu terlihat lalu lalang. Spontan dari mulut Supar melontarkan kata-kata yang bisa dibanggakan anak-anaknya. Ia mengatakan pendidikan adalah harga mati dan tak bisa ditawar-tawar, jika tidak ingin terpuruk di level paling rendah.
Ia menilai pendidikan adalah salah satu poin penting penentu masa depan ana-anaknya serta status sosialnya kelak di tengah-tengah masyarakat. ”Mungkin kalau punya pendidikan cukup, kehidupan saya tak menjadi penjaga sekolah. Ternyata betapa pentingnya pendidikan,” tutur Supar yang tak mau merinci latar belakang pendidikannya.
Tiga tahun mengabdi sebagai penjaga sekolah, mulai membuka ruangan saat subuh lalu, menyapu kantor guru lalu mengepel beberapa ruangan dan dilanjutkan dengan membersihkan lingkungan sekolah serta menutup kembali setelah pulang sekolah memang masih waktu yang begitu singkat.
Namun pekerjaan ini sudah melekat pada dirinya, sehingga tidak ada lagi istilah malas. Ia tinggal mengingat wajah anak-anaknya saja jika malas datang mendera. Seketika semangatnya akan langsung kembali pulih. Begitulah Supar mengatasi penyakit tersebut.
Dua dari tiga anaknya memang sedang membutuhkan biaya sekolah yang tidak sedikit, apalagi salah satunya di sekolah swasta. Demi anak-anaknya Supar pun seperti penjaga yang tak kenal lelah.
Melihat pentingnya pendidikan, pria yang akrab disapa Pak De di sekolah oleh guru dan siswa di sekolah berkali-kali mengucapkannya. ”Terasa sekali, jika kita berpendidikan rendah, semua pekerjaan akan identik dengan kerja kasar. Ini berat jika dialami mereka, sebagai penjaga sekolah kami juga bagian dari penjaga impian (cita-cita) mereka (siswa),” ujarnya.
Ia mengatakan demikian karena berdasarkan pengalaman yang dia lalui selama mengadu nasib di Batam.
Sejak tahun 1985 Supar sudah menginjakkan kakinya di Batam. Namun hingga sekarang pekerjaannya selalu tidak jauh dari kerja kasar. Mulai dari buruh bangunan, buruh di pelabuhan, mengojek, dan lainnya. ”Pengalaman kerja kasar sudah ibata obat anti nyamuk, mutar-mutar. Tapi ketekunan membuat saya masih bertahan sampai sekarang,” kata pria yang juga dekat dengan siswa-siswa di sekolah itu.
Sulitnya ekonomi di level rendah itu membuat Supar warga Kavling Baru Blok A4 No 54 harus bekerja lebih giat lagi demi anak-anaknya. Ia sangat tidak ingin anak-anaknya putus sekolah. Setidaknya, tiga anaknya tersebut diharapkannya lulus selevel SMA. Karena dengan ijazah SMA sudah bisa bekerja di sebuah perusahaan.
Seperti anak pertamanya Rusmiati (18) yang berhasil lulus SMA. Sekarang gadis pertamanya itu juga sudah mendapat penghasilan setelah diterima bekerja di salah satu perusahaan di Mukakuning. ”Alhamdulillah, Rusmini sudah bisa membantu ekonomi keluarga kami,” katanya bangga. Supar juga tak habis-habisnya memberikan nasehat pada putrinya agar tidak lupa dengan kondisi ekonomi keluarganya yang miskin.
”Saya selalu menasehatinya (Rusmiati, red), agar tidak boros menggunakan uang. Maklumlah Batam kan penuh dengan godaan-godaan. Saya selalu bilang jangan pernah lupa asal keluargamu. Jangan lupa kacang akan kulitnya. Senangnya sampai saat ini (dia) masih bisa dibilangin,” katanya.
Dia sangat bersyukur anak-anaknya tidak ada yang membuat dirinya kerepotan meski tak berprestasi di sekolah. Aji Prianto (16) dan Toni Riskito (13) masih duduk dibangku sekolah. Satu di SMK Teladan Batuaji dan satunya di SMP 21, tempat Supar bekerja. Harapannya, profesi ketiga anaknya tidak mengikut jejaknya.
”Mereka harus bisa, jangan seperti bapaknya pekerja kasar. Saya juga tidak ingin melihat hidup mereka seperti saya. Makanya di sekolahkan,” harapnya. Bahkan, rumah Supar yang membutuhkan perbaikan tidak diprioritaskan karena lebih mementingkan biaya untuk sekolah anak-anaknya. Rumah yang di atas lahan seluas 10 x 6 meter hasil ganti rugi saat tinggal di ruli Pelita dibangun seadanya.
Memang sudah beton permanen, tapi terlihat masih butuh polesan agar sedikit lebih bagus. Rumah belum bisa selesai dibangun, plafonnya belum ada, belum juga di keramik karena biayanya untuk sekolahin anak. ”Memang saya bukan bermaksud berlebihan, tapi katanya kalau punya impian selalu bikin kita semangat bekerja,” ujarnya sembari tersenyum.
Nah, untuk meraih impian itu Supar mengaku selalu menjaganya dengan cara serius bekerja di SMP Negeri 21 Batam. Yakni mengawasi sekolah dengan areal lahan sekitar dua hektar itu setiap harinya. Bahkan saat malam yang bukan tugasnya jaga, Supar tetap saja datang untuk membantu menemani temannya yang jaga malam ronda.
”Hanya saja memang tidak sampai subuh. Sekitar tengah malam saya pamit pulang, karena besoknya bekerja lagi. Untung saja rumah dekat sehingga bisa datang sebentar-sebentar melihat sekolah,” katanya.
Ternyata Supar tidak hanya bertugas membersihkan ini dan itu. Banyaknya kejadian kebakaran belakangan ini menjadi perhatian pihak sekolah. Mereka pun, diharapkan bisa lebih mawas diri dan semakin meningkatkan kesadaran terhadap beratnya tugas dan tanggung jawab yang mesti diemban dalam mengawal keamanan sekolah khususnya diwaktu malam hari. Karena memang hal-hal yang tidak diinginkan dapat terjadi kapan saja dan tanpa diduga.
Guru juga meminta padanya maupun Darwoto untuk selalu mengawasi siswa agar tidak melarikan diri alias bolos dengan cara melompat pagar saat jam belajar. Tugas ini memang sedikit lebih susah. Karena bagian belakang saja yang baru di pagar.
Itupun siswa masih saja mudah melompatnya kalau mau. Karena pagarnya tidak tinggi. Sedangkan bagian depan sekolah memang masih belum berpagar. Sehingga jika guru atau penjaga sekolah lalai, siswa boleh saja dengan mudah bolos dari sekolah. Ia mengaku beberapa waktu lalu siswa pernah bolos dengan melompat pagar. Tapi sekarang sudah tidak pernah lagi, setelah diingatkan mereka dan diberitahu pada gurunya.
Gaji yang diterima Supar sebesar upah minimum kota (UMK) Rp 960 ribu setiap bulan. Berdasarkan kebutuhan layak hidup di Batam kata dia gaji tersebut memang tidak mencukupi menghidupi seorang istri dan tiga anaknya. Padahal istri Supra, Sawitri juga sudah bekerja sebagai karyawan operator di salah satu perusahaan di Mukakuning pun tidak mengubah kehidupan mereka.
Semuanya serba terbatas dan pas-pasan. Karena itu, ia pun memilih berprofesi ganda yaitu sebagai penjaga sekolah sekaligus tukang ojek. Ia mengojek setelah pulang sekolah. ”Penghasilan dari ojek kan tidak seberapa. Karena paling nganterin bu guru dan siswa. Itupun kalau diminta. Ya hasilnya cuman bisa beli bensin dan rokok-lah,” akunya tanpa mematok bayaran setiap membawa tumpangan.
Saking hidpnya pas-pasan, Supar mengaku sering menemui pihak keuangan sekolah untuk memohon pinjaman. Bahkan saking seringnya ia tidak bisa menghitung sudah berapa kali meminjam uang ke sekolah itu. Ia pun mengembalikan dengan sistem cicilan potong gaji. ”Pihak sekolah memang sudah cukup baik pada saya,” ujarnya.
Bahkan satu peristiwa yang tak bisa dilupakannya. Yaitu saat putrinya Rusmiati mau lulus sekolah. Pihak sekolah mengharuskan untuk menebus ijazah dan dokumen lainnya bisa diambil setelah menyetor uang sebesar Rp300 ribu. Saat itu mereka tak punya uang, sementara waktu pengambilan dokumen juga dibatasi.
”Sempat kelimpungan, tapi untung pihak sekolah tempat saya kerja mau memberi pinjaman tanpa kerumitan, ijazah dan berkas-berkas Rumiati bisa kami ambil,” katanya.
Ironisnya, meski Supar dan istrinya Sawitri bekerja, namun ia mengaku mereka tidak punya tabungan. ”Kalau butuh uang pasti pinjam ke sekolah,” tambahnya.
Putrinya yang kini bekerja sebagai karyawan ini sudah membantu keuangan keluarganya.
”Lebaran kemarin putri saya yang membelikan baju,” ujarnya haru bercampur bangga.
Ia mengaku masih betah bekerja sebagai penjaga sekolah. ”Saya juga masih ingin mengawasi anak saya serta yang lainnya,” paparnya. *** Read More.. Read more!

Terima Cacian Sudah Hal yang Biasa

Friday, October 17, 2008

Berhasil menyelamatkan jiwa korban kebakaran dan memadamkan api serta menyelamatkan dokumen dan benda menjadi kepuasan tersendiri bagi para petugas PBK.
Namun menjadi petugas yang selalu berhadapan si jago merah itu tidak lah mudah, butuh ketahanan fisik yang prima juga harus memiliki pengalaman dengan api jika tidak menjadi korban keteledoran dan kecerobohan sendiri.
“Menjadi petugas PBK juga harus memiliki teori pemadaman, jadi tidak asal semprotkan air,” ujar Kasi Pencegahan dan Pengendalian Kantor Pemadam Kebakaran Kota Batam, Samudro.
Menjadi petugas PBK selama 24 tahun bukan waktu yang pendek. Banyak cerita yang ia peroleh dari tugasnya itu. Mulai menyelamatkan nyawa orang hingga dicaci karena dinilai terlambat menangani kebakaran.
Cacian yang keluar dari mulut korban yang tengah panik, sudah dianggap mereka bagian daripada pekerjaan.
Jika orang yang sedang panik, justru masalah yang akan bertambah.
“Karena itu cacian sudah kejadian yang biasa bagi kami,” tutur Samudro yang juga mantan dari petugas PBK OB ini.
Menurut mereka menjalankan tugas bukan tidak ada kendala yang dihadapi. Mulai dari terlambatnya datang informasi, macetnya lalu lintas, serta sulitnya mencapai lokasi kebakaran menjadi kendala utama dalam setiap menjalankan tugas. Tetapi semua itu dilalui kebersamaan oleh petugas PBK.
Dalam menjalan tugas petugas PBK juga harus berkordinasi dengan instansi seperti PLN, ATB, rumah sakit dan juga kepolisian. Agar dalam menjalankan tugas tidak menemui kendala.
Misalnya pada PLN. Jika terjadi kebakaran yang diakibatkan oleh arus pendek, pihaknya harus berkordinasi dengan PLN untuk melakukan pemadaman listrik.
“Jika tidak dipadamkan petugas PBK bisa jadi korban sentruman arus listrik,” ujarnya. (ray)


Dilapangan kata Samudro masing-masing petugas selalu kompak dan tidak memiliki birokrasi yang rumit saat dalam bekerja. Karena itu “Fire fighter adalah brotherhood,” ungkapnya.
Dari selama 24 tahun bertugas di PBK Batam, satu kejadian yang tidak terlupakan olehnya dan juga rekan-rekan seperjuangannya. Adalah pada saat kebakaran besar yang terjadi di salah satu pusat pertokoan di Nagoya beberapa tahun lalu. Mereka memadamkan api hingga pagi. Pada peristiwa mengenaskan itu sebanyak sembilan orang meninggal dunia.
“Kita baru tahu ada sembilan orang yang meninggal, setelah paginya. Kita bahkan tidak tahu telah menginjaknya,” kenang Samudro, yang juga dibenarkan Kepala PBK Wilayah Sekupang, Jamalus.
Samudro yang juga turun pada pemadaman kebakaran dua titik pada Rabu (9/10) lalu di Tembesi dan Seipanas ini mengakui sampai sekarang pihaknya belum memiliki armada untuk berperang. Maka itu setiap kejadian pihaknya baru bisa melakukan koordinasi dan turun kelapangan membantu petugas PBK OB memadamkan api.
Pada umumnya Samudro berpesan agar masyarakat memperhatikan hal-hal yang dianggap sepele seperti seperti lupa mematikan kompor minyak, kabel instalasi dan kebocoran gas.
Karena selama ini kejadian kebakaran di Batam kebanyakan disebabkan oleh human error atau yang disebabkan oleh manusia. Seperti teledor mematikan kompor minyak atau tidak memeriksa tabung gas yang bocor. “Masyarakat harus lebih teliti,” ucapnya.
Selain menyelamatkan jiwa dan benda, petugas PBK juga menyelamatkan meluasnya kebakaran hutan, yang entah sudah berapa banyak yang terbakar. Kesulitan dalam memadamkan kebakaran hutan pernah membuatnya kewalahan. “Misalnya mencapai titik api ke tengah hutan dengan area yang sulit, semua itu pernah dilewati,” katanya.
Setelah 24 tahun bertugas di PBK OB, kini dia ditempatkan di PBK Batam. Meski belum punya armada, namun mereka bergabung dengan PBK OB saat kebakaran terjadi dimana saja. Ia hanya berharap PBK Batam yang baru terbentuk dua bulan yang lalu bisa memiliki armada.
“Sehingga kita bisa membantu PBK OB,” tuturnya. Read More.. Read more!

Ratusan Hidran Tak Berfungsi

Ada persepsi yang salah bahwa proteksi kebakaran cukup dengan penyediaan alat-alat pemadam saja. Tidak cukup hanya menyediakan, tetapi juga wajib pada perawatannya. Kendala inilah yang ditemui PBK OB saat berjuang memadamkan api yang melalap Carnaval Mall, pekan lalu. Tempat penampungan air yang disediakan oleh pengelola juga tidak berfungsi saat digunakan. Sarana proteksi kebakaran tidak berfungsi dengan baik. Baik di dalam maupun di luar gedung.
”Pompa di tanki air mall itu rusak. Inilah satu kendalanya, tidak ada perawatan, sehingga saat emergensi tidak dapat difungsikan dan akibatnya fatal,” ungkap Kasat PBK OB Kompol Gunadi.
Gunadi menjelaskan sarana proteksi kebakaran yang di luar adalah jenis hidran. Pipa ini biasa dilihat di pinggir-pinggir jalan dan gedung. Termasuk di Carnaval Mall ada tiga hidran. Tapi parahnya ketiga hidran itu katanya tidak bisa digunakan, airnya tidak ada.
Tiga bulan yang lalu, lanjut Gunadi bersama-sama dengan PBK kota Batam, melakukan pemeriksaan seluruh hidran di kota Batam. Parahnya dari hasil pemeriksaan itu, ditemukan tidak semua hidran (titik sumber air untuk pemadam kebakaran) dalam kondisi baik dan memiliki air yang cukup.
Malah, ”Ratusan hidran yang berada di pinggir jalan saat ini dinyatakan tak berfungsi. Mulai air tak mengalir, hingga pipa tak bisa digunakan,” ujarnya. Menurut Gunadi kerusakan itu adalah tanggung jawab daripada pengelola baik kawasan industri, perumahan, pertokoan, gedung tinggi dan pusat perbelanjaan.
Sementara untuk menangani kebakaran hutan, pada dasarnya PBK menggunakan sistem supplay, karena tidak ada hidran menuju hutan. Tapi ke depan untuk menjamin ketersediaan air, kata Gunadi, master plan sumber air untuk pemadaman kebakaran ini mestinya dijadikan bagian dari master plan kota keseluruhan.
Namun masalahnya bukan sekadar jumlah dan kondisi peralatan. Konsekuensi dipasangnya sarana proteksi kebakaran adalah adanya jaminan bahwa peralatan itu senantiasa siaga. Selain permasalahan dengan hidran, ternyata infrastruktur juga menjadi kendala yang berarti bagi petugas PBK. Jalan-jalan di kota Batam sempit sehingga susah menjangkau lokasi kebakaran.
”Apalagi kesadaran masyarakat kurang. Kalau ada kebakaran langsung menonton, kita pun jadi terganggu untuk memadamkan api,” ujarnya sambil tersenyum.
Tidak berfungsinya alat menunjukkan kurang diperhatikannya aspek pemeriksaan dan pemeliharaan. Untuk meminimalkan terjadinya kebakaran, manajemen keamanan kebakaran atau fire safety management (FSM) menjadi sangat mendesak untuk dilakukan.
”hAda persepsi yang salah pada masyarakat bahwa proteksi kebakaran cukup dilakukan dengan menyediakan detektor, alat pemadam ringan, dan hidran,” ujarnya.
Menurut Gunadi, setiap bangunan harus memiliki sarana proteksi kebakaran. Mulai hidran, fire alarm, sprinkler hingga lain-lainnya. Karena semua itu diatur baik adalam undang-undang maupun peraturan pemerintah. Diantaranya Keputusan Menteri PU Nomor 11 Tahun 2000 juga diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
Kemudian PP Nomor 36 Tahun 2005 mengenai pelaksanaan UU Bangunan. Ada lagi Kepmen Tenaga Kerja. Tapi sebenarnya lebih mengacu kepada Kepmen PU karena menyangkut bangunan dan keselamatan orang. Sementara Kepmen Tenaga Kerja hanya manusianya saja.
Pencegahan dapat dilakukan dengan sistem proteksi kebakaran standar. Sarana proteksi kebakaran terdiri atas sistem proteksi aktif dan pasif. Alat pemadam api ringan merupakan salah satu sarana proteksi aktif, seperti menyediakan racun api. Di rumah siapkan saja yang kecil dan anggap saja investasi.
”Harga sarana proteksi kecil tentu tak sebanding dengan yang diakibatkan kebakaran. Kalau terbakar justru kerugian bisa lebih besar,” ungkapnya. Read More.. Read more!

Tidak Lagi Sekadar Memadamkan Api

Ungkapan ”kecil jadi kawan, besar jadi lawan” masih digunakan unit Pemadam Bahaya Kebakaran (PBK) Otorita Batam (OB) setiap sosialisasinya ke masyarakat.
Dahsyatnya sebuah musibah kebakaran yang dapat menghanguskan harta benda sekaligus jiwa manusia sebenarnya bisa diantisipasi melalui kewaspadaan masyarakat. Begitulah yang diungkapkan Kasat PBK OB Kompol Gunadi dalam pertemuan dialog Batam Forum yang diadakan Batam Pos, Rabu (8/10) di kantor Otorita Batam, Batam Centre. ”Aksi yang cepat dan tepat bisa menghambat perambatan api menjadi besar disamping peranan maksimal armada PBK dalam menanggulanginya,” ungkapnya.
Gunadi menjelaskan di kota Batam masih banyak pengelolaan sarana proteksi kebakaran di wilayah pertokoan, perumahan, gedung-gedung dan mall belum memenuhi standar. Padahal, bagi perusahaan asuransi, standar akan menjadi referensi penting.
Melihat pertumbuhan bangunan dan penduduk Kota Batam yang semakin pesat, jumlah pos yang tersebar sekarang juga kurang memadai. Sampai sekarang baru ada tujuh pos PBK tersebar di pos Duriangkang, Sagulung, Sekupang, Batuampar, Seipanas, Nongsa, Punggur dan Tanjunguncang.
Tujuh pos ini menurut Gunadi tidak lagi ideal. Sebab jumlah kawasan industri, perumahan, pertokoan, dan pusat perbelajaan bertambah di mana-mana. ”Pos PBK sebanyak itu belum memadai karena kita tahu sendiri seperti apa perkembangan fisik bangunan dan penduduk di Batam,” urainya.
Dengan kondisi sarana dan personil yang sekarang, Gunadi mengaku pihaknya belum menemui kendala yang sangat berarti dari sisi internal. Bahkan saat penangan kebakaran di gedung setinggi Planet Holiday Hotel.
Tetapi kekurangan-kekurangan sekarang harus cepat-cepat di antisipasi. Karena ke depan keberadaan PBK di kota Batam bukan lagi hanya sekadar memadamkan api. Bagaimana pun, peranan pemadam kebakaran sangat penting untuk membantu investasi di kota ini. Investor juga melihat hal-hal kemampuan PBK dalam mengelola penanggulangan kebakaran. ”Dan kita pernah ditanyakan Investor dari Jerman tentang kecepatan PBK Batam sampai di lokasi kebakaran,” katanya.
Seperti di ibu kota negara Korea Selatan, Seoul, dalam waktu 5 menit sudah sampai di lokasi kebakaran. Itu waktu yang ideal. Seoul bisa mencapainya karena radius 1 km ada pos. Di Batam radius antara pos masih sekitar 7,5 km. Jarak tempuh juga baru bisa dicapai standar di Indonesia yakni 15 menit. Mulai terima informasi hingga tiba di lokasi kebakaran. ”Itu memang standar Indonesia, PBK Jakarta saja belum bisa capai lokasi dalam 15 menit,” tuturnya.
Batam memang belum mampu seperti Seoul, tetapi ke depan PBK OB harus bisa mempersingkat waktu sampai ke lokasi kebakaran. Mau tidak mau harus memperbanyak pos-pos di setiap kawasan kota. Idealnya, jika dilihat dari luas wilayah dan jumlah penduduk, sekurang-kurangnya mobil harus ada 16 unit atau menambah delapan unit lagi, dan personil sekitar 200-an orang.
Jadi kalau ada kebakaran, unit-unit terdekat sudah bisa bergerak menanggulanginya.Tidak lagi menunggu armada dari pusat dulu baru apinya disiram.
Sekarang jumlah personel yang ditempatkan di tujuh pos itu ada sebanyak 131 orang. Saat bertugas mereka dibagi dalam tiga giliran setiap jaga, dengan komposisi satu unit kendaraan diawaki enam orang. Dari tujuh pos itu, mobil PBK ada sebanyak delapan unit mobil pompa dan dua unit mobil tangga.
Armada yang dimiliki juga tidak memiliki tekanan air yang merata. Armada pompa paling bagus yang baru dimiliki PBK OB bertekanan 10 bar. Tapi Gunadi mengaku pompa yang sekarang sudah cukup bagus. Tapi bukan berarti ke depan tidak butuh yang lebih bagus. Gunadi mengaku beberapa peralatan seperti selang sudah ada yang rusak dan minta ganti. ”Kita butuh yang baru,” kata Gunadi.
PBK baru punya jenis pemadaman semprot air, sedang jenis foam baru digunakan di bandara saja. Terkait teleponusil, ”Alhamdulillah berhasil, sekarang telepon usil sudah berkurang,” tuturnya. ***





Kendala yang cukup mengganggu adalah telepon palsu dari orang-orang usil. Entah kenapa mereka itu suka sekali mengganggu kerja PBK OB. Kita sudah melakukan upaya setiap kali mendapat gangguan telepon tersebut. Untuk mengurangi telepon usil seperti itu, PBK OB telah koordinasi dengan Telkom bagaimana cara mengatasi. ”Alhamdulillah berhasil, sekarang telepon usil sudah berkurang,” tuturnya.
Bagaimana koordinasi dengan instansi terkait lainnya dalam hal penanggulangan kebakaran? Selama ini koordinasinya dengan berbagai instansi tetap berjalan baik. Termasuk dengan PBK Pemko Batam yang memang belum memiliki armada sama sekali. Juga dengan kepolisian, TNI ataupun kehutanan, tetap berjalan dengan baik. Perhatian Otorita Batam terhadap PBK juga sangat bagus. Terakhir ada pesawat heli milik OB yang setiap saat dibutuhkan bisa digunakan untuk memadamkan kebakaran. Yang penting dengan keberadaan kantor PBK Pemko bisa bersinergi membangun yang kurang-kurang saat ini.
Bahkan ke depan lanjut Gunadi fire fighter sudah sepatutnya memiliki kemampuan juga untuk menanggulangi bencana-bencana lain, seperti penanggulangan bencana alam, kecelakaan lalu lintas, seperti yang ada di beberapa provinsi lain. “Ke depan kita sudah bisa menanggulangi segala bencana, baik yang diakibatkan oleh alam maupun perbuatan manusia dan kita tidak lagi sekadar memadamkan api,” ucapnya.
Perlahan tapi pasti, PBK OB juga terus melatih personilnya untuk peningkatan SDM. Kemudian secara berangsur-angsur armadanya dilengkapi, karena peralatan juga menyangkut pembiayaan. Sebab untuk berbuat yang lebih bagus haruslah didukung dengan anggaran yang memadai. *** Read More.. Read more!

Banyak Request Ayat Quran tentang Musibah

Pasca-Kebakaran yang Menimpa Radio Hang 106 FM

”Selamat siang pendengar setia radio Hang106 FM. Di sini kami kembali mengudara untuk Anda. Kami mohon maaf, tidak dapat menyuguhkan cerita salah satu dari 60 biografi ulama’salaf yang semestinya Anda dengarkan siang ini. Berhubung karena buku tersebut ikut terbakar pada kejadian yang lalu, sebagai gantinya kami menyuguhkan cerita kisah Malik bin Sinan, Lelaki yang Dijamin Surga”.
Demikian Abu Zahroh menyapa pendengar setia Hang FM saat mengawali membuka siaran, Kamis siang lalu, saat Batam Pos berkunjung ke mesjid Sabilun Najaah kantor baru yang kini digunakan Hang106 FM mengudara pasca kebakaran.
Radio ini bertempat di lantai dua mesjid Sabilun Najaah, Merapi Subur Batuaji. Hanya satu stiker kecil bertuliskan Radio106 Hang FM menempel di pintu yang sekaligus pintu masuk studio. Itulah yang menandakan itu studio mini Hang FM.
Tak lama seseorang keluar dari dalam studio itu. Terakhir diketahui itu adalah Abu Anas bagian Teknisi studio. Setelah mengobrol beberapa menit, dia pun mempersilakan masuk studio. Di dalam telah ada Abu Zahroh penyiar yang sibuk siaran membacakan buku kisah heroik Malik bin Sinan di jamannya dulu.
Studio itu sempitnya bukan main yaitu seukuran 5 x 4 biji kotak keramik ukuran 60 cm dibentang. Seluruh dinding dilapisi pengedap suara yang terbuat dari busa setebal 5 cm. Di dalamnya hanya ada dua meja mini yang menjadi tempat dua unit komputer. Satu untuk penyiar dan satu lagi untuk digunakan teknisi. Dan juga ada Alquran ukuran kecil dan beberapa buku tafsir tentang Alquran.
Meja itu juga sekaligus sebagai tempat peralatan elektronik seperti mixer, amplifier, speaker mini, dan peralatan lainnya. Meski sempit, tapi suasana tetap nyaman, karena satu unit pendingin udara senantiasa menyejukkan hawa studio.
Disela-sela Zahroh sibuk siaran, Abu Anas bertutur bahwa studio mini dulunya berperan hanya sebagai relay. Maksudnya, setiap hari pukul 06.00 WIB dan pukul 20.00 WIB pengajian di mesjid itu langsung di relay ke studio pusat di Batam Centre (sebelum terbakar) untuk disiarkan langsung kepada masyarakat. “Tapi sekarang sudah disiarkan dari sini semua,” ungkapnya.
Dulu studio mini itu hanya berdaya 30 watt, dan sekarang telah dibesarkan menjadi pemancar utama berdaya 300 watt. Jangan ditanya setiap hari Selasa pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 09.00 WIB studio itu akan ramai dengan telepon masuk.
Maklum karena jam tersebut, adalah jadwal siaran interaktif, Quran by request dan Hadis by request. Dua siaran ini merupakan favorit dari segala batasan usia. By request itu banyak yang minta ayat Alquran mengenai musibah.
”Volume permintaan juga lebih besar dibanding sebelumnya. Mungkin ini karena Hang FM juga baru mengalami musibah,” katanya. *** Read More.. Read more!

Berdakwah dengan Keterbatasan

Hang FM Bangkit dari Puing

KANTOR pusat Radio Hang di Carnavall Mall Batam Centre -biasa disebut My Mart- pasca kebakaran tinggal menyisakan puing. Seluruh peralatan penyiaran radio Hang 106 FM yang menyuarakan Sunnah di kota Batam dan unit usaha lain yang berunuansa islma telah berubah menjadi abu. Hanya sedikit aset yang terselamatkan yaitu sebagian buku-buku tentang agama Islam.
Meski aset telah berubah jadi abu dan arang namun, tidak dengan semangat kru radio Hang. Wajah-wajah optimis untuk bangkit jelas terpancar dari wajah mereka. Semangat itu kembali setelah melihat respons masyarakat, yang merupakan pendengar setia mereka meminta agar Hang terus berdakwah.
Bahkan dorongan semangat itu juga datang dari pendengar setia Hang FM dari Singapura, Rabu lalu. Termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Batam. “Saat kejadian kita down. Tapi respons masyarakat saat itu membuat semangat kita kembali. Dan putuskan untuk bangkit dan terus berdakwah,” tutur Zein, salah satu pengelola Radio Hang FM.
Akhirnya, kru melupakan sejenak kejadian itu dan memulai tahap yang baru. Zein menganggap kejadian itu adalah suatu titik dimana radio Hang akan terus semangat berdakwah walaupun mendapat kejadian tersebut. Berkat dukungan pendengar setia, Hang FM pun akhirnya kembali siaran.
Selasa (7/10) lalu radio Hang kembali siaran atau mengudara menyuarakan sunnah kepada pendengar. Meski masih menggunakan peralatan yang memang masih serba terbatas. Pasca kejadian radio yang didengar secara langsung oleh masyarakat sekitar Batam, Singapura, dan Malaysia, serta didengar juga seluruh dunia melalui streaming hanya memiliki daya 300 watt.
Radio Hang106 saat ini bisa mengudara lagi dengan memanfaatkan station relay (tower) yang ada di masjid Sabilun Najaah, Merapi Subur Batuaji. Peralatan pemancar sementara memakai atau menggunakan pemancar dari Radio Bayan Tanjungpinang dan komputer serta mixer dari studio mini Hang106 yang ada di Masjid Sabilun Najaah.
Sebelumnya studio di masjid Sabilun ini hanya digunakan untuk relay. Misalnya jika ada pengajian pagi hari dan malam hari langsung di relay ke pusat di kantor Hang FM di My Mart yang kini terbakar untuk disiarkan. ”Tapi setelah kejadian, studio mini ini sudah dijadikan pemancar sementara,” kata Abu Anas bagian Teknisi Hang FM saat ditemui di studio, Kamis.
Dengan kondisi 300 watt Zein mengatakan radius jangkauannya hanya 15 hingga 20 km. Radius itu memang sangat kecil dibanding sebelumnya radio Hang yang menggunakan 7000 watt dan mampu menyuarakan Sunnah sampai ke dua negeri jiran Indonesia.
Meski dengan kondisi terbatas namun semangat suarakan Sunnah seakan tanpa ada kendala yang berarti. Buktinya, kajian malam pertama siaran bersama Ust, Abu Fairuz bisa berjalan dengan lancar. ”Ini berkat dukungan do’a dari kaum muslimin yang ada dimana saja,” ujar Zein.
Saat ini berdasarkan informasi terjauh bisa didengarkan di Perumahan Lengenda Malaka dengan menggunakan/menjadikan antena TV sebagai penguatnya (yaitu memparalelkan antena radio ke boster antena TV) atau dengan membuat antena sepanjang pipa besi antena (panjangnya 6 m). Dan tanpa bantuan antena siaran bisa didengarkan di sekitar Pulau Sambu - Belakang Padang.
Jangkauan radio Hang saat ini kalau dibuat garis lingkaran baru bisa meliputi wilayah Batuaji, Muka Kuning, Tanjung Piayu, Sekupang, Pulau Sambu, Pulau Buluh, Jembatan 2 Barelang, Simpang Kabil, Marina dan Legenda Malaka (menggunakan antena tambahan). ”Mudah mudahan kedepannya bisa dinaikan lagi power pemancarnya. Semoga Allah menggantikan dengan yang lebih baik,” ungkap Zein optimis.
Menurut Zein Kota Batam merupakan kota yang cukup pesat perkembangannya saat ini, baik dilihat dari dimensi geografis, sosiologis, ekonomis dan teknologis. Dengan lokasi sangat strategis, Batam sebagai kota Industri sangat membutuhkan Radio dakwah yang mendukung proses pembangunan dengan pembinaan akidah yang lurus dan akhlak yang mulia.
Peningkatan intensitas dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sarana yang mungkin dioptimalkan salah satunya, radio. Bahkan trend beberapa dasawarsa terakhir ini menunjukkan bahwa radio telah menjadi pilihan favorit bagi masyarakat untuk mendengarkan dakwah.
Hanya saja proporsi dakwah masih relatif kecil dibandingkan dengan total program yang disiarkan oleh radio. Artinya, hingga saat ini masih sangat sedikit ditemukan radio yang terfokus di bidang dakwah, sebagaimana perkembangan yang terjadi di dunia pertelevisian, seperti TV/radio News, TV/radio musik, TV/radio lain.
”Ini salah satu alasan kita menjadikan radio Hang FM total menjadi radio dakwah,” katanya. Ketika memutuskan total radio dakwah lanjut Zein, sponsor memang langsung pada tarik diri. Secara hitung-hitungan bisnis radio dengan aset mencapai Rp700 juta ini sudah lama tak jalan.
Apalagi pasca kejadian itu, semua aset sudah hangus jadi abu. Tapi Allah yang punya kuasa dan bekerja, radio Hang FM selalu diberi kemudahan. Salah satunya, sebagian file-file masih ada tersimpan. “Ini satu bukti nyata, kita masih bisa survive sampai sekarang dan tak sulit untuk melanjutkan (mengudara),” tambahnya.
Sebagai radio dakwah terbesar dan sudah menjadi oase dalam masyarakat Batam, Zein tidak berpikiran negatif tentang munculnya pesaing-pesaing baru. Zein justru menilai pertumbuhan radio dakwah di kota Batam semakin baik untuk Hang FM terutama bagi masyarakat. Karena masyarakat bisa semakin banyak mendengarkan dakwah islam.
”Karena radio dakwa juga tidak terpikir untuk bisnis tapi dakwah jadi ada baiknya buat kita. Justru kita semakin menjalin kerjasama dengan radio-radio dakwah tersebut,” ujarnya.
Strategis dan pentingnya mengembangkan radio dakwah tidak terlepas dari pertimbangan atas luasnya jangkauan yang dapat dicapai oleh siaran radio. Dengan jangkauannya demikian, radio mampu membuka akses yang lebih mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan dakwah Islam.
Dengan radio, setiap orang dapat mendengarkan dakwah, dimanapun dan dalam kondisi apapun. Pengalaman yang telah dilalui radio Hang juga telah membuktikan kemudahan yang dapat diperoleh oleh masyarakat. ”Selama Ramadan saya pendengar setia Hang FM, apalagi dekat-dekat buka puasa,” celetuk Jamil salah seorang wartawan koran ini mengamini pernyataan Zein.
Untuk kembali pulih seperti semula, lanjut Zein tak susah jika semua kru yang terdiri dari hanya tujuh orang itu optimis dan tanpa ragu. apalagi perizinan untuk radio ini tinggal satu langkah lagi. Dalam kondisi sulit setelah kejadian kebakaran itu, biaya menjadi faktor utama membangun bahtera radio Hang FM.
Zein juga mengakui kelangsungan radio Hang FM juga tidak terlepas dari bantuan teman-teman yang mau meminjamkan seperti peralatan radio, materi maupun spirit. Semua itu juga menjadi semangat baru radio ini. Mereka juga melanjutkan siaran selama 24 jam dengan perlengkapan terbatas. Untuk itu mereka tak patah semangat.
Dengan semangat baru itu, Hang FM juga ingin mewujudkan radio ini menyerupai Radio Republik Indonesia (RRI). Beberapa daerah seperti Singapore, Johor, TPI, Bangka Belitung dan Natuna telah mengambil siaran dari Hang FM. ”Saat kejadian itu kita sedang merintis di Dabo,” terangnya.
”Jadi kalau ditanya tadi, apakah Hang FM bisa pulih. Saya pikir malah bisa lebih dari yang kita punya sebelumnya, kalau semuanya bersama-sama, Insyaallah,” ucapnya tersenyum.
Sebagai radio Dakwah Islam yang professional, dan didengar kaum muslimin di Batam dan sekitarnya sangat terhibur dengan program-program yang diluncurkan Hang FM. Mereka menelpon ke Hang FM, mengirimkan sms dan email untuk mengirimkan atensi salam, memberikan opini dan sebagainya.
Mereka juga meminta memutarkan Alquran, Hadist, do’a yang telah disiapkan di studio (sama seperti song by request yang diusung oleh radio yang lain). Namun radio Hang mempunyai kelebihan tersendiri. Selain terhibur, para penelpon dan pendengar juga sekaligus menentramkan dan mendapatkan tambahan ilmu Agama dan Ibadah dengan mendengarkan Alquran, Hadist dan do’a. ”Selain terhibur, mereka juga sekalian menuntut ilmu agama,” katanya.
Menurut manejemen Hang FM PBK sudah berusaha semaksimal mungkin memadamkan api. ”Kami berterima kasih baik moril maupun materil pada masyarakat yang telah membantu Hang FM agar radio dakwah ini bangkit kembali,” tutupnya. *** Read More.. Read more!

Formasi atau Batas Jumlah Kendaraan Bermotor di Kota Batam

Friday, October 10, 2008

Jenis 2008 (unit) 2013 (unit)
Sepeda Motor 45.000 40.000
Mobil penumpang 36.000 45.000
Mobil bus 5.100 6.400
Mobil barang 9.525 12.000

Sumber: SK Wali Kota Nomor 09 tahun 2003 pasal 3 ayat (1) Read More.. Read more!

Taksi Batam Masih Seperti Angkot

Sebagai kota yang berdekatan dengan Negara maju seperti Singapura dan Malaysia, Kota Batam tentu butuh angkutan umum yang aman dan nyaman untuk ditumpangi penumpang. Namun taksi yang seperti ini belum ada ditemui di Batam.
Mulawarman mengatakan taksi yang aman dan nyaman bagi masyarakat dan wisatawan adalah taksi yang memiliki argo meter. Sebab itu masyarakat terlebih lembaga lainnya seperti perhotelan mendesak Organda untuk melakukan penertiban seperti monopoli dan mewujudkan taksi argo meter itu.
”Kita sedang tata itu. Selama ini masih melenceng dari defenini taksi. Taksi di Kota Batam masih seperti angkot, belum taksi sesungguhnya,” tegas Mulawarman.
Budaya operator ini secara prontal sangat berat untuk diperbaiki. Tapi semua itu bisa dilakukan dan bisa berhasil, jika dimulai dari Masyarakat dan didukung keseriusan pemerintah. ”Ini yang kami tantang dari pemerintah, supaya sistem transportasi taksi tertata,” tantangnya.
Pada intinya, Organda siap membantu mewujudkan tuntutan masyarakat dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dan wisatawan Batam, disamping mencari keuntungan.
Sebenarnya kata Mulwarman, persoalan angkutan umum tidak hanya pada taksi, mini bus, angkutan karyawan dan carry. Tapi juga menemui persoalan pada angkutan barang. Untuk angkutan yang satu ini tidak ada standar pelayanan dan tak ada standar cara.
”Hampir mayoritas usaha angkutan barang di Batam masih menggunakan plat hitam,” ungkapnya.
Sesuai aturannya setiap kendaraan angkutan barang mestinya menggunakan plat kuning. ”Kita sudah desak pemerintah, tapi menurut saya pemerintah lamban,” tambahnya.
Akibat tak tersentuh banyak kejadian yang disebabkan kendaraan angkutan barang yang terbilang cukup merugikan pemerintah. Misalnya seperti terjadinya sebuah mobil angkutan barang menabrak jembatan di Tiban Kampung. Jembatan itu hampir putus.
Menurut Mulawarman peristiwa itu terjadi karena disebabkan tata cara angkutan jenis satu ini belum diatur di Kota Batam. Bahkan untuk terminalnya saja pun harus pemerintah sediakan. Sehingga bila barang yang diangkut menggunakan trailer tidak bisa masuk ke satu lokasi, bisa bisa ditransfer ke mobil lori yang lebih kecil di terminal.
Itulah fungsinya ada terminal untuk angkutan barang. Sekarang mobil trailer saja bisa masuk sesukanya ke pusat kota, padahal itu tidak boleh. “Lebih parah lagi, kita pesan barang pakai kontener, tetap saja kontenernya diantar sampai ke perumahan,” katanya.
Penertiban angkutan barang kata Mulawarman bagi Organda cukup berat, apalagi pemerintah kurang memberikan perhatiannya secara serius untuk menanganinya. Nah, moment Visit Batam 2010 dan ditetapkannya Batam sebagai daerah free trade zone (FTZ) diharapkan tata cara masuk dan batasan kendaraan ke Batam lebih diutamakan.
Untuk menyelesaikan semua persoalan itu harus didasari dukungan kuat dari pemerintah, sebab kekuatan Organda terbatas dan tanpa anggaran dari pemerintah. Organda hanya berjalan berdasarkan iuran dari anggota yang tergabung dalam Organda. ”Itupun lancar dan tidak lancar,” katanya. *** Read More.. Read more!

Kemacetan Buang Duit Rp246 M

Pada kesempatan itu juga, Mulawarman menjelaskan akibat tak terkontrolnya kendaraan yang masuk ke Batam, justru berdampak pada banyak hal. Terutama borosnya pemakaian bahan bakar minyak (BBM). Dalam perhitungan Organisasi Angkutan Darat Daerah (Organda), kerugian dari sisi BBM saja, bisa mencapai Rp246 miliar per tahun per 10 titik macet.
Hitungan ini bersumber dari dari hasil survey selama 1,5 jam (peak hours 06.30-08.00 WIB) di Simpang Dam Mukakuning oleh Organda. Jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan ini, mengalami hambatan 10 menit per kendaraan. Dengan kapasitas per lajur 2.000 smp (satuan mobil penumpang) dan ada dua lajur, maka total kehilangan waktu kendaraan 1.000 jam pre hari.
Jika rata-rata pemakaian BBM per jam 7,5 liter maka total konsumsi BBM yang hilang akibat adanya kemacetan 7.500 liter atau senilai Rp33,75 juta per 1,5 jam. Jika sehari ada dua kali jam sibuk, maka total kerugian setahun mencapai Rp24,6 miliar atau Rp246 miliar di sepuluh titik macet.
Sepuluh titik macet tersebut adalah Simpang Dam Mukakuning, Simpang Jam, MKGR, Simpang Baloi Center, Sagulung, Seputaran Nagoya-Jodoh, Tanjung Uncang, Seipanas, Simpang Kabil, dan Bengkong.
”Dari sisi kemacetan di 10 titik tersebut diatas saja telah merugikan 1/4 triliun itu ditinjau dari segi BBMnya, belum subsidinya,” ungkap Mulawarman.
Berdasarkan hitung-hitungan tersebut dan dampak lain dari membludaknya jumlah kendaraan di Batam, Organda mengusulkan agar Pemko menegaskan lagi usia dan jumlah kendaraan yang diizinkan masuk Batam.
”Selama ini mobil umur 20 tahun pun masuk, bahkan kendaraan patah pinggang pun masuk. Celakanya Batam membiarkannya. Ini yang harus ditertibkan dengan keseriusan pemerintah,” ujarnya.
Terkait jumlah kendaraan di Batam, baik Organda maupun Disperindag menilai Batam sudah kelebihan kapasitas. Bahkan akibat kelebihan kapasitasn ini menyebabkan kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup besar. “Mobil yang masuk tak sebanding dengan kerugian pemerintah,” tutur Mulwarman.
Ia menjelaskan kerugian terjadi pada pembenahan, BBM, subsidi, jalur, terminal, membangun haltenya, tingkat kehancuran jalan, dan ruang publik berkurang. Padahal setiap orang punya hak yang sama pada jalan. ”Atas dasar inilah diluar negeri lebih banyak menggunakan angkutan massal dibanding mobil pribadi.” ujarnya. *** Read More.. Read more!

Menjadikan Angkutan Lebih Manusiawi

Visit Batam 2010 yang digulirkan Pemerintah Kota Batam sebagai kunjungan wisatawan menjadi tameng andalan Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) memperbaiki sembrawutnya angkutan umum di Kota Batam. Inilah yang diungkapkan Ketua Organda Batam Mulawarman Kamis (25/9) saat tim Batam Forum Batam Pos bertandang ke kantornya di Baloi.
Hadir dalam diskusi Arius MH Sekretaris Organda, Masdi Ketua Taksi Koptitrans, dan pelaku usaha angkutan darat di Kota Batam. Pada awal dialog itu Mulawarman menjelaskan Organda berdiri di Kota Batam sejak 15 tahun lalu atau persisnya tahun 1993.
”Saat itu yang eksis masih angkutan barang, sedangkan angkutan umum belum tertata. Operator taksi masih sekitar tujuh dan lebih banyak koperasi fungsional,” tuturnya.
Sesuai perkembangan jaman, tahun 2001, terbitlah peraturan daerah (Perda) Kota Batam Nomor 9 tahun 2001 tentang lalu lintas dan angkutan umum. Dalam peraturan ini jenis angkutan umum di bagi dua yakni angkutan umum massal dan taksi resmi alias plat kuning.
Di tengah berkembangnya kota Batam, jumlah angkutan penumpang ilegal semakin marak. Mulai mini bus, taksi dan suzuki carry. ”Tapi pemerintah lalai mengatur sehingga terjadi penumpukan,” katanya.
Kendaraan yang masuk ke Batam tidak terkontrol, baik secara legal maupun ilegal. ”Kalau pemasukan dulu ini dijaga, angkutan umum Batam akan lebih baik,” katanya.
Tapi lanjut Mulawarman tidak pernah ada kata terlambat dalam kamus Organda. Program pemerintah mewujudkan Batam sebagai kota kunjungan wisatawan pada tahun 2010 menjadi titik awal perbaikan sistem transportasi umum Kota Batam. ”Ini kami coba terus suarakan, supaya Visit Batam 2010 lebih baik,” ujarnya.
Menurut Mulawarman kesuksesan program pemerintah dalam menjamu wisatawan asing di Batam tidak terlepas dari bidang transportasinya. Yakni penataan argo meter dan penataan trayek serta yang paling berat dan belum tuntas sampai sekarang adalah penertiban angkutan ilegal. ”Ini fenomena yang tak ada habisnya,” ungkapnya.
Kenapa? Karena pemerintah kurang menjalankan fungsinya di lapangan, yaitu tidak maksimal mengawasi. Sebenarnya formula pemecahan masalah yang timbul juga sudah diserahkan kepada pemerintah, hanya saja formula tersebut tidak jalan dengan baik. ”Penyebabnya, akibat low enforcement dari pemerintah tadi tidak maksimal,” katanya.
Tapi sekarang Organda sedang gencar melakukan penataan. Mulai angkutan karyawan, jaringan trayek hingga angkutan taksi. ”Ini yang menyita waktu,” tambahnya. Perlahan tapi pasti, satu persatu memang telah membuahkan hasil.
Misalnya angkutan karyawan dulu menggunakan bak terbuka. Kendaraan dengan bak terbuka ini dulu sering ditemui di wilayah Tanjunguncang. Membawa para pekerja galangan kapal. Hal ini dinilai sangat kurang baik dan tidak manusiawi.
Selain itu, dipandang oleh masyarakat juga sangat mengerikan, apalagi bagi wisatawan asing yang melihat hal ini. Ini memberi citra yang buruk bagi pemerintah terlebih pada pengelola angkutan umum di Kota Batam.
Melalui kerja keras sekarang kendaraan dengan bak terbuka sudah tidak ada digunakan lagi sebagai angkutan karyawan. ”Boleh dikatakan sekitar 75 persen adalah kerja keras kita, menjadikan angkutan yang lebih manusiawi,” akunya.
Penataan trayek juga menjadi poin penting setelah penertiban kendaraan angkutan karyawan pada tertib berkendara di Kota Batam. Dari tahun 2001 hingga 2008 perkembangan Kota Batam sangat signifikan. Baik itu dari tata ruang hingga pemukimannya.
Tapi satu hal yang menjadi persoalan besar sekarang di Kota Batam adalah jumlah kendaraan angkutan baik legal maupun ilegal bertambah terus, sementara trayek itu-itu saja. ”Inilah jadi penyebab terjadinya tumpang tindih trayek dan pergesekan sesama supir di jalanan. Ini jelas memprihatinkan,” tuturnya.
Karenanya, Organda pun berusaha mengatasi persoalan klasik ini. Sebanyak tujuh draf trayek telah diusulkan Organda pada pemerintah dan berharap disetujui. Dengan ketentuan tidak meminta adanya penambahan jumlah kendaraan.
Karena kalau kendaraan ditambah secara otomatis juga akan menambah masalah dan tidak baik juga untuk lalu lintas Kota Batam.
”Kita akan membagi jumlah kendaraan umum yang ada sekarang ke beberapa trayek yang diusulkan tadi. Disini dukungan pemerintah sangat dibutuhkan, agar angkutan di Batam lebih aman dan nyaman,” tegasnya. *** Read More.. Read more!

Dibayar Beras dan Selamatkan Perhiasan

- Kenangan Robinson Selama Delapan Tahun sebagai Porter Pelabuhan

Selain berpeluh keringat dan berhadapan dengan kerasnya kehidupan di pelabuhan mengangkut barang penumpang, Robus juga harus berjuang menjaga barang penumpangnya dari upaya kejahatan seperti copet.

Satu kejadian yang tidak bisa dilupakan Robinson yaitu pada saat membantu seorang penumpang selamat dari niat jahat para pencopet di atas kapal.
“Saya tidak ingat betul itu kapan, tapi saat itu betul kalau itu masih jamannya pencopet marak, kalau Pelni sudah masuk,” ujarnya.
Kata dia waktu itu kapal sudah sandar dan penumpang dari Jakarta sudah turun. Ia melihat seorang penumpang bawa ransel. “Dia itu cewek keturunan Jawa,” katanya. Mata Robinson tertuju kepada cewek tersebut karena memiliki asesoris yang menarik perhatian.
“Perhiasan mas -besar, mulai kalung, cincin dan antingnya besar-besar,” ucapnya.
Entah kenapa nalurinya mengajaknya untuk mengawasi cewek itu. Tak lama ia berjalan, beberapa pria langsung mengikuti dari belakang dan mengepung cewek itu sambil berjalan menuju keluar. Di tengah penumpang yang berdesakan itu, Robinson melihat para pencopet tadi sudah mulai beraksi. Dia pun langsung mendekati cewek itu dan langsung menegur para pencopet itu.
“Jangan ganggu ini adalah adek aku,” gertak Robinson sambil mengantar cewek itu keluar dari kapal. Para pencopet itu pun tetap mengikutinya dan sempat mau terjadi bentrok. Robinson rela meninggalkan pekerjaannya untuk menyelamatkan cewek itu.
“Saya ingat saya punya adek perempuan, makanya saya antar sampai naik ke dalam taksi. Saya bilang baik-baik jaga diri, hati-hati emasnya, tadi adek sudah mau di copet,” pesan Robinson waktu itu.
Kisah lainnya, pernah mengangkat barang milik orang tua dari kampung. ”Tahu tidak upahnya dikasih apa? Beras tiga muk dan uang Rp 3 ribu. Saya hanya tersenyum menerima,” akunya. Tapi Robinson percaya rejeki itu diatur oleh yang maha kuasa.
Suatu ketika hujan deras, seorang penumpang hendak berangkat. Sebagai porter Robinson menawarkan jasanya dan penumpang itu mau saja. Kemudian ia pun menyerahkan payung yang dipakainya kepada pelanggannya dan mengangkat barang bawaan yang hanya tas ransel.
“Setibanya di dalam kapal penumpang tersebut kasih saya Rp 300 ribu. Saya bilang ini terlalu banyak. Tapi penumpang itu bilang tidak apa-apa, katanya buat biaya sekolah anak saya. Itulah kenangan yang sangat membuat saya terharu,” kenangnya.
Kadang kecurigaan penumpang juga sering membuat porter jengkel. Ini juga yang disesalkan porter. Karena secara tidak langsung membuat penghasilan mereka berkurang. Atas kecurigaan tak berdasar itu penumpang jadi membawa barangnya sendiri. Padahal kata Robinson, setiap porter telah tercatat identitasnya di kepolisian dari nomor baju seragamnya.
”Penumpang tinggal mencatat nomor baju porter, barang-barang pasti aman. Jadi penumpang tak perlu kuatir dengan barang yang dibawa porter pasti aman,” pesannya. *** Read More.. Read more!

Porter pun Mencari Langganan

Suasana siang di pelabuhan Beton Sekupang sungguh sangat menyengat, Rabu (1/10) lalu. Panas dan gersang sudah merupakan cuaca yang akrab ditemui di sana. Kapal Motor (KM) Kelud milik Pelni baru tiba dan langsung bersandar di dermaga. Puluhan pria berseragam kuning langsung berlari merangsek masuk ke dalam kapal saat ABK mulai membuka pintu kapal, yang ada di dek (kelas) ekonomi.

Tak lama kemudian mereka pun keluar berhamburan dari dalam kapal dengan membawa berbagai jenis barang milik penumpang. Sebagian lagi membawa barang penumpang masuk ke dalam kapal. Mereka membawanya dengan berbagai cara. Mulai di pundak, di tenteng dan di jinjing hingga diseret. Mereka seperti berlomba siapa yang paling banyak membawa barang.

Sekilas orang mungkin memandang pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang berat, namun di tengah kondisi ekonomi yang cukup sulit membuat orang tidak memikirkan pekerjaan lain untuk mencari ganti pekerjaan yang dinilai sebagian orang berat ini. Mereka hanya berharap penumpang membeli jasa mereka.

Begitulah kehidupan yang dijalani Robinson Tambunan tukang angkat barang (porter) di pelabuhan Beton Sekupang. Sudah delapan tahun ia menekuni pekerjaan sebagai tukang angkut barang. Tak hilang dari ingatan, tanggal 13 Maret 2000 adalah awal pertama kali ia mengawali pekerjaan itu. ”Saya tak bisa melupakannya, itulah sejarah hidup saya, dan pekerjaan pertama kali tiba di Batam,” kata Robinson.

Saat mengikuti Robinson bekerja mengangkut barang di pelabuhan, tubuhnya berpeluh keringat. Baju seragam berwarna kuning bertambah cerah karena keringatnya. Sesekali ia menyeka keringat dengan tangan. Rabu (1/10) jumlah penumpang tidak begitu banyak sekitar 400 penumpang.

Sedikitnya penumpang mengharuskan porter bekerja sebentar saja. Karena sebagian penumpang juga mengangkat barangnya sendiri keluar dari kapal. Meski sebentar bekerja, namun Robinson masih bisa ceria. Ia masih mendapat penghasilan lumayan meski penumpang sedikit.

”Puji Tuhan, hari ini masih bisa dapat Rp150 ribu. Padahal hari ini sudah Lebaran, lumayan lah,” ujar Robinson saat ditemui usai bekerja di sebuah warung dekat pelabuhan di Sekupang. Saat itu, dia bersama seorang anak kecil. ”Ini adalah anak saya yang pertama,” katanya sembari merangkul anak yang terlihat cekatan itu.

Tak lama kemudian ia berusaha mengeluarkan dan menghitung uang hasil dari peluh keringatnya hari itu. Ia pun menyisihkan uang tiga lembar pecahan Rp 50 ribu dijadikan satu lipatan. ”Uang ini nanti saya berikan buat istri saya,” urai ayah tiga anak ini yakni Ruben Christian (8), Ryan (6), dan Reinhard (3) ini.

Dari warung tersebut Robinson berencana kembali ke rumahnya sebuah ruli di Kampung Baru. Di ruli itulah dia tinggal bersama tiga anaknya dan istrinya, Ruminda Naibaho (37), yang bekerja menjaga warung yang sekaligus rumahnya.

Bekerja sebagai porter kata lelaki 38 tahun asal Tapanuli Utara ini penghasilannya tidak menentu. Bahkan pernah tidak membawa penghasilan ke rumah sama sekali. Ia mengenang begitu sedihnya kalau saat bekerja tidak mendapat hasil apa-apa. ”Saya pernah mengalaminya. Entah kenapa penumpang banyak saat, tapi penumpang tidak ada yang mau barang bawaaanya saya angkat,” katanya.

Persoalan seperti ini kata dia juga kerap dialami oleh porter lain. ”Teman-teman juga pernah mengalami hal yang sama. Mungkin di sanalah Tuhan bekerja, kalau rezeki sudah ditentukan oleh Dia,” tambahnya. Tapi seminggu menjelang Lebaran ini jumlah penumpang kapal Pelni meningkat, sehingga penghasilan mereka mengalami peningkatan juga. Bahkan di hari H sekalipun, mereka masih bisa mendapatkan penghasilan.

”Ya. Lumayan lah,” singkatnya.

Robinson mengaku berat badannya yang hanya sekitar 60 kilogram, tapi kadang dia harus memanfaatkannya untuk memanggul barang hingga 90-100 kilogram. Memang sangat berat, tapi tak ada pilihan pekerjaan lain lagi. Biasanya, usai melakoni pekerjaannya, para porter duduk menikmati minuman dingin sekedar melepas dahaga dan lelahnya mengangkat barang penumpang.

Begitu juga dengan Robinson saat diikuti Batam Pos setelah dirinya selesai bekerja. Di kursi kayu sebuah warung di luar pelabuhan, Robinson bersandar. Tubuhnya meleleh perlahan seperti lilin yang membakar diri demi cahaya bagi anak-anaknya. ”Semua ini demi anak-anakku. Saya tidak ingin mereka bernasib sama seperti diriku,” tuturnya.

Robinson pun harus pintar-pintar mencari pelanggan menjaga penghasilannya tetap ada, meski bersaing dengan puluhan porter lainnya. Sekarang dia sudah memiliki beberapa pelanggan. ”Kalau tidak ada pelanggan bakal tidak dapat apa-apa, kadang juga sudah ada yang main telepon,” katanya.

Mereka adalah pedagang yang rutin mengirimkan barang dagangannya ke Jakarta maupun Medan. Sehingga setiap kapal datang, ia tidak perlu kuatir lagi tidak membawa uang ke rumah.

Dari langganan itu pula, dibantu penghasilan dari warung istrinya, Robinson bisa menutupi biaya sekolah Ruben Christian dari taman kanak-kanak (TK) hingga sekarang sekolah di SD Advent Blok IV Nagoya. Bisa dibilang biaya sekolah anak-anaknya dari uang didapatkannya mengangkat barang di pelabuhan ini.

Meski bekerja berat sebagai tukang angkut barang, namun masih ada tersimpan rasa bangga dalam dirinya. Anaknya Ruben yang kini duduk di kelas 2 mampu meraih juara II di kelas. Berat beban di pundak saat angkat barang sepertinya hilang kalau sudah ingat anak-anak.

”Walau saya porter tapi saya bangga anak-anak saya pintar di sekolah,” katanya pria yang sempat bekerja sebagai sopir metromini di Jakarta tahun 1994 ini dengan bangga. Kehidupan di pelabuhan diakuinya memang sangat keras. Bahkan sering berbenturan dengan perkelahian.

Apalagi persaingan antar porter muncul akibat mulai adanya kebebasan bagi porter-porter mengambil ‘daerah jajahan’ tanpa diatur pembagiaannya setiap blok, padahal jika ada pengaturan setiap blok dengan jumlah tertentu tentu persaingan kecil itu bisa dihindari.

Sebagai porter yang bertanggung jawab dengan keluarga, ia selalu berusaha menghindar dari masalah itu. Di pelabuhan kata dia, kekerasan harus dilawan dengan kelembutan. ”Ini trik saya menghindari terjadi perkelahian,” katanya.

Di lokasi kerja diakuinya beberapa kejadian yang selalu mengundang terjadi kekerasan padanya. Namun semua ia hadapi dengan kelembutan. “Pengalaman saya yang mendidik saya begitu. Karena saya sudah lama hidup di lingkungan keras seperti ini. Kalau dihadapi dengan kekerasan juga akan berakhir tidak baik. Kita sendiri yang rugi,” tambahnya.

Dan inilah yang disampaikan Robinson kepada Roni dan Roganda, adik-adiknya, yang juga bekerja sebagai porter di pelabuhan Beton Sekupang. Diusianya yang semakin menanjak tua, Robinson berharap tetap bisa menyekolahkan anak-anaknya. Maka dari itu di saat kapal tidak masuk Batam, ia mencoba mencari penghasilan lain dengan membantu orang lain melakukan sesuatu.

Harapan cita-cita untuk anak-anaknya juga tidak muluk-muluk. Robinson ingin anaknya bisa belajar les bahasa Inggris dan komputer serta bisa meneruskan belajar ilmu pengelasan (welder) setelah SMA.

”Di usia sekarang apalah yang bisa diangkat dengan tenagaku, uang yang kuhasilkan pun hanya mampu sekolahkan anak sampai disana. Semua itu berjalan baik sampai sekarang karena berkat Tuhan,” ujarnya.

Jumlah porter di pelabuhan Beton Sekupang memang lumayan banyak, semua mengenakan pakaian seragam kaos kuning. Banyak di antara mereka hanya duduk menunggu pembeli yang hendak memakai jasanya. *** Read More.. Read more!

Kerapu pun Ogah Kawin Sedarah

Saturday, October 4, 2008

Tim Batam Forum Batam Pos, Rabu (25/9) lalu bertandang ke Balai Pengelolaan Agribisnis Otoria Batam (BPA-OB) yang berkantor di Jalan KH Ahmad Dahlan Kelurahan Tanjung Riau, Sekupang. Di sini, kami terlibat diskusi dan melihat langsung pembibitan ikan.
Dialog tersebut dihadiri langsung oleh Kepala BPA-OB, Tato Wahyu didampingi Site Building Bidang Perikanan BPA-OB, Wisnu. Pada awal dialog yang tidak begitu formal itu Tato menjelaskan BPA-OB memiliki misi di Kota Batam untuk mengembangkan usaha agribisnis (produk/jasa) dan meningkatkan investasi dalam bidang pertanian, perikanan dan peternakan.
Meski struktur tanah di Batam tergolong bukan subur, namun BPA-OB tetap meningkatkan potensinya bidang pertanian, kebun tanaman hias, tanaman berorientasi ke komersil dan peternakan.
Dari beberapa usaha tersebut yang menjadi perhatian BPA-OB adalah pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan pulau Batam untuk dapat dikembangkan menjadi suatu aktivitas riil agribisnis yang dapat mendorong peningkatan ekonomi di tingkat masyarakat.
Untuk itu, pada tanggal 27 Februari 2004 bertempat di BPA-OB telah ditandatangani perjanjian kerja sama di bidang pertanian dan perikanan antara Kepala BPA-OB dengan Teknologi Budidaya Pertanian.
Beberapa hasil kerja sama diantaranya adalah pelaksanaan pengkajian dan penerapan teknologi budidaya kerapu di perairan Nguan yang kemudian diikuti dengan pelaksanaan panen perdana, penerapan teknologi pendederan dan penggelondongan benih kerapu dalam sistem bak; perbaikan sistem hatchery di BPA-OB.
Dan sampai saat ini penerapan teknologi untuk peningkatan bibit unggul pada kerapu masih terus berlanjut. BPA-OB cukup sadar bahwa kualitas benih rendah masih menjadi batu sandungan terbesar yang menghambat laju perkembangan budidaya perikanan nasional. Padahal, kunci sukses budidaya sangat tergantung pada ketersediaan benih unggul.
Tanpa dukungan benih yang mencukupi dengan kualitas prima, target peningkatan produksi agribisnis perikanan akan terancam gagal.
Karenanya BPA-OB selalu fokus untuk peningkatan mutu bibit unggul, seperti yang dilakukan pada ikan jenis kerapu bebek belakangan ini.
Maklum sekarang ini, kerapu bebek sangat bernilai mahal dan lebih mahal daripada kerapu jenis lainnya.
Permintaan kerapu bebek sangat tinggi di negara-negara maju. Bahkan Singapura, Taiwan dan Hongkong mengimpor kerapu bebek dalam jumlah besar. Melihat peluang itu, seiring dengan misi tadi, BPA-OB pun menginginkan produksi kerapu bebek dengan mutu bagus bisa diproduksi secara massal oleh nelayan Batam. ”Batam merupakan kota terdekat dengan negara pengimpor Kerapu tersebut. Didukung transportasi yang mudah juga menjadikan bisnis ikan kerapu menjanjikan, selain harganya juga sangat mahal,” tuturnya.
Riset untuk mendapatkan bibit unggul kerapu bebek yang prima pun dilakukan di laboratorium BPA-OB di Tanjung Riau. Sampai saat ini bibit yang dapat baru pada tingkat F2. Tato mengatakan bibit kerapu ini dibagi tiga bagian, yakni F1, F2 dan F3.
Ia menjelaskan bibit kerapu F1 memiliki sistem kekebalan sangat lemah dan gampang terserang penyakit dan benihnya mudah mati jika dipindah ke air yang berbeda. Sehingga sulit untuk dikembangkan dan hasilnya kurang memuaskan karena genetikanya juga kurang bagus. Selama ini kerapu jenis F1 inilah yang beredar di pasar.
Sementara kerapu F2 sudah bagus namun sepenuhnya belum kebal. Karena itu BPA-OB terus mengembangkan risetnya untuk mendapatkan kerapu F3, yang dipastikan bibit paling bagus.
”Bibit ini yang sedang kita ciptakan karena kebal penyakit dan cuaca dan pertumbuhan cepat. Makanya kita terus melakukan riset di laboratorium,” ungkap Tato.
Tato Wahyu tak menampik kenyataan pembudidaya ikan air laut sampai saat ini masih terkendala dengan kualitas benih. Penurunan kualitas benih-benih ikan air laut memang terus terjadi. Para pembudidaya juga sangat sulit mendapatkan benih-benih yang berkualitas prima.
”Tengok saja para pembudidaya di pulau-pulau yang ada di Batam yang hingga kini masih kesulitan memperoleh benih ikan kerapu (bebek) berkualitas,” tuturnya.
Selama ini kata Tato, para nelayan budidaya saat membeli bibit sangat jarang peduli dengan asal usul ikan. Padahal, secara tidak langsung persoalan genetika pada bibit unggul sangat perlu diperhatikan karena hal tersebut bisa mempengaruhi pada perkembangan ikan itu sendiri.
Persoalan inilah yang tidak diinginkan dialami para nelayan budidaya yang ada di Batam. Untuk itu BPA OB pun bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melakukan pengembangbiakan bibit unggul paling bagus. ”Sehingga ke depan bibit unggul ini bisa di produksi secara massal dan dinikmati oleh para nelayan,” tukasnya.
Lantas, bagaimana mendapatkan benih F3 itu? Wisnu menjelaskan sejak dini BPA OB dan BPPT sudah mencegah perkawinan bibit atau induk yang sedarah (inbreeding). Inbreeding bisa menyebabkan benih semakin buruk. Karenanya pencegahan dilakukan dengan memberi PIN number (nomor seri) pada setiap punggung induk.
Memang lanjut Wisnu untuk mendapatkan F3 membutuhkan waktu. “Dari benih sampai induk membutuhkan waktu 2 tahun jadi bibit. Tapi kita yakin bibit F3 itu akan kita dapatkan dan bisa diproduksi secara massal.” ujarnya. ***

. Sekarang baru dapat keturunan dari F2. Jika sudah dapatkan F3 pasti akan kita launching,” tuturnya.
Investasi budidaya ikan kerapu ini memang untuk jangka panjang. Sebab untuk panennya dengan bobot berat per ekor 6 Ons harus menunggu dua tahun. Beda dengan kerapu macan yang panennya lebih cepat. Tapi lamanya menunggu hasil itu memang sesuai dengan harganya. ”Untuk satu kilo kerapu bebek saja harganya mencapai Rp500 ribu. Makanya ini adalah ikan paling mahal. Buat nelayan ini menguntungkan,” katanya.
Selain pengembangan budidaya ikan kerapu, BPA-OB juga membangun pusat hatchery, retail ikan hias dan kolam pemancingan. *** Read More.. Read more!

BPA - OB Usul Perda Tentang Hewan Ternak

Rumah Potong Hewan (RPH) tak sekadar menjamin keamanan pangan tetapi juga menjanjikan keuntungan. RPH juga merupakan salah satu unit usaha yang sangat penting dalam menjaga kehalalan pangan yang beredar di masyarakat.
Di dalam RPH itu terdapat salah satu tahap yang cukup kritis ditinjau dari segi kehalalan, yaitu proses penyembelihan hewan. Proses tersebut sangat menentukan halal atau tidaknya daging atau bagian lain dari hewan (lemak, tulang, bulu, jeroan dsb.) yang dihasilkan.
RPH perlu memiliki sebuah komitmen yang kuat untuk menghasilkan sembelihan yang halal. Komitmen ini perlu dijabarkan dalam bentuk peraturan daerah. ”Karena itulah kita mengusulkan pembuatan peraturan daerah (Perda) untuk itu, temrasuk untuk alokasi hewan ternak,” kata Tato, Kepala BPA-OB.
Jika suatu peraturan daerah telah ada maka memproduksi sembelihan halal tidak perlu lagi diragukan karena akan dijalankan sebagaimana telah di atur dalam hukum positif di Indonesia.
Ketika pihak RPH telah memutuskan bahwa sembelihan yang dihasilkannya adalah halal, maka seluruh proses yang terjadi, mulai dari pemilihan hewan, proses penyembelihan sampai pengiriman produk kepada pelanggan haruslah sesuai dengan aturan halal.
Rumah potong hewan (RPH) halal hanya diperuntukkan bagi hewan halal. RPH tersebut tidak boleh menyelenggarakan penyembelihan atau penanganan hewan yang tidak halal. RPH halal juga harus terletak di lokasi yang terpisah sama sekali dengan tempat pemrosesan hewan yang tidak halal.
Menurut Tato, dalam perda tersebut juga tidak hanya mengatur tentang tempat pemotongannya. Tetapi juga ke depan semua peternak yang ada di kota Batam akan disatukan di daerah Sei Temiang.
Mulai pemeliharaan, penggemukan hingga pemotongan akan dilakukan disana. Sehingga peternak tidak ada lagi yang berpencar-pencar dan memotong hewan semaunya dan dimana saja tanpa diketahui kehalalannya.
Lokasi pemeliharaan dan penggemukan hewan di Sei Temiang kata Tato, masih cukup luas dan mampu menampung semua jenis hewan yang sekarang ada di Batam.
Untuk itulah, BPA-OB mengusulkan adanya perda tersebut agar lokasi itu dikembalikan kepada fungsinya. Sejak Otorita Batam berdiri, sebuah instalasi ternak sapi langsung dibangun di Sei Temiang. (ray)
Kala itu, mantan Presiden Soeharto langsung mengirimkan sebanyak 300 ekor sapi untuk proses pemeliaraan serta penggemukan.
Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Sekarang lokasi ini kini digunakan pada saat-saat tertentu saja seperti untuk penampungan hewan sebelum di potong.
”Kita hanya ingin hal itu difungsikan ke semula,” katanya. *** Read More.. Read more!

Tanaman Komersil Lebih Berhasil

Friday, October 3, 2008

Dinamika pembangunan yang terus bergerak maju di Pulau Batam sebagai kawasan industri maupun perdagangan telah mampu memberikan kesempatan kerja pada 180 ribu tenaga kerja. Kegiatan tersebut juga telah memberikan pendapatan bagi pekerja. Namun kegiatan sub sektor industri dan perdagangan belum mampu menyerap keseluruhan potensi pencari kerja.
Artinya diperlukan suatu alternatif yang dapat memberikan kesempatan untuk dapat maju dan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang belum bekerja dan yang tinggal di pulau. Secara tidak langsung hal ini bisa mengurangi kesenjangan sosial.
Letak geografis Batam yang strategis berada pada perlintasan perdagangan dan jaringan keuangan internasional belum dioptimalkan. Maka ada peluang pengembangan pasar potensial produk-produk pertanian yang berasal dari kawasan Batam Rempang dan Galang (Barelang).
Hal ini dapat dilihat dari jumlah investasi dalam bidang perikanan, pertaninan dan peternakan di kota Batam hanya sekitar 1 persen dari total investasi yang ditanamkan. Dari sektor agribisnis hanya berkisar 1,6 persen, sedangkan 70 persen lebih adalah industri.
Melihat ini, Badan Pengelolaan Agribisnis yang didirikan Otorita Batam mengembangkan bidang ini, untuk peningkatan usaha mikro dalam bidang pertanian. Bahkan, BPA-OB mengajak masyarakat dan bisa dikerjasamakan dengan investor.
Saat ini pihaknya sedang kembangkan pertanian hidroponik, semi konvesional (irigasi tetes) tanaman holtikultura, tanaman hias, tabu lampot, perkebunan buah-buahan unggulan/ wisata agro dan industri rumah tangga pertanian.
Selain itu, BPA-OB juga sedang mengembangkan tanaman berorientasi ke komersil.
Cara-cara pertanian ini juga sudah ditularkan kepada petani yang ada di Kota Batam, melalui bidang pendidikan dan pelatihan (diklat).
”Pengembangan pertanian satu ini sudah menuai hasil,” tutur Tato, sembari menunjukkan pohon tomat dan paprica hasil tanaman hidroponik di daerah pengembangan tanaman tersebut.
Sementara waktu pelatihan diadakan setiap dua bulan yang diadaptasikan dengan kebutuhan peserta.
”Kita melakukan pelatihan ini secara reguler, dan disesuaikan dengan tren bisnis yang sedang in,” akunya.
Dalam hal ini BPA-OB juga menjalin kerjasama dengan Institut Pertanian Bogor, BPPT, Deptan dan sebagainya. ”Bahkan dari luar negeri seperti Malaysia guna memenuhi standar kualitas lulusan diklat,” tambahnya.
Dari segi sarana dan prasarana kata Tato, BPA-OB menyediakan lahan pertanian (kawasan industri pertanian terpadu) seluas 60 hektare di Sei Temiang.
Unit Green House 2.400 m2. ”BPA-OB adalah patner kerjasama investasi dan melayani kebutuhan calon investor dan masyarakat luas untuk mengembangkan usahanya dalam bidang agribisnis,” katanya. *** Read More.. Read more!

Mak Wik dan 3.500 Batang Kue rokok

MENJELANG lebaran, warga pasti sibuk membuat kue. Tidak terkecuali dengan Mak Wik. Bahkan Mak Wik terbilang punya kesibukan yang cukup padat. Kenapa tidak? Wanita kelahiran Bawean, Kabupaten Gresik Jawa Timur ini membuat kue bukan hanya untuk keluarganya saja.
Banyak masyarakat yang suka dengan kue, opor, ketupat dan sejenis makanan lebaran lainnya hasil buatan tangannya. Pesanan pun menggunung. Yang datang bukan hanya tetangga, dari luar lingkungan rumahnya juga ada. Berikut sekelumit kisah Mak Wik si pembuat kue dan makanan lainnya yang dilakukannya setiap tahun saat menjelang perayaan Idul Fitri.

SAMBIL duduk di sebuah kursi santai di dapur rumahnya yang tak begitu luas di kawasan Bengkong Permai Blok B no 19, tangan perempuan berusia 44 tahun itu bergerak lincah meracik semua bahan-bahan untuk membuat kue. Bahan sudah ditimbang, terigu sudah diayak dan bahan lainnya sudah ditakar sesuai porsinya. Kamis (25/9) siang itu, Mak Wik ingin melanjutkan pekerjaannya, membuat kue salju.
Tapi ia menunda membuatnya menunggu cetakan kue ketemu. Saat Batam Pos hadir dirumahnya, ibu dari enam anak ini baru saja selesai membuat kue nastar. Lalu Mak Wik pun mengajak untuk melihat bagian dapur tempat membuat kue-kue enak yang sudah dikenal banyak orang itu.
Sambil merapikan adonan kue salju yang sudah dikerjakan, Mak Wik pun bercerita panjang lebar. Di sekitarnya banyak jenis bahan-bahan untuk membuat beraneka macam kue-kue. Hampir seluruh meja di dapur itu tertutupi bahan-bahan tadi. Lantai semen dapur itu juga hampir setengah luasnya tidak luput dari macam bahan-bahan baku pembuat kue lainnya.
Di dekat pintu dapur, sebuah oven tradisional yang terletak diatas kompor masih terasa hangat. Dari oven itulah Mak Wik baru saja mengeluarkan kue nastar yang terakhir. Ia baru saja menyelesaikan kue nastar sekitar satu kilo gram. “Sebelumnya banyak yang selesai, dan sudah diambil orangnya,” katanya.
Tak ketinggalan juga Mak Wik meminta Batam Pos untuk mencicipi kue nastar buatannya. Ia meminta untuk meyakinkan apakah kue buatannya itu benar-benar enak atau tidak. Karena memang tidak puasa, kue nastar itu pun dicicipi. Mak Wik hanya senyum-senyum dan mengucapkan terima kasih, ketika Batam Pos menyampaikan pendapat kue buatannya memang benar-benar enak.
Untuk menjaga citra rasa kue buatannya, Mak Wik mengaku tidak pernah melibatkan anak-anaknya secara langsung dalam meracik adonan kue. Termasuk suaminya yang sudah lama melihatnya melakukan itu. “Itu pesanan orang, jadi anak- anak saya minta bantu-bantu saja,” akunya.
Sekalipun sudah berusia hampir setengah abad, ibu enam anak yang lahir dengan nama Nawiyah ini masih menampakkan sisa-sisa kecantikan masa mudanya. Sebentar-sebentar ia mengembangkan senyum ketika berbicara ngalor-ngidul tentang cara membuat kue-kue tersebut.
Namun kelelahan dari raut wajahnya jelas terlihat. Maklum Mak Wik sejak Ahad (21/9) selalu sibuk mengerjakan kue-kue pesanan banyak orang. Kerja mulai subuh dan baru selesai sore hari, kemudian dilanjutkan malam hari hingga terkadang hingga saur.
Misalnya, saat membuat kue nastar terakhir waktu itu. Kata dia sudah mengerjakan kue nastar terakhir itu sejak subuh pukul 04.00 WIB dan baru selesai pukul 13.30 WIB. Banyaknya kue dan beraneka macam membuat Mak Wik sering begadang, demi mengejar target agar pesanan selesai tepat waktu. Untuk membuat badannya segar bekerja di pagi hari, kadang habis saur, Mak Wik tidur sebentar. “Ini sudah biasa, jadi capeknya tidak terasa,” katanya.
Ia mengaku masih banyak pesanan lain yang belum dikerjakan. Ada sekitar empat macam kue yang belum dikerjakan. Salah satunya kue salju. “Pesanan-pesanan ini harus diselesaikan secepatnya,” kata Nawiyah, yang lebih dikenal dengan sebutan Mak Wik, ketika ditemui siang itu di sela-sela kesibukannya.
Selain membuat kue-kue kering, ternyata Mak Wik terkenal juga dengan masakan seperti membuat ketupat, opor ayam dan masalah lainnya. Bahkan saking dipercaya dengan keahlian memasaknya, Mak Wik pernah diminta memasak tiga ekor kambing untuk sebuah acara.
Melakoni menerima pesanan membuat kue-kue dan ketupat serta opor ayam menjelang hari raya Idul Fitri sudah berjalan sejak tiga tahun yang lalu.
”Awalnya bikin kue untuk keluarga saja. Selanjutnya banyak orang pesan setelah merasakan kue dan ketupat hasil buatanku,” ungkapnya.
Ia mengaku ilmu membuat kue-kue dan opor ayam tersebut di dapat dari belajar sendiri dari orang. ”Saya tanya-tanya terus bikin sendiri di rumah. Kadang kalau gak ngerti saya ajak bikin kue di rumah, jadi saat itu juga saya belajar,” katanya.
Suatu kejadian ketika membuat kue ada yang tak pernah bisa dilupakannya. Ketika itu ia ingin membuat kue Norwegia. Seluruh kue tersebut saat dimasukin ke oven langsung meluber. Hasilnya tidak sesuai harapan dan akhirnya kue itu terbuang begitu saja.
Namun hal itu tidak membuatnya kalah semangat untuk ingin tahu membuat kue tersebut. Setelah bertanya kepada orang yang lebih tahu, akhirnya dia mahir sampai sekarang. Untuk menambah ilmu membuat kue, Mak Wik tak segan-segan belajar dari orang lain, seperti membuat kue lapis. ”Sekarang saya bisa buat kue lapis, hanya tidak ada alatnya,” akunya.
Kue-kue kering seperti nastar, coco krunch, norwegia, salju, bawang bilis, bolu-bolu kecil, kue bijan, kue rokok, peyek dan lainnya merupakan kue khas yang disuguhkan di hari raya Idul Fitri sudah tidak asing lagi. Setiap tahun Mak Wik mendapat pesanan membuat kue-kue tersebut.
Tahun ini pesanan untuk kue kering memang cukup banyak. Bahkan sebagian pesanan minta bantu adiknya. Bahan yang digunakan juga jauh lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Dari hanya beberapa kilogram tepung beras, tahun ini menghabiskan lebih banyak.
Paling banyak memesan kue kering adalah jenis kue rokok sampai 3.500 batang, kemudian peyek dengan aneka rasa sampai 12 tupperware besar. Ia mengatakan semua pesanan untuk kue kering yang tertinggal empat jenis lagi sudah harus selesai Sabtu (27/9).
Sebab esok harinya, perempuan yang menginjakkan kakinya di Batam sejak tahun 1979 ini sudah harus belanja untuk pesanan membuat ketupat dan opor ayam. Belanja bahan-bahan untuk ketupat dan opor ini harus lebih cepat karena sulit mencarinya saat menjelang lebaran.
”Apalagi ada yang minta opor ayam kampung. Semua saya minta ambil pesanan mereka saat malam takbiran. Nah, kalau tak selesai kan gak enak ama yang pesan,”ucapnya.
Sejak tiga tahun lalu, keahlian membuat kue ini pun menjadi penopang keluarga Mak Wik, selain penghasilan dari suaminya sebagai pekerja bangunan. Bahkan sejak itu, setiap hari Mak Wik membuat kue untuk dijual di sekolah-sekolah. Kue-kue buatannya dititip di kantin sekolah. Selain itu, Mak Wik juga melayani pesanan kue jika ibu-ibu wiritan.
”Setiap hari titip kue sampai 600 biji di kantin-kantin sekolah. Ini sudah jadi kerja saya sehari-hari,” tuturnya.
Citranya sebagai pembuat kue yang dikenal enak itu berbuah order yang bagus. Selama beberapa tahun Mak Wik merasa telah memetik buah dari keputusannya menjadi pembuat kue. Hal itu dia imbangi dengan peningkatan kualitas dan keragaman produknya.
Dia serius belajar secara otodidak mengenai pembuatan kue. Dia rupanya juga punya kepekaan bisnis yang brilian. Selama itu, dia terus mengembangkan ilmunya mengem bangkan kue-kue tradisional dan diminati banyak orang. Untung dari menjual kue itu memang tidak begitu besar.
”Untungnya tipis, yang penting mulus dan beramal, apalagi ini di bulan suci,” tuturnya.
Ternyata dengan tangan dingin Mak Wik, usaha kecil ini semakin dikenal oleh masyarakat Bengkong dan sekitarnya, bahkan sampai daerah lain di Batam. Dari bisnis kecil-kecilan inilah, Mak Wik bersama suaminya berhasil menyekolahkan ke-enam anaknya.
Meski ada untung kecil-kecilan dari bisnis kue tersebut, namun Mak Wik bersama Udin lebih mementingkan pendidikan anak-anaknya daripada memperbaiki rumahnya yang sudah enam tahun tidak mendapat sentuhan. Memang, rumah seluas ukuran kavling itu sudah terbuat dari batu permanen dengan beratapkan beton.
Hanya kondisi bangunannya masih terlihat baru setengah jadi. Jendela masih tertutup triplek, bagian dapurnya pun belum sepenuhnya kelar. Semua bangunan itu merupakan sentuhan tangan suami Mak Wik, yang menyisihkan waktunya sedikit demi sedikit.
”Sudah enam tahun rumah ini belum dilanjutkan setelah pembangunan pertama,” tuturnya.
Ia masih sangat bersyukur enam orang anaknya punya semangat dalam pendidikan. Anak pertama mereka setelah lulus dari SMA langsung memilih bekerja agar bisa membantu keluarga. Sedang anak keduanya sedang kuliah di Politeknik Batam dan empat lainnya sedang duduk dibangku sekolah.
”Selagi anak-anak punya kemauan belajar, mereka selalu dukung untuk pendidikannya. Tapi dari awal saya tegaskan tidak boleh neko-neko, sebab harus mengerti ekonomi orangtua,” ungkapnya. Beruntung sampai saat ini anak-anaknya masih mengerti dengan kondisi ekonomi mereka dan tidak banyak neko-neko. *** Read More.. Read more!