Rumah Bodong, Harga Real Estate!

Wednesday, June 10, 2009


Warga Villa Mukakuning Demo ke Jababa dan BTN

Seribuan konsumen PT Wanabhakti Batamutama (Jababa Grup) pengembang Perumahan Villa Mukakuning, berunjuk rasa di tiga tempat berbeda, Senin (8/6). Masing-masing di kantor pemasaran Jababa Grup, Bank BTN, dan DPRD Kota Batam. Mereka menuntut sertifikat rumah dan pengaspalan jalan di Perumahan Villa Mukakuning. Mereka menyampaikan keluh kesahnya lewat orasi dan kritikan di pamflet serta spanduk. Beberapa tulisan di pamflet, antara lain berbunyi; Rumah Bodong, Harga Real Estate!, BTN Jangan Asal Stempel Merah, Rumahku Ditato, Warga Perum VMK Dibohongi, dan Penipuan Berdasi.

Aksi damai ini dimulai di kantor pemasaran Jababa Grup di Komplek Lucky Estate, Jalan Raden Patah, Baloi. Warga yang menumpang bus, truk, dan ratusan motor tiba di kantor pemasaran Jababa Grup sekitar pukul 08.45 WIB. Kedatangan mereka disambut puluhan polisi yang jaga di pintu masuk kantor Jababa Grup. Warga yang mengenakan ikat kepala kain warna kuning bertuliskan ”Villa Mukakuning” ini, menagih janji pihak pengembang. “Enam tahun kami menunggu sertifikat. Mana janji-janjimu. Kami sudah banyak dibohongi, ditipu. Jangan janji melulu,” kata Ketua RW 10 Perumahan Villa Mukakuning, Aulia, mengawali orasi.

Orasi Aulia disambut gegap gempita ratusan warga yang didominasi pria. Mereka meneriakkan Jababa tidak menepati janji. Aulia kemudian menyampaikan, dalam tempo 30 hari sejak aksi damai digelar, pengembang harus menyelesaikan sertifikat rumah mereka. Jika tidak, katanya, warga tidak akan membayar KPR ke Bank BTN. Menurut Aulia, jumlah rumah yang telah dibeli warga sebanyak 758 unit. Ada 20 persen sudah lunas baik melalui KPR maupun secara langsung ke pengembang. “Sejak tahun 2003 sudah ada yang lunas tapi belum juga mendapatkan sertifikat. Jadi kami menuntut sertifikat itu. Kami juga menuntut pengaspalan jalan di Blok C dan E,” kata Aulia disela-sela unjuk rasa.

Unjuk rasa itu berlangsung dibawa terik matahari yang menyengat. Namun semangat warga tidak surut. Mereka terus berteriak dan meminta manajemen Jababa keluar menemui mereka. Warga mendesak pengembang memenuhi tuntutan mereka. “Kami tidak akan negoisasi lagi karena sudah sering dijanji-janji tapi tidak dipenuhi,” ujar perwakilan warga lainnya, M Nur.

Perjanjian tersebut, ungkap Nur, tertuang dalam akta notaris Nomor 3081/IX/L/2007 pasal 5. Jika tidak memenuhi perjanjian itu, pengembang harus memberikan konvensasi kepada konsumen. ”Konpensasinya, KPR ke BTN jadi tanggungjawab developer,” tegasnya. Meski cuaca dan suasana memanas, warga tidak terpengaruh untuk berbuat anarkis. Mereka terus meneriakkan agar pihak pengembang menemui mereka. Satu jam berunjuk rasa, perwakilan Jababa Grup Harris Hutabarat akhirnya keluar menemui.

Harris yang mewakili Direktur Jababa Dewi H mengatakan, pihaknya tidak mau janji lama-lama. Sertifikat yang dituntut konsumen, katanya, sudah diproses di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Keterlambatan proses pengurusan sertifikat, lanjutnya, karena HPL dari OB baru diperoleh. “Kendalanya di OB. Sekarang HPL sudah dapat dan sertifikat induk sudah dibayar, jadi (sertifikat) sudah diproses dan tinggal menunggu waktu,” jelas Harris yang berusaha meyakinkan konsumen.
Soal kabar lahan Perumahan Villa Mukakuning termasuk hutan lindung, Harris menepisnya. Ia mengatakan, lahan di Tembesi tersebut memang untuk pemukiman. Kalau pun terjadi keterlambatan penerbitan sertifikat karena pengembang baru mendapat HPL Agustus 2008.


”Harus menjadi HGB dulu baru dipecah-pecah ke masing-masing orang,” terang Harris. Sementara soal jalan yang tak kunjung diaspal di Blok C dan E, warga menuntut segera dikerjakan. Harris pun menyampaikan pengaspalan jalan paling lambat dua bulan ke depan diselesaikan. Setelah mendengar pernyataan perwakilan manajemen Jababa Grup, warga menyerahkan pocongan. Kemudian memasang segel di pintu masuk kantor pemasaran Jababa. Pada kertas itu tertulis “developer ini dalam pengawasan konsumen”.

Dari kantor pemasaran Jababa, warga bergerak ke Bank BTN di Pelita. Di depan bank ini mereka kembali berorasi dan menuntut tanggung jawab moral BTN. Mereka menilai BTN berkonspirasi dengan Jababa sehingga sertifikat tidak keluar. Kepada pihak BTN, warga juga menyerahkan dua pocongan. Di pintu masuk BTN mereka juga memasang segel bertulikan “BTN dalam pengawasan warga Villa Mukakuning”.


Segel yang baru ditempel itu dibuka seorang sekuriti. Tindakan sekuriti BTN tersebut langsung mengundang reaksi. Warga serempak berteriak agar segel itu dipasang kembali. Segel itu pun dipasang dan warga beranjak dari halamanBTN. Mereka menuju DPRD Kota Batam. Di DPRD Batam mereka mengadukannasib yang mereka alami, yakni sertifikat tak terbit dan jalan tak kunjung diperbaiki.

Serbu DPRD dan BTN
Sementara itu, saat berdemo di Kantor DPRD Batam, warga Villa Mukakuning meminta DPRD memfasilitasi dan memanggil pengembang yang membangun Villa Mukakuning dan Bank Tabungan Negara (BTN) Batam, guna mencari solusi tidak keluarnya sertifikat rumah miliki warga. Jika sampai 10 Juli 2009, sertifikat rumah tidak keluar, maka warga tidak mengangsur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di BTN.

Sebelum melakukan unjuk rasa di Dewan, warga sudah mendatangi kantor BTN Batam di Pelita. Selesai melakukan orasi di sana, massa menyerbu DPRD dengan menggunakan bus, sepeda motor, dan pickup. Sampai di gedung rakyat itu, mereka langsung melakukan orasi dengan membentang spanduk yang bertuliskan, minta DPRD menjewer Jababa Grup yang juga pengembang Perumahan Villa Mukakuning.


Koordinator aksi Muhammad Nur mengatakan, warga sudah bosan dengan janji-janji manis Jababa dan BTN yang tak kunjung membuahkan hasil. Ketua DPRD Kota Batam Soerya Respationo bersama dengan Ketua Komisi I Ruslan Kasbulatov, Ketua Komisi III Robert Siahaan, dan anggota Dewan lainnya seperti Asmin Patros, Amiruddin Dahad menerima aspirasi yang disampaikan warga di ruang serbaguna. Dalam kesempatan itu, 10 orang dari perwakilan warga diminta untuk menyampaikan aspirasi ke Dewan.


Muhammad Nur, mengatakan, warga meminta memanggil Jababa dan BTN untuk mencari jalan keluar atas masalah yang mereka hadapi. Sejak perumahan itu dijual ke masyarakat tahun 2003, sampai saat ini belum ada warga yang memperoleh sertifikat. Padahal ada dari warga yang sudah lunas membayar KPR di BTN. “BTN dan Jababa selalu memberikan alasan sampai saat ini tidak ada realisasi,” ujar Nur.

Pihaknya sudah bosan melakukan pertemuan dengan perusahaan tersebut, namun tak membuahkan hasil. Pertemuan terakhir, warga sudah sepakat sampai dengan 8 Juli 2009, jika tidak dikeluarkan sertifikat, maka warga tak akan membayar KPR ke BTN. “Kita tidak mau tahu lagi. Biarkan perusahaan yang menanggungnya,” ujar Nur.

Soerya dalam kesempatan itu menyatakan, Komisi I dan III segara melakukan dengar pendapat dengan PT Jababa dan BTN. Jika mereka tidak datang, jelas Soerya, bisa dipanggil paksa. Acara dengar pendapat akan dilakukan Rabu (10/6), di DPRD. Soerya mengatakan, mungkin masih banyak kasus yang sama terjadi di Batam. Pihaknya akan melihat siapa yang sebenarnya melakukan kesalahan. Warga pada prinsipnya tidak akan dirugikan. “Selama melakukan niat baik dalam transaksi, konsumen tak bisa dirugikan. Pasti ada jalan keluarnya,” kata Soerya. ***