Cintai Fakir Miskin, Santuni Anak Yatim

Saturday, September 13, 2008

Berbagi Bersama di Bulan Ramadan

Udara panas terasa semakin menusuk seiring siang yang merayap perlahan. Matahari seperti berada diatas kepala. Sepeda motor yang kutumpangi berjalan pelan, begitu mendekati sebuah rumah berkontruksi batu permanen. Rumah yang berlokasi di jalan Ranai no 45, Bengkong Polisi itu berdesain sederhana.

Bangunan yang berdiri di seberang jalan sebuah mesjid itu agak mencolok dibanding bangunan lain di sekitarnya. Warna dindingnya hijau muda, dua lantai. Ukuran bangunan memang tidak begitu luas dibanding bangunan yang tampak berderet dan berjejal di sana.

Papan nama dengan panjang sekitar 30 centimeter membuatnya tidak menarik perhatian. "Panti asuhan Assakinah" begitu bunyi tulisan utama pada papan yang berdiri di samping rumah. Ya, itulah panti asuhan Assakinah yang didirikan dan dikelola oleh Hj Suahida Hajar bersama keluarganya.

Disanalah anak-anak dengan beragam latar belakang orangtuanya meninggal ditampung. Siang itu, sayup-sayup terdengar suara anak-anak sedang yasinan. Tak lama kemudian mereka terhenti.

"Kita baru saja selesai yasinan (berdoa) untuk orang-orang yang meminta didoakan," ungkap Egi dan Syahrial, anak panti di rumah itu. Ya, Egi dan Syahrial adalah dua orang di antara 24 anak yatim piatu yang dititip ibunya di panti asuhan itu.

Syahrial (10) mengaku tak ingat sudah berapa lama tinggal di rumah itu. Sebab, Syahrial telah dibina di sekolahkan dan ditampung di panti asuhan tersebut sejak kecil. "Bapaknya meninggal dalam kejadian kebakaran beberapa waktu lalu," singkat bunda Suhaida tanpa merinci kejadian itu.

Bunda Suhaida tidak ingin Syahrial mengenang masa pahit itu kembali. Apalagi di saat bulan ramadan seperti ini. Karena ibunya tidak mampu untuk membiayai akhirnya Syahrial dititipkan ke bunda.

Kini Syahrial sudah punya kehidupan baru. Dia sudah memiliki teman baru di Assakinah. Seperti Egi, Rehan, dan Doni yang sudah kelas tiga. Masing-masing Bunda sekolahkan. Agar tidak lagi seperti orang-orang terlantar yang kebanyakan membuang waktunya di jalan. Dia sudah punya harapan dan masa depan baru.

Syahrial juga mengaku jarang pulang ke rumah ibunya di Tanjunguma. Pulang pada saat-saat tertentu saja. Seperti lebaran dan hari besar lainnya. Ia mengaku lebih betah di Assakinah. Lebih nyaman, damai, banyak teman, dan lainnya. Tidak seperti saat ikut ibunya, yang bekerja sibuk mencari penghidupan sebagai pengupas bawang.

"Saya jarang pulang, saya lebih betah disini," ujar Syahrial yang pintar silat ini sembari tertunduk malu-malu.

Begitu juga dengan Nagawa alias Bintang Paris (10). Anak dari keturunan WN Jepang dari Medan ini juga merasa betah tinggal di Assakinah bersama teman-teman seusianya. "Rumah ibu dekat sini, tapi saya jarang ke rumah ibu," jawabnya.

Sama halnya dengan Doni, Egi, Rehan, Agus, Nurlina, dan lainnya. "Di sini semua ditanggung bunda, kita tinggal belajar," tambah Doni yang ditampung sejak usia empat tahun. Selain sekolah dasar, putra maupun putri lainnya adalah pelajar setingkat SLTP dan SMA. Angkatan kedua ini berharap bisa kelak seperti 17 orang seniornya yang telah bisa mandiri.

Di panti asuhan yang didirikan Suhaida tahun 1998, keluarganya harus berjibaku menghidupi anak-anak ini mulai dari makan, pendidikan hingga bisa mandiri. Di bulan ramadan ini, kata Suhaida, berkah yang mereka dapat memang bertambah.

"Banyak masyarakat minta didoakan. Mereka merasa doa anak yatim lebih tulus, dan ini berkah bagi anak yatim," sambung Suhaida Hajar, 49, yang akrab dipanggil bunda di panti asuhan itu.

Tapi paling banyak justru dari luar non muslim. Ini patut disyukuri, kecintaan sesama umat beragama sudah terasa. Di bulan ramadan ini, Suhaida yang juga sering Tausiyah ke mesjid-mesjid ini mengajak umat islam untuk mencintai fakir miskin.

Bulan ramadan, katanya, juga menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan ketakwaan dan mempertebal keimanan kepada Allah SWT. "Kita tingkatkan usaha untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT. Cintailah fakir miskin dan santuni anak yatim. Niscaya Allah akan memberikan lebih dari yang diminta," ungkap istri Umar Harun Siregar (53) ini .

Mengenang kembali, tak jarang Suhaida harus marah dan mendidik anak-anak lebih displin. Maklum katanya, kebanyakan dari mereka anak-anak putus sekolah dan terlantar di jalanan. Awalnya memang berat. Tapi berkat didikan displin tadi, dari kehidupan yang keras telah kembali ke kehidupannya.

"Saya sangat berterima kasih kepada Amy dan keluargaku yang mengurus mulai makan, pakaian hingga mendidik mereka di rumah. Termasuk guru-guru yang saya datangkan
mengajari mereka di rumah," tukasnya.

Sepulang dari sekolah, masing-masing anak mendapat kegiatan ekstrakurikuler. Mulai dari bola kaki, renang, latihan rebana, puisi dan lainnya. Namun yang rutin adalah setelah shalat Szuhur, anak-anak harus yasinan. Kemudian ada yang tidur siang, mengerjakan PR sekolah dan lainnya.

"Saya tidak ingin dunia lain lebih dahulu yang mengambil jalan hidup mereka. Sebelum diambil, lebih baik saya mengambil mereka lebih awal dan mendidiknya di jalan yang baik," tutur ibu dari empat anak yakni Mofirah S, Akmalia S, Sidiq S dan Habibie Siregar ini.

Sampai saat ini, kebutuhan anak panti masih dari orang-orang yang mau menderma, donatur, dan pemerintah. Baru-baru ini Dinsos Pemprov Kepri juga baru memberikan bantuan untuk belanja untuk 20 orang anak panti asuhan.

Tak jarang mereka kekurangan dana untuk menutupi biaya. Dan kekurangan biasanya ditutupi dari penghasilan bunda Suhaida sebagai berjualan baju-baju muslim dan jualan nasi. Untuk makan memang tidak pernah putus. Biaya sekolah memang diskon 25 persen. Tapi masih terasa berat dengan buku-bukunya.

"Saya mengakalinya dengan mengasuransikan masing-masing anak pada pendidikan. Sehingga bila jatuh tempo bisa membantu biaya sekolahnya," paparnya. Berkah (amplop) di ramadan juga mereka tabung dan jika perlu bisa diambil setiap saat. ***