Jadi Polwan Panggilan Profesi

Saturday, September 13, 2008

Suasana Polsek Batam Centre, Kamis (4/9) lalu terlihat sepi. Tiga orang polisi yang bertugas di meja sentra pelayanan kemasyarakatan (SPK) tidak begitu sibuk. Maklum, siang itu, tak seorang pun masyarakat yang datang melapor atau meminta pelayanan. Ruangan penyidik juga tidak menunjukkan ada kesibukan yang begitu tinggi. Yang terlihat seorang gadis sedang memberikan arahan kepada beberapa penyidik.
Belakangan diketahui gadis itu adalah seorang polisi wanita (polwan). Siapa menyangka kalau gadis satu ini adalah salah satu pemimpin di kantor itu. Dia adalah Inspektur Dua (Ipda) Miharni Hanafi Kepala Unit Reserse Kriminal di Polsek Batam Centre. Usai memberikan arahan, dara manis kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan ini pun beranjak menuju ruangannya.
Batam Pos yang telah menunggunya untuk sesi wawancara, sekalian diajaknya masuk. Beberapa berkas dan map terletak menumpuk di atas mejanya. Sebelum memasuki sesi wawancara, dara yang satu ini dengan lugas meminta agar wawancaranya sambil mengerjakan berkas-berkas perkara yang harus ditandatangani dan diperiksa olehnya.
”Saya sambil periksa berkas ya,” ujarnya. Saat memeriksa berkas-berkas, ponselnya cukup sering berbunyi. Dan sesekali ia juga menghubungi anggota-anggotanya di lapangan. Wanita yang berpenampilan luwes dengan celana semi jeans ini terlihat low profile.
”Menurut aku, kalau jadi polwan tidak boleh cengeng. Harus jadi anggota Polri yang profesional. Kalau ditugaskan di lapangan, jangan takut cantiknya hilang. Kita harus siap laksanakan tugas dengan profesional,” ucapnya mantap ketika diminta tanggapannya tentang polwan.
Menjadi kian terkesima, bukan karena kecantikannya saja, tetapi uraian seorang Polisi Wanita ini begitu lugas, tajam dan mengalir cepat. Siapapun yang memandangnya pasti tak pernah menyangka bahwa wanita bertubuh tinggi semampai itu adalah Kepala Unit Reserse Kriminal di Polsek Batam Centre.
Ketika diminta tanggapannya seperti apa tentang polwan? Miharni mengaku bangga dengan profesi wanita berseragam itu.
Kebanggaan itu dia ungkapkan dengan mengutip kata-kata mantan Presiden Soekarno. ”Wanita jangan hanya menjadi mawar yang menghiasi taman, namun juga menjadi mawar pagar bangsa”.
Terlahir dari keluarga yang semua saudaranya laki-laki, Miharni secara tidak sadar merasa digembleng menjadi laki-laki sejak kecil. Dari seringnya berada di lingkungan laki-laki membuatnya bisa menyaingi kemampuan lawan jenisnya.
Bahkan wartawan koran ini sempat terkecoh dengan penampilan polwan berpangkat satu balok di pundak ini ketika ketemu. Tidak menyangka Miharni jauh lebih muda dari dugaan yang pada umumnya jabatan itu dijabat yang lebih senior, ia kelahiran 20 September 1984. Ia terlihat tampil energik, lincah dan lembut.
Wanita yang akrab dengan dunia kriminalitas di Batam Centre ini satu-satunya polisi wanita di jajaran Poltabes Barelang yang bersinggungan langsung dengan penjahat. Selama menjabat kepala unit (Kanit) sejak bulan Februari lalu, sudah banyak kasus kriminal ditanganinya, salah satunya perdagangan wanita atau trafiking.
”Kasus trafiking ini sudah P21 dan disidangkan,” katanya.
Begitu banyaknya kasus kriminal yang bisa mengancam keselamatan jiwanya dan keluarganya, namun tidak membuat wanita asli Bugis Makassar ini jera. Kata mantan Kepala Sentra Pelayanan Kemasyarakatan (SPK) Poltabes Barelang ini menjadi polisi adalah panggilan profesi, tidak ada panggilan khusus.
Ia mengaku salah satu motivasi kepribadiannya ingin totalitas dalam bekerja, ia juga memiliki kemauan untuk total dalam segala bidang. Diakui Miharni, paham patriarkhi saat ini sudah bergeser sesuai tuntutan masyarakat. Kalau perempuan bisa menunjukkan kapabilitasnya, bisa diberikan kepercayaan.
“Saya sudah merasakan itu, walau proporsinya masih perlu desakan dari pihak luar,” cetus wanita yang pernah bercita-cita menjadi dokter ini.
Antara hak sebagai wanita dan polisi wanita sudah bisa dipilahnya. Miharni telah memahami konsekuensi seorang Polwan. ”Jadi saya enjoy saja. Kalau saat tugas ya tugas. Saat waktunya memanjakan diri, ya refreshing,” ujarnya tersenyum.
Miharni juga dituntut tampil profesional di depan para anggotanya yang rata-rata seusia atau lebih tua darinya. Menjunjung tinggi saling menghargai dan menghormati adalah cara terbaik untuk mengendalikan dengan baik unit yang dinahkodainya.
”Kita tidak bisa semena-mena meski pangkat lebih tinggi. Inilah bukti pentingnya sikap dan perilaku,” ucap anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Keakraban Miharni dengan bawahan memang jelas terlihat saat itu. Mungkin ini yang membuat para anggota lebih loyal. ”Saat ada kejadian kita juga harus turun ke lokasi, baik siang maupun malam. Itu sudah risiko,” kata dara yang berstatus single ini.
Miharni adalah salah satu polisi wanita yang kini menjadi contoh bagi polisi wanita lainnya. Sekarang perempuan juga bisa menjadi pemimpin.
Dalam pendidikan kepolisian, Miharni adalah lulusan 10 besar terbaik dari 28 Akpol Polwan dari angkatan nya. Dalam karirnya, ia berharap nantinya bisa menyandang pangkat bintang di pundaknya.
Seperti Kapolda Banten Brigjen Rumiah, kapolda pertama berjender perempuan.
”Ibu Rumiah memberi motivasi bagi kami polwan yang junior bisa seperti beliau. Mungkin akan dijadikan barometer bagi pengangkatan-pengangkatan polwan berikutnya,” optimisnya.
Saat dikonfirmasi banyaknya kasus kekerasan terhadap anak, baik fisik, seksual, dan psikis yang terjadi belakangan ini, Miharni mengingatkan agar jangan terpatok pada angka. Karena walau angkanya hanya satu, jumlah kualitas kejahatan itu dilakukan oleh orang-orang yang selayaknya tidak pantas.
Tapi pada dasarnya, lanjut Miharni yang baru pulang dari pelatihan penanganan kasus trafiking di Semarang ini bahwa kasus KDRT selalu ditangani oleh unit RPK di Poltabes Barelang. ”Tapi kalau ada laporan kita terima juga, setelah itu dilimpahkan ke Poltabes Barelang,” ujarnya. ***
Melindungi Kaum Wanita yang Bermasalah

Menyikapi persoalan KDRT ini, unit ruang pelayanan khusus (RPK) Satuan Reksrim Poltabes Barelang adalah gudang penanganannya. Unit ini juga dipimpin seorang polwan. Dia adalah Bripka Puji Hastuti (37). Biasanya RPK jarang sepi
dari kasus-kasus seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tenaga kerja wanita (TKW) bermasalah atau korban trafiking.
Terakhir bulan Juli lalu, aktivitas di ruangan itu terlihat sangat sibuk menangani kasus korban trafiking yang diamankan polisi dari Panti Pijat Monalisa, Kamis (3/7). Puji saat bekerja didampingi tiga penyidik lainnya yang juga wanita. Dua tahun menjabat sebagai Kanit Idik Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di RPK, banyak suka duka yang dilalui wanita kelahiran Jakarta ini.
Tapi katanya lebih banyak sukanya karena banyak bertemu dan bergaul dengan banyak orang. Banyak bertemu dengan korban yang memiliki latar belakang berbeda. ‘’Dekat dengan mereka (korban) dan LSM (lembaga swadaya masyarakat)
yang konsen dengan kemanusiaan,’’ ujar polwan yang telah 18 tahun berdinas di kepolisian ini.
Sebagai pimpinan di RPK, Puji tidak hanya memberikan perlindungan dan menangani perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kejahatan. Ia juga sering menjadi jalan bagi para korban untuk mendapatkan pekerjaan. Keterbatasan dana adalah satu duka dalam bertugas.
Kerap mereka harus kerja sosial dengan dana pribadi untuk menanggung biaya korban selama pendampingan. Paling miris saat uang operasional untuk memberi makan bagi para korban tidak ada lagi. Sementara korban tetap harus dibiayai selama mendapat perlindungan di Poltabes Barelang. Sebagai seorang polisi wanita, Puji tetap dituntut sabar dan bertanggung jawab dengan tugas memenuhi kebutuhan korban.
Meski sibuk dengan tugas di kantor namun seorang polisi wanita (Polwan) harus bisa pandai-pandai membagi waktu antara dinas dan keluarga. Jangan sampai karena terlalu sibuk mengurusi pekerjaan malah melalaikan kewajibannya di rumah sebagai ibu dan istri. Meski menjadi polisi, tidak berarti melupakan kodratnya sebagai wanita. ***