Armada Primadona yang Jadi Besi Tua

Saturday, February 14, 2009

Di awal tahun 2000-an, bus damri merupakan armada transportasi paling favorit di Batam. Ia jadi primadona, karena tarifnya paling murah pada zaman itu. Pelanggan setianya tidak lain warga yang berkantong pas-pasan terumata pencari kerja. Sayangnya, transportasi penolong rakyat susah itu kini tinggal kenangan. Seperti apakah kondisi Damri itu kini?

Jarum jam tepat menunjukkan pukul 10.00 WIB, namun suasana kantor Perum Damri Kota Batam di Jalan Kolonel Sugiono, Batuaji masih sepi. Beberapa aktivitas terlihat di dalam kantor. Sedang sebagian lagi sibuk bekerja di bengkel Damri dekat kantor tersebut. Beberapa unit mobil bus pilot project (BPP) milik pemko Batam sedang direparasi disana.

Di depan bengkel, sederetan mobil Damri terlihat teronggok. Sebagian dari mobil itu empat bannya sudah tak ada lagi. Dua pintu bus terlepas dari tempatnya. Kursi-kursinya penuh debu. Kacanya juga kusam. Begitu juga dengan catnya, sudah terkelupas tergerus waktu. Idealnya bus itu lebih tepat disebut bangkai bus.

Bus-bus itu memang tidak terawat lagi sejak pelayanan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) ini terhenti beroperasi akhir 2007 lalu. Damri bangkrut dan hilang dari peredaran. Kehilangan Damri ini membuat masyarakat Batam benar-benar kehilangan. Warga Batuaji merupakan masyarakat yang paling kehilangan, terutama yang pengangguran.

Apalagi saat itu krisis moneter sedang melanda Indonesia. Ada dua macam bus yang melayani saat itu. bus ber AC dan non AC. Bus non AC tarifnya Rp500, seperti jurusan Jodoh-Nongsa. Sedangkan yang ber AC saat itu, ongkosnya hanya Rp1000, seperti yang melayani rute Batuaji-Batumerah, melewati Jodoh serta rute Jodoh-Marina. Damri saat itu memperkenalkan rute metode baru (RMB).

Untuk yang ber AC, bus Damri di Batam, kala itu tak mengenal adanya kondektur. Dua pintu masuk bus berfungsi otomatis. Penumpang naik dari pintu depan, keluar dari pintu belakang.

Saat masuk, penumpang tinggal memasukkan ongkosnya ke kotak pembayaran di samping
supir. Belakangan metode ini tidak efektif karena banyak penumpang yang tak bayar ongkosnya.

Kecurangan penumpang ini juga disebut faktor penyebab keuangan Damri bocor hingga megakibatkan pendapatan Damri jadi tidak maksimal. Padahal dulu, Damri sangat favorit.
Dari pagi hingga malam, Damri adalah transportasi paling ditunggu-tunggu. Penumpang
tetap saja naik walaupun tidak dapat tempat duduk.

"Saya masih ingat ongkos saya ke Nagoya cukup Rp2 ribu saja," kenang Rio warga Aviari Batuaji, yang kini jadi pelaut itu. Dengan ongkos yang murah tersebut lanjutnya, membuat penggangguran saat itu lebih leluasa bergerak mencari pekerjaan kemana saja.

Rudi Fernando, warga Batuaji ini menambahkan agar tidak ketinggalan bus Damri, saat berangkat bekerja ke wilayah Lubukbaja, Nagoya ia harus bangun lebih cepat setiap pagi. Sebab trayek pertama Damri untuk pagi sekitar pukul 06.00 WIB.

"Kita sudah harus berdiri menunggunya dipinggir jalan. Telat satu menit saja, kita sudah kebagian yang berdiri sampai tujuan. Apalagi kalau ketinggalan, rugi rasanya," ujar Rudi mengenang.

Warga Batuaji bahkan punya sebutan untuk transportasi yang satu ini. Mereka menyebutnya mobil Rombongan Manusia Bokek (RMB). Kehadiran Damri saat itu memang membantu masyarakyat. Sayangnya, Damri tak bertahan lama. Ongkos yang murah membuat mereka tak mampu mengganti onderdil mobil yang rusak. Hingga akhirnya satu persatu angkutan Damri mengalami rusak parah.

Hal itupun menyebabkan Damri tidak bisa beroperasi lancar. Karena mencari onderdil mobil merek mercedes ini sulit di Batam. Biasanya harus pesan ke Jakarta atau Singapura. Pesanan pun tiba di Batam satu hingga dua minggu, bahkan ada sampai satu bulan. Diperparah pusat saat itu juga tak mensubsidi, sebab mengalami krisis keuangan.

Damri semakin tak kuasa, apalagi ditambah banyaknya mobil angkutan milik swasta yang hadir bagaikan jamur tumbuh di musim hujan. Semua line dikuasai angkutan swasta dan Damri pun terjepit. Perlahan penumpang pun memilih angkutan swasta yang ada setiap saat.

Hal itu didukung jumlah armada Damri sedikit. Usia angkutan Damri yang semakin tua membuat boros BBM. Mereka tak kuat membiayai operasionalnya. Pendapatan menurun, biaya operasional naik membuat atu persatu trayek Damri ditutup.

Dari deretan bus-bus Damri yang teronggok itu, rata-rata beroperasi di era 90-an. Seperti bus dengan BM 7195 HU, ada tulisan 09.03 di bawah nomor polisinya. Artinya, bus itu melayani Batam lima tahun sebelumnya atau tahun 1998. Tahun 1998 hingga tahun 2003, Damri sempat jadi primadona angkutan massal dan murah di Batam.

Hal itu memang dibenarkan Kepala Unit Perum, Damri Mitra Sukita. Ia mengatakan dari 47 unit bus yang dioperasikan sekarang tinggal tiga unit. Dua unit milik Otorita Batam dan 1 unit milik Damri. Selebihnya sudah di lelang. Namun ada kabar baik kata Mitra bahwa pusat akan mengirimkanlima unit bus Damri yang baru untuk dioperasikan kembali di Batam. Hanya saja ukuran busnya tidak sebesar bus dulu.

"Lima unit bus Damri itu ukuran sedang dan akan datang dalam waktu dekat ini," ujar Mitra Sukita asal Bandung ini. Menurutnya prospek bus Damri ke depan masih bagus dan kehadiran lima unit bus Damri ini nantinya juga tidak akan berbenturan dengan bus BPP milik Pemko. "Kita itu mengangkut langganan, jadi punya langganan penumpang masing-masing, jadi prosfek Damri tetap bagus," ujarnya optimis. ***