Menurun, Tapi Berpeluang

Saturday, February 14, 2009

Tren Tanaman Hias di Batam

Peminat tanaman hias belakangan ini menurun. Namun pengusaha tetap bertahan karena peluang bisnis ini ke depan masih terbuka lebar. Karena bisnis tanaman hias ibarat mode, yang setiap saat akan berganti.

Di taman bunga, dari sela-sela daun pohon pelindung, cahaya matahari jatuh ke tubuh Jodi. Rabu (11/2) pagi itu, Jodi sedang merawat salah satu dari ratusan jenis tanaman yang ada di taman bunga bernama Indah Flora, miliknya.

"Tidak tentu tapi cenderung menurun mas," ujar Jodi, menjawab ketika ditanya tentang tren perburuan tanaman hias di Batam.

Penurunan itu terjadi pada jenis tanaman hias di pekarangan maupun dalam rumah. Misalnya untuk jenis Anthurium yang dulunya heboh, sekarang menurun drastis. "Sekarang Anthurium kurang diminati," katanya.

Begitu juga dengan jenis tanaman hias lainnya, seperti Aglonema dan Evorbia. Untuk jenis bunga tersebut kadang dalam sebulan tidak ada pembeli. "Aglonema dan Anthurium melambung tahun 2006-2007. Pertengahan 2008 harganya jatuh luar biasa," kata Jodi.

Pendapat Jodi itu juga dibenarkan Supangat, pemilik Taman Bunga Indah Alam yang berlokasi di Sei Temiang. Ia mengatakan tahun 2006-2007 banyak pengusaha tanaman hias di Batam yang bangkit karena Aglonema
dan Anthurium.

Tapi tak sedikit dari mereka yang bangkrut. Saat harga tinggi mereka membeli stok banyak, tapi saat menjual harga jauh menurun drastis.
"Waktu itu banyak pengusaha yang menangis, karena mereka rugi ratusan juta," ujar Supangat, sembari menyebut beberapa nama pengusaha itu.

Sejak Aglonema dan Anthurium naik, Supangat memang tidak tertarik untuk menjualnya. Ia tetap menjual tanaman hias yang tidak populis. Ia mengakui tren tanaman hias yang ditanam di pot memang ada penurunan. Tapi baginya hal itu tidak jadi masalah.

Sebab Supangat berprinsip bisnis tanaman hias tidak ada matinya. Lagi pula, lanjutnya tak ada yang membeli mereka tetap senang dengan melihat jijau dedaunan. "Jadi bukan lihat uang saja yang hijau," ujarnya berkelakar.

Penurunan penjualan tanaman hias itu menurutnya lumrah. Karena bisnis tanaman hias itu ibarat mode, yang setiap saat berganti. Oleh karena itu, ia tidak pernah khawatir menjalankan bisnis ini. "Yang namanya jual bunga tak ada rugi. Wong duit saja (ditanam) di bank berbunga, apalagi yang ditanam (jual) bunga, pasti berbunga," ujarnya.

Tanaman hias yang sedang terangkat kata Supangat adalah Puring Jengkol dan Lidah Mertua. Harganya berkisar Rp100 ribu-Rp200 ribu dan Rp50 ribu hingga Rp100 ribu bergantung ukuran. Meski Puring dan Lidah Mertua terangkat tapi stok cukup minim.

"Ini cuma satu-satunya, jadi buat koleksi saja," ujar Supangat.

Maman, Gardener Roban Flora Mekar Sari Tiban senada dengan Jodi bawah tren tanaman hias memang turun. Akibatnya mereka mengurangi stok untuk tanaman hias seperti anthurium, aglonema, kamboja, mawar, evorbia, dan adenium.

Untuk Anthurium saja hanya ada lima poliback, itupun yang lama. Begitu juga dengan aglonema. Dalam sebulan belum tentu ada yang laku. "Daripada modal mati, order pun kami hentikan. Sekarang sulit menjual, saingan juga banyak. Di Tiban saja ada 10 Nursery Flora. Padahal disini harga lebih murah loh," ungkapnya.

Turunnya tren berburu tanaman hias membuat omset mereka jadi tidak menentu. Hanya mereka terbantu dengan menjual berbagai kebutuhan taman bunga. Seperti pot bunga, batu alam, batu kali, pupuk organik, dan rak bunga.

Dengan menjual kebutuhan taman ini telah membantu pemasukan disaat penjualan tanaman hias menurun. "Jika penjualan bunga sedang sepi, kebutuhan taman bunga bisa membantu memberi pemasukan," kata mereka.

Dari hasil penjualan tanaman hias yang dibudidayakan dan beberapa kebutuhan taman bunga ini, mereka mengaku omsetnya rata-rata Rp12 juta/bulan atau berkisar Rp300 hingga Rp400 ribu perhari.

"Tahun-tahun sebelumnya kita masih bisa dapat omset diatas itu. Setelah dipotong biaya opersional dan gaji pegawai kita masih bisa bertahan," ujar Surya Effendi, Ass Supervisor Prince's Flora Indonesia Tiban, Jodi, Supangat, dan Maman.

Untuk menambah penghasilan sekarang ini para pengusaha tanaman hias menerima order mendekorasi ruangan dengan tanaman hias yang dimiliki untuk acara resmi yang banyak dilakuakan di gedung. Untuk jasa dekorasi ini, mereka mematok harga beragam.

Sampai saat ini untuk pemasaran, baik Surya, Jodi, Supangat dan Maman mengaku hanya menunggu para pembeli di taman bunga miliknya. Biasanya pembeli datang dan memilih berbagai macam bunga yang mereka budidayakan bersama para pegawainya.


Merambah Landscape


Turunnya penjualan tanaman hias membuat pengusaha harus mencari pemasukan baru. Untuk menutupi biaya operasional, para pengusaha tanaman hias mulai merambah landscape proyek perumahan dan kawasan industri.

Seperti yang dilakukan taman bunga Roban Flora, Indah Flora, dan Indah Alam. "Pembuatan landscape taman di perumahan/real estate dan industri sedang booming," ujar Jodi yang diamini Maman dan Supangat.

Tanaman hias seperti Perdu, Duranta Reven, Spiderlili, Iris dan jenis tanaman hias merambat lainnya memang banyak permintaan untuk kebutuhan landscape.

Misalnya, Taman Bunga Indah Flora harus menyediakan Duranta Reven sebanyak 4000 poliback dan tanaman Iris sebanyak 900 poliback untuk Taman Niaga Sukajadi. "Kita dipercaya untuk mengurus Landscapenya (tamannya)," kata Jodi.


Demam Pirang Bugenia Oleana


Tanaman hias bukanlah tanaman yang hanya ditanam di dalam pot semata. Sebuah tanaman bisa disebut tanaman hias jika disesuaikan dengan tempatnya.

Contohnya Dadak Merah bisa dikatakan tanaman hias jika diperuntukkan pada landscape perumahan. "Begitu juga pohon palm untuk gedung-gedung yang tinggi," ujarnya.

Termasuk juga seperti pohon pelindung jenis Bugenia Oleana yang paling favorit sekarang ini. Pohon produksi Kepri ini cocok untuk outdor. Baik pekarangan rumah ataupun perumahan. Karena selain pelindung, pohon ini bisa dibentuk sesuai keinginan pemiliknya.

Di Batam, pohon mirip cengkeh ini sudah banyak ditemui di perumahan maupun pinggir jalan. Salah satunya di lokasi Simpang Jam Batam. Karena permintaan untuk Bugenia Oleana tinggi angka penjulannya juga lumayan bagus.

Roban Flora saja setia hari bisa menjual minimal 50 poliback hingga 100 poliback. Saking larisnya, Maman menyetok ribuan poliback. Maman yakin stoknya itu akan terjual. Sebab peminatnya banyak. Mulai masyarakat, pemerintahan, hingga perusahaan.

"Bahkan penjual bunga juga membeli dari kita," katanya.

Ternyata pemilik taman bunga yang lain, Supangat dan Jodi juga menyetok Bugenia Oleana sampai ribuan poliback. Menurut mereka, selain pohon pelindung yang bisa dibentuk, harga yang relatif murah menjadikannya laris.

Untuk mendapatkan Bugenia Oleana berkualitas baik, menurut dia, harus ditanam melalui proses pembibitan. Dengan pembibitan pohonnya akan lurus dan terlihat segar. Untuk harganya berkisar Rp20 ribu-Rp25 ribu.

Harga ini disesuaikan dengan ukuran dan umur pohon tersebut. Jenis cangkokan memang lebih murah berkisar Rp15 ribu per poliback. "Hanya kualitasnya kurang bagus, pohonnya cepat bercabang dari bawah jadi tidak kelihatan indah," katanya.

Peminat Bugenia Oleana ternyata tidak dari Batam saja. Kebanyakan orang dari pulau-pulau di Kepri dan Jakarta mulai deman Oleana. Meskipun banyak pohon pelindung yang bagus, seperti pohon Kaya asal Singapura. "Namun Oleana yang lebih dicari orang," katanya.

Jika di tiga tempat itu Bugenia Oleana laris manis, berbeda di Princes Flora di Tiban. Untuk jenis tanaman yang satu ini, mereka punya stok banyak. "Tapi disini Oleana kurang laku, bulan ini tidak ada yang beli Oleana," ujar Surya, Ass Supervisor Prince's Flora.

Menurut Surya, tanaman hias yang paling laris di nursery flora tersebut adalah bogenvile ganda. Hampir setiap hari ada pembeli. "Penjualan kita lebih banyak bogenvile ganda. Kalau aglonema, kamboja, anthurium, dan evorbia hanya orang tertentu, itupun dalam satu bulan itu jarang," paparnya.

Sedangkan harga bunga bogenvile bergantung dari kelasnya. Untuk kelas bogenvile lokal harganya berkisar Rp10.000 hingga Rp15 ribu. Sedangkan kelas impor (bogenvile ganda) bergantung pada ukurannya.

Misalnya untuk ukuran tinggi 30-40 cm harganya berkisar Rp70 ribu-Rp 80 ribu. Ukuran 1 meter berkisar Rp250 ribu hingga Rp350 ribu. Sedangkan ukuran 1,2 meter mencapai Rp750 ribu -Rp1,5 juta. "Hampir setiap hari pasti ada membeli bogenvile ganda," ujarnya.***