Jodoh Boulevard dan Tos 3000 Sementara Aman

Saturday, February 14, 2009

Situasi Pasar Kaki Lima Tanjung Pantun, Rabu (20/11) lalu, tidak seperti biasanya. Tidak terlihat preman dan pengamen yang biasa nongkrong di tempat yang lokasinya berdekatan dengan Jodoh Boulevard itu. Yang ada tukang ojek, pedagang dan beberapa pembeli.

Sehingga pembeli pun lebih leluasa berjalan tanpa ada gangguan. “Sejak razia preman yang biasa nongkrong dan minum miras hingga mabuk-mabukan di Jodoh Boulevard itu sudah tidak ada lagi,” ujar Pak Ed, pedagang kaca mata dan topi di kaki lima daerah itu, Rabu (19/11) lalu.

Selama berdagang di sana, dia mengaku tidak ada pungutan liar dari preman. Kecuali dia hanya membayar retribusi kebersihan sebesar Rp1.000. “Saya tidak tahu, duitnya masuk ke Pemda atau bukan, bagi saya yang penting tempat saya bersih,” tambahnya.
Menurut Pak Ed, seringnya Jodoh Boulevard dijadikan sebagai ajang tempat berkumpul untuk mabuk-mabukan membuat para pembeli menjadi takut datang berbelanja. Selain itu aksi pencopetan juga sering meresahkan para calon pembeli di sana.

Beberapa kali dia mendapati seorang pelaku kejahatan yang berpura-pura sebagai pembeli. Kemudian dia mengikuti pembeli dari belakang dan saat pembeli lalai dia mencopet dompet korban. Bahkan dia pernah tertipu dengan penampilan rapi seorang pencopet di sana.

Melihat pencopet melakukan aksinya, dia langsung menegur untuk tidak melakukannya di wilayah kiosnya. Meski tidak ada unsur pemaksaan tapi keberadaan mereka cukup meresahkan. “Rasa aman pelanggan juga menjadi tanggung jawab saya,” katanya. Berdasarkan pengalamannya selama 10 tahun berdagang di seputaran Jodoh, dia menyebutkan salah satu tindak kejahatan yang sering kali terjadi, yakni pencopetan.

Pengusaha Bus Bimbar, Sugito juga membenarkan aksi kejahatan pencopetan itu juga sering terjadi di Bus. Dengan adanya pemberantasan preman ini dapat meningkatkan kepuasan pelanggan atau penumpang terhadap pelayanan jasa transportasi. “Pungli tidak ada, tapi aksi pencopetan membuat penumpang resah,” katanya. Dia juga berharap pemerintah dapat mengatasi masalah ini dengan memberikan mereka pelatihan ketrampilan di BLK.

Selain di Jodoh, kata Dodi (27) kawasan Tos 3000 adalah daerah rawan preman. Preman sering memalaki para pedagang kaki lima di sana. ”Ya, biasa minta Rp5.000, seadanyalah buat makan mereka,” kata Dodi yang juga pedagang martabak di sana. Ia berharap polisi terus melakukan razia preman di daerah itu, agar pengunjung merasa aman dan tentram kalau datang berbelanja.


Jangan Asal Tangkap


Di tengah pemberantasan itu, beberapa anak punk menyayangkan pengamen yang melakukan tindak kekerasan. “Kejadian seperti itu sangat kita sayangkan karena pengamen bukan pelaku kejahatan,” ujar Jefri (24), anak punk yang juga pengamen di kawasan Batam Centre ini.

Renold (16) pengamen yang terjaring razia di kawasan Panbil Mall, Kamis lalu mengatakan pengamen juga tidak menginginkan hidup di jalan. Tapi keterpaksaan ekonomilah yang membuat mereka bertahan.

Dia bersama teman-temannya tak jarang dikejar polisi dan sat pol PP. “Tapi jangan asal main tangkap dong, pengamen kan bukan penjahat,” ujarnya. Jika pekerjaan mereka dianggap telah meresahkan masyarakat, pemerintah harus mampu memberi solusi pemecahan masalahnya.

Ditemui di Poltabes Barelang, Mengerti (22) yang juga terjaring razia mengaku kecewa dengan pihak kepolisian yang asal main tangkap. Saat di razia warga ruli Simpang Dam Mukakuning ini mengaku sedang main-main di kawasan Panbil Mall. Dia baru pulang kerja sebagai buruh bangunan di kawasan itu. Dia ditangkap karena tidak memiliki identitas dan mengaku bukan preman. “Kalau sudah begini apa solusinya, apa pemerintah membuatkan KTP untuk saya. Jadi tidak hanya menangkap saja,” katanya.

Terkait hal ini I Thanos mengatakan pihaknya akan memberikan masukan terkait banyaknya warga di Batam yang belum memiliki identitas ini kepada Pemda setempat. “Kita akan memberi masukan tentang hal ini pada Pemko,” katanya. ***