Kapolda Warning Debt Collector

Saturday, February 14, 2009

KAPOLDA Kepri Brigjen Indradi Thanos menegaskan tak hanya pemalak di jalanan, preman berdasi, serta pemalak berkedok organisasi masyarakat (ormas), oknum yang suka memeras, dan orang yang membekingi serta debt collector akan dilibas dan menjadi target beri­kut­nya. I Thanos mengatakan, debt collector adalah salah satu bentuk premanisme yang paling dikeluhkan masyarakat Batam.

Ormas atau kepemudaaan maupun kesukuan yang mengkordinir penagihan hutang. Beberapa oknum ormas yang disinyalir sering melakukan pungutan-pungutan dengan imbalan jaminan keamanan juga namanya preman. ''Kami peringatkan agar para debt collector jangan menggunakan cara-cara teror maupun kekerasan dalam menjalankan tugasnya. Kalau masyarakat menemukan debt collector seperti itu, silakan laporkan ke kita,” tukas jenderal bintang satu ini.

Menanggapi pernyataan Kapolda Kepri ini, sejumlah koperasi simpan pinjam yang ditemui mengaku merasa tidak nyaman. Sebelum di mulainya operasi razia preman, pihak koperasi juga sudah mulai merasa tidak nyaman karena, polisi sudah sering merazia oknum biro penagihan hutang (debt collector). Ditambah lagi penegasan debt collector masuk kategori meresahkan masyarakat. Jelas hal ini membuat bagian penagihan dan pengelola koperasi simpan pinjam di Batam ketar-ketir.

Kalau hanya menunggu nasabah di depan rumah saja tidak masuk akan dijadikan dasar meresahkan masyarakat. Lantas bagaimana nasabah yang bandel dan mencoba menghindar dari pelunasan hutangnya. ”Apakah kami tidak bisa menunggu nasabah di rumah,” Sn (29), kordinator debt collector sebuah koperasi simpan pinjam di daerah Batuaji.

Yang dia sesalkan adalah sorotan negatif terhadap debt collector yang digelutinya selama ini. Menurut Sn, bisnis itu sama sekali tak merugikan siapa pun, karena antara nasabah dengan koperasi saling membutuhkan. Polisi juga harusnya melihat masa depan bisnis ini, karena juga mempekerjakan banyak orang. "Sudah bertahun-tahun kami berbisnis. Mengapa baru dipermasalahkan sekarang," keluhnya.

Lagipula tidak semua koperasi simpan pinjam di Batam me­lakukan tindak kekerasan pada nasabahnya. Paling tidak jika pasien menunggak terlalu lama, hanya mengambil beberapa peralatan rumah tangga nasabah sebagai jaminan. ”Itupun melalui persetujuan nasabah juga, jadi bukan dengan cara kekerasan,” ujarnya.

Sebelum gencarnya operasi razia preman, pihak debt collector saja sudah kewalahan menagih hutang nasabahnya. “Anggota saya sering di razia polisi, masih untung bisa damai di lapangan,” akunya. Memang diakui Sn, beberapa penagih hutang dari koperasi simpan pinjam juga sering berlaku kasar pada nasabahnya.

Artinya, dalam hal ini polisi tidak bisa menyama ratakan semua debt collector semua koperasi simpan pinjam. Jekson warga Sagulung mantan debt collector di sebuah koperasi simpan pinjam mengaku saat mereka menagih hutang kepada nasabah mereka sering menggunakan cara-cara premanisme. Apalagi terhadap para nasabah yang terkenal sering telat membayar cicilan hutangnya.

“Kalau bawa orang sangar gitu, nasabah biasanya cepat-cepat melunaskan hutangnya,” ujarnya.

Lain cara lain pula penghasilannya. Begitulah kata Nasir seorang pengusaha kapal yang nota benenya sering menggunakan cara-cara premanisme saat menagih hutang. Menurut Nasir pengusaha-pengusaha kapal di Jakarta lebih sering menggunakan jasa preman menagih pembayaran transaksi kapal yang macet.

Sebagian pengusaha membayar mereka secara bulanan dan atau mendapat persenan setiap ada order menagih hutang. Nasir mengaku menggunakan jasa preman ini untuk menagih hutang yang sulit tertagih. Karena jasa yang digunakan adalah pentolan preman maka upahnya juga berbeda. Bahkan Nasir pernah melepaskan setengah nilai tagihan (piutang) yang bernilai ratusan juta untuk debt collector jika berhasil menagih hutang rekanan bisnisnya yang nakal.

“Saya berprinsip daripada tidak tertagih sama sekali, lebih baik dapat setengahnya,” aku pengusaha yang berkantor di Batuampar ini. Di Jakarta, jika pembayaran transaksi bisnisnya bermasalah Nasir lebih sering menggunakan jasa-jasa debt collector untuk menagihnya. “Bahkan pentolan preman Jakarta pernah saya pakai menagih hutang. Di Batam hal ini sudah ada namun tidak sekontras di Jakarta,” kata warga Batam Centre ini. ***