Potret Tenaga Kerja Kota Batam

Friday, November 14, 2008

Minim Skill, Outsourcing Merajalela

SEBUAH usul yang mengejutkan terlontar dari bibir Wali Kota Batam Ahmad Dahlan pekan lalu. Yakni meminta opersional Pelabuhan Kapal Pelni di Sekupang ke daerah lain. Alasan itu kata Ahmad Dahlan selain mengembalikan fungsinya ke semula menjadi pelabuhan barang, juga sekaligus meminimalisir pendatang masuk ke Batam, yang notabene dituding penambah jumlah pengangguran di kota industri ini.
Bila dilihat dari sisi tenaga kerja yang belum mendapatkan pekerjaan mungkin usulan itu beralasan. Sebab, sampai saat jumlah pengangguran mencapai tujuh ribu orang. Parahnya, sebagian besar pelamar tersebut tidak memiliki skill sesuai kriteria yang dibutuhkan perusahaan. Beberapa pencari kerja yang ditemui di kawasan Batamindo dalam sepekan ini juga mengakuinya.
Mereka tidak memiliki keahlian seperti komputer, bahasa Inggris yang memang paling dasar sebagai syarat bekerja di perusahaan asing. Selain terbatas kriteria tersebut, pencari kerja juga terkendala pada postur tubuh, usia dan dokumen lainnya seperti SIM, KTP Batam dan lain sebagainya. Misalkan beberapa lowongan kerja dari beberapa perusahaan di kawasan Community Centre (CC) Batamindo, Rabu (5/11) lalu.
Dari pukul 08.00 WIB para pencari kerja sudah mulai berdatangan, namun beberapa diantaranya langsung lemas begitu melihat lowongan yang tersedia masih seperti yang mereka lihat sebelumnya. ”Yaah... masih lowongan yang kemarin,” keluh Shanti menambahkan ia enggan melamar karena tinggi badannya gak memenuhi kriteria.
Gadis asal Sumut ini mengaku sudah tiga minggu tinggal dan menganggur di Batam. ”Ternyata susah juga nyari kerja di Batam, tidak seperti yang saya dengar,” kata warga Batuaji ini.
Sulitnya Shanti masuk kelingkungan kerja karena kemampuan terbatas. Dia hanya miliki skill komputer, itupun sedikit-sedikit. ”Saya tahu komputer sedikit, tapi bahasa Inggris tak bisa, bagaimana ini?” katanya yang datang melamar bersama tiga orang temannya.
Tiga orang temannya juga memiliki kekurangan yang tidak jauh berbeda dengan Shanti. Setelah melihat lowongan kerja di CC dan di Tunas Karya, mereka pun memilih pulang. ”Besok saja kita datang lagi, siapa tahu ada lowongan yang lain,” ujar Shanti sembari mengajak temannya pulang.
Hal senada diungkapkan Wiwit (19), pelamar lain yang sedang duduk di areal CC menunggu dan berharap ada lowongan kerja yang baru ini. Ia mengaku tidak ada keahlian di bidang komputer. ”Saya ada masalah dengan pengetahuan komputer, sementara lowongan seminggu ini minta yang tahu komputer,” akunya.
Untuk dokumen ia tidak ada masalah, karena semua sudah beres diurus di Disnaker. Selama dua minggu di Batam, Wiwit sudah tiga hari berturut-turut ke CC.
”Saya merasa sia-sia saja kalau masukin lamaran, karena tak tahu komputer tadi,” akunya.
Dia juga heran melihat banyaknya pelamar di Batam. ”Ternyata Batam banyak penganggur ya?” ujarnya bertanya. Meski demikian, Wiwit masih menaruh harapan dan mau bertahan mencari pekerjaan, karena sebelumnya dia belum pernah bekerja. Dia ingin mencari pengalaman.
”Ada sih yang tawarin kerja dari penyalur (outsourcing), tapi ijazah minta ditahan. Saya tidak mau, takut gak enak kerjanya susah keluarnya,” tuturnya.
Radi (19) juga menambahkan sudah tiga minggu menganggur di Batam. Dari tiga minggu tersebut baru satu lamaran saja yang dilayangkannya yaitu ke PT Shimano. Tapi sampai sekarang belum ada panggilan.
Dalam tiga minggu itu, beberapa kawasan juga sudah dijalaninya, dan lowongan yang pas buat dia juga belum ada. Menurutnya lowongan yang ada seperti di kawasan industri Batam Centre juga kebanyakan untuk cewek.
”Tak nyangka susah ya cari kerja di Batam. Apalagi kebanyakan yang diterima dari STM,” kata pria lulusan SMA Selatpanjang ini. Tapi ia mengaku tidak akan putus asa, dan akan terus berusaha hingga enam bulan ke depan. ”Harus tabah, pantang menyerah, besok harus datang lagi,” ujarnya semangat.
Iwil (23) pelamar lainnya, yang juga sepupu Radi mengaku baru saja habis kontrak dari satu perusahaan di kawasan industri Batamindo. Warga Genta ini mengaku hanya di kontrak enam bulan saja di perusahaan itu. Kontrak kerja yang singkat menurut Iwil sangat membuat pekerja resah. Ditambah pekerja sekarang kebanyakan melalui penyalur. ”Selain kontrak tak menentu penyalur juga memotong gaji,” kesalnya.
Maraknya jasa penyalur juga yang menyebabkan pelamar tidak lagi nongkrong di depan gerbang perusahaan menunggu lowongan kerja. ”Pelamar sekarang tidak ada lagi menunggu di depan perusahaan, karena penyalur sudah sangat banyak,” tutur Roganda pengojek di kawasan itu.
Akibat hal itu, pria yang sudah empat tahun mengojek di kawasan industri Batamindo ini juga mengaku pendapatannya menurun. Empat tahun lalu, ia masih bisa memperoleh pendapatan Rp50 ribu bersih perhari. Tapi sekarang hanya Rp20 ribu bersih saja perharinya. ”Pelamar sudah sedikit sekarang, tidak seperti dulu lagi,” katanya. ***