Pilihan pada ”Busway”

Saturday, November 8, 2008

BERBICARA tentang kemacetan di Batam, memang sudah menjadi makanan sehari-hari orang Batam terutama untuk wilayah atau jalan-jalan tertentu. Misalnya Batuaji, Simpang Dam, Seraya, dan lain-lain. Namun yang menjadi perhatian apa solusi menghapus kemacetan akibat jumlah armada yang menemui kejenuhan, faktor alam, prasarana jalan, dan perilaku pemakai jalan itu?
Ida, seorang ibu rumah tangga yang juga pengguna angkot menyarankan pemerintah menambah jumlah angkutan umum yang sifatnya massal, seperti busway. Karena menurut marketing perumahan ini, penambahan angkutan umum massal lebih efisien mengurangi kemacetan di Batam. Selain lebih lebih aman, nyaman, tertib, dan bersih juga elegan untuk transportasi di kota. ”Juga tarifnya murah Rp3 ribu jauh dekat,” katanya.
Atas alasan inilah Ida selalu menjatuhkan pilihannya pada busway jika bepergian kemana-mana. ”Jenis angkutan seperti ini lebih dibutuhkan di Batam, karena lebih mencitrakan Batam ke depannya,” ujar ibu yang tengah mengandung ini. Ida yang ditemui di shelter busway Batam Centre ini mengaku sudah menjadi pelanggan setia busway sejak setahun yang lalu. Setiap mau pergi ke Batam Centre Ida akan selalu menumpang busway. ”Kerja juga naik busway,” katanya.
Ida hanya menggunakan angkutan umum lain seperti Bimbar ketika terburu-buru dan pulang malam dari tempat kerja. Meski memang setiap menumpang hatinya selalu was-was. Maklum sopirnya kadang masih mau ugal-ugalan, saling kejar-kejaran dengan angkot yang lain.
Angkutan busway yang menjadi idamannya hanya beroperasi sampai pukul 17.00 WIB. “Kita terpaksa karena tak ada pilihan lain. Selain itu juga lebih irit. Tarifnya murah, namanya juga ibu-ibu selalu cari yang lebih murah,” kata Ida tersenyum.
Sebagai penumpang yang mengutamakan kenyamanan, warga Perumnas Baru ini berharap pemerintah menambah armada busway serta lama operasi minimal hingga pukul 21.00 WIB. Ida jarang menumpang angkutan di luar busway karena masih belum tertib.
Apalagi transportasi jenis taksi. Tanpa membedakan Ida mengaku paling takut menumpagn taksi jika bepergian. Bahkan ia mengaku tidak pernah menaikinya kecuali ditemani suaminya. Ia terlalu trauma mendengar banyaknya kejadian di dalam taksi baik resmi maupun pelat hitam.
Ia mengatakan tidak ingin jadi salah satu korban kejahatan hipnotis, pelecehan, perampokan dan pembunuhan. “Seram. Saya selalu minta dijemput suami kalau busway dan Bimbar tidak ada lagi,” katanya.
Raja (27), penumpang lain juga lebih memilih menggunakan transportasi massal. Lebih leluasa apalagi bepergian ramai-ramai dengan keluarga. “Aman, tak menaikkan penumpang di tengah jalan, terjadwal dan keselamatan juga lebih terjamin,” katanya memuji busway yang hendak digunakannya pulang ke Tiban Koperasi.
Dari segi tarif, angkutan massal juga lebih irit dibanding tarif taksi yang terkadang brubah-ubah. Dari Batam Centre ke Tiban tarifnya kadang berbeda. Ada yang Rp6 ribu ada yang Rp7 ribu. ”Jadi rasanya kurang nyaman. Bagusnya pemerintah menambah jenis angkutan ini,” harapnya.
Muhidin sopir busway juga mengharapkan armada busway ditambah. Trayeknya juga melayani seperti trayek Damri dulu. Penambahan halte di beberapa lokasi juga perlu. Kalau halte di sebelah kanan sudah tersedia harusnya di sebelah kiri juga disediakan.
Sehingga bisa menurunkan dan menaikkan penumpang di kedua sisi jalan. “Keluhan masyarakat ini sudah kita usulkan pada pimpinan,” katanya sembari menambahkan bahwa sampai sekarang belum terealisasi. Akibat tidak adanya halte di beberapa tempat, menyebabkan banyak penumpang ragu naik busway.
”Selama ini kalau di sebelah kanan ada halte berarti kita bisa menurunkan penumpang di sebelah kiri. Ini yang masih kita terapkan menunggu adanya halte tadi,” katanya.
Ketua Organda Batam Mulawarman juga menekankan belum lama ini kota Batam membutuhkan jenis angkutan massal. Karena menurutnya setiap orang punya hak yang sama pada jalan. Atas dasar inilah di luar negeri lebih banyak menggunakan angkutan massal dibanding mobil angkutan umum yang kecil dan pribadi.
Kepala Bidang Darat Dinas Perhubungan Kasri mengaku Batam memang membutuhkan angkutan massal. Meski diakuinya butuh, namun pemerintah Batam tidak akan menambah tahun ini. Karena untuk penyediaan jenis angkutan massal ini tergantung dana APBD. Kasri menjelaskan pihaknya juga dari dulu mencari investor yang bersedia beriventasi di bidang transportasi massal ini di Kota Batam. Namun sampai saat ini pihaknya belum menemukan investor itu. ”Dari dulu kita tawarkan sampai ke Jepang tapi, tak ada yang mau,” ucapnya. ***