Bingung, Banyak yang ”Ganti Baju”

Saturday, July 26, 2008

Banyaknya partai politik peserta Pemilu 2009 diyakini tidak akan memberi manfaat banyak bagi masyarakat dan justru semakin membingungkan. Ideologi dan platform yang diusung partai itu hampir sama sehingga tak dapat diharapkan mampu memberikan pilihan alternatif bagi rakyat. Apa pendapat masyarakat sebagai calon pemilih dan benarkah banyaknya parpol tidak memberi alternatif?
Ridho (30) warga Putri Hijau Sagulung mengatakan banyaknya partai yang mengusung ideologi sama, tetapi dengan jalur perjuangan berbeda-beda, membuat parpol sulit memperjuangkan aspirasi rakyat secara optimal. Sebagian besar parpol hanya mampu mengumpulkan suara dari basis masyarakatnya sendiri. Mereka tidak mampu mengumpulkan suara masyarakat secara luas.
”Saya juga masih bingung pilih yang mana. Sebab ideologi dan platform mereka hampir sama. 34 partai itu adalah pecahan dari partai-partai sebelumnya. Sebagian dari mereka hanya ganti baju dan orangnya itu juga. Tentu programnya yang lama juga. Jelas partai sekarang tidak memberi alternatif,” ungkap calon pemilih daerah Sagulung ini, Kamis (10/7).
Ia mengatakan selain tidak mampu menarik simpati rakyat, banyaknya parpol justru dapat membuat masyarakat semakin apatis. Apalagi seiring dengan kian memburuknya citra parpol di DPR dan DPRD yang sebagian anggotanya terlibat kasus korupsi. ”Dan ini mungkin yang membuat saya semakin apatis terhadap mereka. Saya juga prediksi dengan kondisi itu dapat memperkecil tingkat partisipasi pemilih melihat pemilihan sebelumnya yang sangat rendah,” katanya.
Ridho juga menilai pembentukan parpol masih didominasi kepentingan pribadi elite partai. Artinya pengurus partai baru adalah elite politik dari partai tempatnya bernaung sebelumnya. Mungkin ini penyebab wakil di DPR/DPRD tidak bisa menyetar


akan akomodasi UU terhadap hak politik rakyat dengan manfaat yang diperoleh rakyat. ”Padahal undang-undang (UU) mengakomodasi kepentingan sosial dan politik seluruh warga untuk membentuk parpol. Berapa banyak reses di daerah saya, tapi keluhan warga tak kunjung bisa diperjuangkan,” ujarnya sambil geleng-geleng kepala.
Lain dengan Amy, ibu rumah tangga mengatakan banyaknya partai merupakan hal-hal yang wajar saja. Karena menurutnya, sampai saat ini cara demokrasi di negara Indonesia masih seperti itu. Hanya saja lanjutnya, partai-partai tersebut betul-betul bisa mewakili suara rakyat. ”Jangan mementingkan pribadi saja. Karena kebanyakan yang seperti itu,” ujar anak dari sesepuh partai Golkar di luar Batam ini.
Amy bisa menerima kondisi tersebut karena melalui cara itulah nantinya Indonesia bisa seperti di Amerika Serikat, yang kini hanya ada dua partai besar, Republik dan Demokrat. ”Dulu partai di Amerika juga banyak. Ini hanya bahagian proses demokrasi. Dan Indonesia juga sempat partainya banyak lalu kembali sedikit. Tapi jadi bingung kok bisa muncul banyak lagi?” imbuhnya.
Banyaknya partai menjadi peserta pemilu di Indonesia tahun depan menurutnya adalah sebuah demokrasi yang keblablasan. Mestinya, pemerintah bisa membatasi dan mengetatkan seleksi partai agar tidak membingungkan masyarakat. Masih menurut Amy, faktor tidak mendapat kesempatan untuk naik merupakan salah satu penyebab perpecahan elite politik partai sehingga ada partai-partai baru.
”Pola pikir bangsa belum berubah. Kalau sudah duduk pasti lupa berdiri. Ini yang masih budaya di Indonesia. Sementara kadernya di bawahnya merasa sudah lebih pintar, karena tak ada kesempatan tadi akhirnya memilih membuka partai baru,” ungkapnya. Sebenarnya, munculnya partai baru justru membuat Indonesia semakin terpuruk. Sebab harus mengerus uang negara untuk partai. Ke depan ini harus jadi pelajaran bagi pemerintah Indonesia.
”Lihat saja Obama dan Hillary. Mereka dari satu partai tapi tidak berseteru meski ada yang kalah. Indonesia harus belajar cepat dari proses demokrasi Amerika. Tidak harus bentuk partai baru,” tambahnya.
Delvi, pelajar dari SMK 2 Batam juga menilai banyaknya partai akan membingungkan rakyat, termasuk dirinya. Justru pelajar yang duduk di kelas tiga ini melihat bahwa pemilu nanti jelas bukan untuk memperjuangkan rakyat, namun untuk mementingkan kepentingan masing-masing partai. Juga menimbulkan konflik-konflik antar partai untuk saling menjatuhkan. ”Mending partai sedikit tapi tujuannya untuk rakyat,” katanya.
Pelajar SMA 1 Batam, Chika berpendapat partai boleh-boleh saja banyak, karena sebagai WNI memiliki hak bebas berorganisasi. Hanya saja partai harus lebih mengedepankan kualitas. ”Agar rakyat tidak hanya boneka,” katanya. Sementara mahasiswa Unrika, Rini mengaku bingung dengan banyaknya partai yang berkompetisi di 2009 nanti. Dia pun sampai sekarang belum tahu mana partai yang mendengarkan suara rakyat. ”Sebab selama ini mereka hanya ngomong doang,” katanya yang belum bisa menentukan sikap ikut memilih atau tidak.
Lain halnya dengan Awang pengojek di Batam Centre yang mengaku telah bisa menentukan kemana pilihannya. Ia mengaku akan menjatuhkan pilihannya kepada yang benar-benar memperhatikan nasibnya. Hanya saja Awang tidak mau menyebut nama partai yang dimaksud. ”Kalau saya kasih tahu berarti tidak rahasia lagi dan bukan pemilu namanya,” ujarnya sembari ber­canda.