Jangan Pandang Enteng Akte Kelahiran!

Saturday, July 5, 2008

Hari Terakhir Dispensasi
Membludak

SENIN (30/6) siang suhu di kantor Dinas Kependudukan Kota Batam lumayan panas. Mesin penyejuk ruangan pelayanan pencatatan sipil pun tak kuat menurunkan suhu panas di ruangan itu. Hari itu, ratusan warga berdesakan ingin masuk ke gedung tersebut. Bercampur keringat menambah suasana siang itu semakin tidak nyaman. Maklum, hari itu adalah batas akhir dispensasi pelayanan gratis akte lahir tanpa vonis pe-ngadilan. Eva Susanti (36) adalah salah satu dari ratusan orangtua yang ingin mendapatkan hak legalitas untuk anaknya.
Ibu bertubuh kurus ini, bahkan sampai tidak memedulikan keringat yang bercucuran di wajahnya, demi permohonannya agar dapat di proses hari itu. Sayang, upaya Eva Susanti tidak berhasil mendapatkan akte tanpa vonis pengadilan, karena permohonannya masuk terlambat. Terpaksa Eva pun mendaftarkan untuk vonis penetapan anaknya di Pengadilan Negeri, Jumat (5/7) kemarin.
Alangkah sibuknya Eva saat itu menyusun berkas ketiga anaknya. Bahkan saking banyak-nya yang mau disusun, ia kelihatan bingung. Eva memang tidak dapat menikmati pelayanan gratis itu karena mengurusnya menjelang masa dispensasi habis. Eva, warga Tiban Lama terpaksa harus bersabar menunggu panggilan sidang untuk penetapan anaknya itu. Selama ini, Eva tidak bisa mengurus akte anaknya karena sibuk jagain anak di rumah. Sedang suaminya sibuk bekerja dan selalu pulang malam.
Eva mengaku baru sibuk mengurus akte lahir sekarang-sekarang ini, menyusul anaknya mau masuk sekolah. ”Pihak sekolah minta akte kelahiran. Makanya saya mengurusnya cepat-cepat,” ungkapnya.
Lain Eva, lain Sony warga Villa Mukakuning, Sagulung. Ayah dua anak ini mengaku kedua anaknya telah mempunyai akte lahir. ”Saya langsung mengurusnya dua minggu setelah lahir,” ujarnya. Menurutnya, akte lahir itu begitu penting saat anaknya mau masuk sekolah nanti. Juga hemat biaya karena gratis bagi usia anak usia 0-60 hari. ”Saat daftar anak sekolah nanti kita tidak repot lagi,” ungkapnya.
Belum banyak yang berpikir seperti Sony, menilai pentingnya akte lahir. Sebab sampai sekarang masih banyak orangtua yang anaknya belum memiliki akte lahir. Bahkan di komplek perumahan Villa Mukakuning masih ada beberapa anak yang kelahirannya belum dicatatkan kepada negara.
Rentang pengurusan gratis yang cukup lama, ternyata tidak membuat warga juga sadar akan pentingnya akte keahiran tersebut. Buktinya, ribuan warga baru terlihat sibuk mengurus akte lahir setelah masa berlakunya habis pada 30 Juni lalu, dan menjelang penerimaan siswa baru (PSB).
Sekilas tentang riwayat pencatatan sipil mulanya ada di Hindia Belanda yang dilaksanakan oleh (Pendeta) Gereja. Pada arsip nasional tercatat arsip-arsip gereja yang berkaitan dengan kelahiran, pernikahan dan naturalisatie. Dari tahun 1623 hingga 1866 berasal dari beberapa daerah seperti Jawa, Semarang, Pasuruan, Surabaya, Makasar, Ternate, Ambon, Banjarmasin, Menado dan Timor.
Berdasarkan data arsip tertua pencatatan sipil di Batavia dilaksanakan oleh pemerintah yakni Burgerlijkstand (BS) tahun 1829. Waktu berjalan, tahun berganti, peraturan pencatatan sipil pun berkembang. Terakhir muncul UU No 23 Tahun 2006 yang bertujuan meningkatkan kebutuhan data penduduk untuk meningkatkan kualita perencanaan pembangunan di berbagai sektor.

Jangan Anggap Enteng
Sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan kovensi internasional hak sipil dan politik, pencatatan kelahiran merupakan hak asasi manusia. Sebab akte kelahiran, adalah catatan otentik yang berisi catatan lengkap mengenai kelahiran seseorang. Atau sederhananya, akte kelahiran adalah identitas dini yang dimiliki oleh manusia guna menjelaskan keberadaannya, asal usulnya dan akar kekerabatannya dalam tatanan sosial masyarakat.
Bahkan, akte kelahiran adalah referensi awal sebelum anak memperoleh beberapa jenis sertifikasi lainya, seperti ijasah SD, SMP terus ke jenjang berikutnya.
Esensi dan fungsi akte kelahiran adalah untuk menunjukkan keberadaan dan domisili seseorang. Selain sebagai identitas diri, akte kelahiran juga menunjukkan hubungan seseorang dengan negara.
Namun yang menjadi permasalahan di Indonesia adalah cara pandang sebagian orang yang melihat masalah pencatatan kelahiran sebagai hanya teknis administrasi kependudukan semata.
”Attitude (perilaku) sebagian orang Indonesia menganggap pencatatan kelahiran ini masih sepele. Ini yang me-nyebabkan masih banyak yang belum memiliki akte lahir,” tutur Kepala Bidang Akte Catatan Sipil, Dinas Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana, Kota Batam Muhammad Jamil S Sos, di kantornya, Kamis (4/7).
Menurut Muhammad Jamil, cara pandang seperti itu tidak melihat lebih jauh seseorang eksis secara legal atau tidak. Padahal status legal seseorang diperoleh dengan dicatatkannya seorang yang baru dilahirkan kepada negara. Sehingga, akte kelahiran menunjukkan keabsahan legalitas seseorang dan menunjukkan kewarganegaraan seseorang.
Memang di beberapa daerah di Indonesia, praktik menyimpang masih kerap terjadi. Untuk mengurus akte kelahiran saja harus menunjukkan KTP terlebih dahulu. Padahal jelas-jelas alur seperti ini salah. Seharusnya untuk mendapatkan KTP, seseorang harus mempunyai status legal terlebih dahulu yang dibuktikan melalui akte kelahiran. Seperti di Thailand, warganya tidak bakalan bisa mengurus KTP sebelum bisa menunjukkan akte kelahiran terlebih dahulu.
Mengapa di Indonesia hal ini bisa terjadi? Jawabannya, menurut Muhammad Jamil terletak pada persepsi warga bangsa Indonesia menilai pencatatan kelahiran itu sendiri. Semestinya, warga harus memandang pencatatan kelahiran itu sebagai manifestasi dari hak asasi manusia. Karenanya, wajib bagi orangtua mengurus, membesarkan, mendidik, dan mengayomi anak sejak ia dilahirkan sampai dewasa.
Soalnya akte kelahiran memberi status hukum yang jelas tentang asal-usul seseorang dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam hal ini pemerintah juga berkewajiban memberikan perlindungan, pengakuan serta pemenuhan status pribadi dan hukum terhadap seseorang anak. Baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri sejak ia dilahirkan, berupa identitas diri bagi setiap anak dengan pemberian akte kelahiran.
Karena pencatatan kelahiran adalah hak paling dasar yang wajib dimiliki setiap anak. Maka dari itu, untuk mewujudkannya hak-hak sipil tersebut pun dilindungi melalui UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Di UU tersebut ditulis penerbitan akte kelahiran merupakan tanggung jawab pemerintah serta dilaksanakan sampai tingkat paling bawah, yaitu desa/kelurahan, tanpa dipungut biaya atau gratis. Merujuk aturan tersebut, pengurusan akte kelahiran pun di sejumlah daerah digratiskan. Bahkan di Batam memberikan dispensasi selama setahun (Juni 2007 hingga Juni 2008) tanpa batas usia dan tanpa vonis pengadilan. ***