Taksi Batam Masih Seperti Angkot

Friday, October 10, 2008

Sebagai kota yang berdekatan dengan Negara maju seperti Singapura dan Malaysia, Kota Batam tentu butuh angkutan umum yang aman dan nyaman untuk ditumpangi penumpang. Namun taksi yang seperti ini belum ada ditemui di Batam.
Mulawarman mengatakan taksi yang aman dan nyaman bagi masyarakat dan wisatawan adalah taksi yang memiliki argo meter. Sebab itu masyarakat terlebih lembaga lainnya seperti perhotelan mendesak Organda untuk melakukan penertiban seperti monopoli dan mewujudkan taksi argo meter itu.
”Kita sedang tata itu. Selama ini masih melenceng dari defenini taksi. Taksi di Kota Batam masih seperti angkot, belum taksi sesungguhnya,” tegas Mulawarman.
Budaya operator ini secara prontal sangat berat untuk diperbaiki. Tapi semua itu bisa dilakukan dan bisa berhasil, jika dimulai dari Masyarakat dan didukung keseriusan pemerintah. ”Ini yang kami tantang dari pemerintah, supaya sistem transportasi taksi tertata,” tantangnya.
Pada intinya, Organda siap membantu mewujudkan tuntutan masyarakat dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dan wisatawan Batam, disamping mencari keuntungan.
Sebenarnya kata Mulwarman, persoalan angkutan umum tidak hanya pada taksi, mini bus, angkutan karyawan dan carry. Tapi juga menemui persoalan pada angkutan barang. Untuk angkutan yang satu ini tidak ada standar pelayanan dan tak ada standar cara.
”Hampir mayoritas usaha angkutan barang di Batam masih menggunakan plat hitam,” ungkapnya.
Sesuai aturannya setiap kendaraan angkutan barang mestinya menggunakan plat kuning. ”Kita sudah desak pemerintah, tapi menurut saya pemerintah lamban,” tambahnya.
Akibat tak tersentuh banyak kejadian yang disebabkan kendaraan angkutan barang yang terbilang cukup merugikan pemerintah. Misalnya seperti terjadinya sebuah mobil angkutan barang menabrak jembatan di Tiban Kampung. Jembatan itu hampir putus.
Menurut Mulawarman peristiwa itu terjadi karena disebabkan tata cara angkutan jenis satu ini belum diatur di Kota Batam. Bahkan untuk terminalnya saja pun harus pemerintah sediakan. Sehingga bila barang yang diangkut menggunakan trailer tidak bisa masuk ke satu lokasi, bisa bisa ditransfer ke mobil lori yang lebih kecil di terminal.
Itulah fungsinya ada terminal untuk angkutan barang. Sekarang mobil trailer saja bisa masuk sesukanya ke pusat kota, padahal itu tidak boleh. “Lebih parah lagi, kita pesan barang pakai kontener, tetap saja kontenernya diantar sampai ke perumahan,” katanya.
Penertiban angkutan barang kata Mulawarman bagi Organda cukup berat, apalagi pemerintah kurang memberikan perhatiannya secara serius untuk menanganinya. Nah, moment Visit Batam 2010 dan ditetapkannya Batam sebagai daerah free trade zone (FTZ) diharapkan tata cara masuk dan batasan kendaraan ke Batam lebih diutamakan.
Untuk menyelesaikan semua persoalan itu harus didasari dukungan kuat dari pemerintah, sebab kekuatan Organda terbatas dan tanpa anggaran dari pemerintah. Organda hanya berjalan berdasarkan iuran dari anggota yang tergabung dalam Organda. ”Itupun lancar dan tidak lancar,” katanya. ***