Mak Wik dan 3.500 Batang Kue rokok

Friday, October 3, 2008

MENJELANG lebaran, warga pasti sibuk membuat kue. Tidak terkecuali dengan Mak Wik. Bahkan Mak Wik terbilang punya kesibukan yang cukup padat. Kenapa tidak? Wanita kelahiran Bawean, Kabupaten Gresik Jawa Timur ini membuat kue bukan hanya untuk keluarganya saja.
Banyak masyarakat yang suka dengan kue, opor, ketupat dan sejenis makanan lebaran lainnya hasil buatan tangannya. Pesanan pun menggunung. Yang datang bukan hanya tetangga, dari luar lingkungan rumahnya juga ada. Berikut sekelumit kisah Mak Wik si pembuat kue dan makanan lainnya yang dilakukannya setiap tahun saat menjelang perayaan Idul Fitri.

SAMBIL duduk di sebuah kursi santai di dapur rumahnya yang tak begitu luas di kawasan Bengkong Permai Blok B no 19, tangan perempuan berusia 44 tahun itu bergerak lincah meracik semua bahan-bahan untuk membuat kue. Bahan sudah ditimbang, terigu sudah diayak dan bahan lainnya sudah ditakar sesuai porsinya. Kamis (25/9) siang itu, Mak Wik ingin melanjutkan pekerjaannya, membuat kue salju.
Tapi ia menunda membuatnya menunggu cetakan kue ketemu. Saat Batam Pos hadir dirumahnya, ibu dari enam anak ini baru saja selesai membuat kue nastar. Lalu Mak Wik pun mengajak untuk melihat bagian dapur tempat membuat kue-kue enak yang sudah dikenal banyak orang itu.
Sambil merapikan adonan kue salju yang sudah dikerjakan, Mak Wik pun bercerita panjang lebar. Di sekitarnya banyak jenis bahan-bahan untuk membuat beraneka macam kue-kue. Hampir seluruh meja di dapur itu tertutupi bahan-bahan tadi. Lantai semen dapur itu juga hampir setengah luasnya tidak luput dari macam bahan-bahan baku pembuat kue lainnya.
Di dekat pintu dapur, sebuah oven tradisional yang terletak diatas kompor masih terasa hangat. Dari oven itulah Mak Wik baru saja mengeluarkan kue nastar yang terakhir. Ia baru saja menyelesaikan kue nastar sekitar satu kilo gram. “Sebelumnya banyak yang selesai, dan sudah diambil orangnya,” katanya.
Tak ketinggalan juga Mak Wik meminta Batam Pos untuk mencicipi kue nastar buatannya. Ia meminta untuk meyakinkan apakah kue buatannya itu benar-benar enak atau tidak. Karena memang tidak puasa, kue nastar itu pun dicicipi. Mak Wik hanya senyum-senyum dan mengucapkan terima kasih, ketika Batam Pos menyampaikan pendapat kue buatannya memang benar-benar enak.
Untuk menjaga citra rasa kue buatannya, Mak Wik mengaku tidak pernah melibatkan anak-anaknya secara langsung dalam meracik adonan kue. Termasuk suaminya yang sudah lama melihatnya melakukan itu. “Itu pesanan orang, jadi anak- anak saya minta bantu-bantu saja,” akunya.
Sekalipun sudah berusia hampir setengah abad, ibu enam anak yang lahir dengan nama Nawiyah ini masih menampakkan sisa-sisa kecantikan masa mudanya. Sebentar-sebentar ia mengembangkan senyum ketika berbicara ngalor-ngidul tentang cara membuat kue-kue tersebut.
Namun kelelahan dari raut wajahnya jelas terlihat. Maklum Mak Wik sejak Ahad (21/9) selalu sibuk mengerjakan kue-kue pesanan banyak orang. Kerja mulai subuh dan baru selesai sore hari, kemudian dilanjutkan malam hari hingga terkadang hingga saur.
Misalnya, saat membuat kue nastar terakhir waktu itu. Kata dia sudah mengerjakan kue nastar terakhir itu sejak subuh pukul 04.00 WIB dan baru selesai pukul 13.30 WIB. Banyaknya kue dan beraneka macam membuat Mak Wik sering begadang, demi mengejar target agar pesanan selesai tepat waktu. Untuk membuat badannya segar bekerja di pagi hari, kadang habis saur, Mak Wik tidur sebentar. “Ini sudah biasa, jadi capeknya tidak terasa,” katanya.
Ia mengaku masih banyak pesanan lain yang belum dikerjakan. Ada sekitar empat macam kue yang belum dikerjakan. Salah satunya kue salju. “Pesanan-pesanan ini harus diselesaikan secepatnya,” kata Nawiyah, yang lebih dikenal dengan sebutan Mak Wik, ketika ditemui siang itu di sela-sela kesibukannya.
Selain membuat kue-kue kering, ternyata Mak Wik terkenal juga dengan masakan seperti membuat ketupat, opor ayam dan masalah lainnya. Bahkan saking dipercaya dengan keahlian memasaknya, Mak Wik pernah diminta memasak tiga ekor kambing untuk sebuah acara.
Melakoni menerima pesanan membuat kue-kue dan ketupat serta opor ayam menjelang hari raya Idul Fitri sudah berjalan sejak tiga tahun yang lalu.
”Awalnya bikin kue untuk keluarga saja. Selanjutnya banyak orang pesan setelah merasakan kue dan ketupat hasil buatanku,” ungkapnya.
Ia mengaku ilmu membuat kue-kue dan opor ayam tersebut di dapat dari belajar sendiri dari orang. ”Saya tanya-tanya terus bikin sendiri di rumah. Kadang kalau gak ngerti saya ajak bikin kue di rumah, jadi saat itu juga saya belajar,” katanya.
Suatu kejadian ketika membuat kue ada yang tak pernah bisa dilupakannya. Ketika itu ia ingin membuat kue Norwegia. Seluruh kue tersebut saat dimasukin ke oven langsung meluber. Hasilnya tidak sesuai harapan dan akhirnya kue itu terbuang begitu saja.
Namun hal itu tidak membuatnya kalah semangat untuk ingin tahu membuat kue tersebut. Setelah bertanya kepada orang yang lebih tahu, akhirnya dia mahir sampai sekarang. Untuk menambah ilmu membuat kue, Mak Wik tak segan-segan belajar dari orang lain, seperti membuat kue lapis. ”Sekarang saya bisa buat kue lapis, hanya tidak ada alatnya,” akunya.
Kue-kue kering seperti nastar, coco krunch, norwegia, salju, bawang bilis, bolu-bolu kecil, kue bijan, kue rokok, peyek dan lainnya merupakan kue khas yang disuguhkan di hari raya Idul Fitri sudah tidak asing lagi. Setiap tahun Mak Wik mendapat pesanan membuat kue-kue tersebut.
Tahun ini pesanan untuk kue kering memang cukup banyak. Bahkan sebagian pesanan minta bantu adiknya. Bahan yang digunakan juga jauh lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Dari hanya beberapa kilogram tepung beras, tahun ini menghabiskan lebih banyak.
Paling banyak memesan kue kering adalah jenis kue rokok sampai 3.500 batang, kemudian peyek dengan aneka rasa sampai 12 tupperware besar. Ia mengatakan semua pesanan untuk kue kering yang tertinggal empat jenis lagi sudah harus selesai Sabtu (27/9).
Sebab esok harinya, perempuan yang menginjakkan kakinya di Batam sejak tahun 1979 ini sudah harus belanja untuk pesanan membuat ketupat dan opor ayam. Belanja bahan-bahan untuk ketupat dan opor ini harus lebih cepat karena sulit mencarinya saat menjelang lebaran.
”Apalagi ada yang minta opor ayam kampung. Semua saya minta ambil pesanan mereka saat malam takbiran. Nah, kalau tak selesai kan gak enak ama yang pesan,”ucapnya.
Sejak tiga tahun lalu, keahlian membuat kue ini pun menjadi penopang keluarga Mak Wik, selain penghasilan dari suaminya sebagai pekerja bangunan. Bahkan sejak itu, setiap hari Mak Wik membuat kue untuk dijual di sekolah-sekolah. Kue-kue buatannya dititip di kantin sekolah. Selain itu, Mak Wik juga melayani pesanan kue jika ibu-ibu wiritan.
”Setiap hari titip kue sampai 600 biji di kantin-kantin sekolah. Ini sudah jadi kerja saya sehari-hari,” tuturnya.
Citranya sebagai pembuat kue yang dikenal enak itu berbuah order yang bagus. Selama beberapa tahun Mak Wik merasa telah memetik buah dari keputusannya menjadi pembuat kue. Hal itu dia imbangi dengan peningkatan kualitas dan keragaman produknya.
Dia serius belajar secara otodidak mengenai pembuatan kue. Dia rupanya juga punya kepekaan bisnis yang brilian. Selama itu, dia terus mengembangkan ilmunya mengem bangkan kue-kue tradisional dan diminati banyak orang. Untung dari menjual kue itu memang tidak begitu besar.
”Untungnya tipis, yang penting mulus dan beramal, apalagi ini di bulan suci,” tuturnya.
Ternyata dengan tangan dingin Mak Wik, usaha kecil ini semakin dikenal oleh masyarakat Bengkong dan sekitarnya, bahkan sampai daerah lain di Batam. Dari bisnis kecil-kecilan inilah, Mak Wik bersama suaminya berhasil menyekolahkan ke-enam anaknya.
Meski ada untung kecil-kecilan dari bisnis kue tersebut, namun Mak Wik bersama Udin lebih mementingkan pendidikan anak-anaknya daripada memperbaiki rumahnya yang sudah enam tahun tidak mendapat sentuhan. Memang, rumah seluas ukuran kavling itu sudah terbuat dari batu permanen dengan beratapkan beton.
Hanya kondisi bangunannya masih terlihat baru setengah jadi. Jendela masih tertutup triplek, bagian dapurnya pun belum sepenuhnya kelar. Semua bangunan itu merupakan sentuhan tangan suami Mak Wik, yang menyisihkan waktunya sedikit demi sedikit.
”Sudah enam tahun rumah ini belum dilanjutkan setelah pembangunan pertama,” tuturnya.
Ia masih sangat bersyukur enam orang anaknya punya semangat dalam pendidikan. Anak pertama mereka setelah lulus dari SMA langsung memilih bekerja agar bisa membantu keluarga. Sedang anak keduanya sedang kuliah di Politeknik Batam dan empat lainnya sedang duduk dibangku sekolah.
”Selagi anak-anak punya kemauan belajar, mereka selalu dukung untuk pendidikannya. Tapi dari awal saya tegaskan tidak boleh neko-neko, sebab harus mengerti ekonomi orangtua,” ungkapnya. Beruntung sampai saat ini anak-anaknya masih mengerti dengan kondisi ekonomi mereka dan tidak banyak neko-neko. ***