Kemacetan Buang Duit Rp246 M

Friday, October 10, 2008

Pada kesempatan itu juga, Mulawarman menjelaskan akibat tak terkontrolnya kendaraan yang masuk ke Batam, justru berdampak pada banyak hal. Terutama borosnya pemakaian bahan bakar minyak (BBM). Dalam perhitungan Organisasi Angkutan Darat Daerah (Organda), kerugian dari sisi BBM saja, bisa mencapai Rp246 miliar per tahun per 10 titik macet.
Hitungan ini bersumber dari dari hasil survey selama 1,5 jam (peak hours 06.30-08.00 WIB) di Simpang Dam Mukakuning oleh Organda. Jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan ini, mengalami hambatan 10 menit per kendaraan. Dengan kapasitas per lajur 2.000 smp (satuan mobil penumpang) dan ada dua lajur, maka total kehilangan waktu kendaraan 1.000 jam pre hari.
Jika rata-rata pemakaian BBM per jam 7,5 liter maka total konsumsi BBM yang hilang akibat adanya kemacetan 7.500 liter atau senilai Rp33,75 juta per 1,5 jam. Jika sehari ada dua kali jam sibuk, maka total kerugian setahun mencapai Rp24,6 miliar atau Rp246 miliar di sepuluh titik macet.
Sepuluh titik macet tersebut adalah Simpang Dam Mukakuning, Simpang Jam, MKGR, Simpang Baloi Center, Sagulung, Seputaran Nagoya-Jodoh, Tanjung Uncang, Seipanas, Simpang Kabil, dan Bengkong.
”Dari sisi kemacetan di 10 titik tersebut diatas saja telah merugikan 1/4 triliun itu ditinjau dari segi BBMnya, belum subsidinya,” ungkap Mulawarman.
Berdasarkan hitung-hitungan tersebut dan dampak lain dari membludaknya jumlah kendaraan di Batam, Organda mengusulkan agar Pemko menegaskan lagi usia dan jumlah kendaraan yang diizinkan masuk Batam.
”Selama ini mobil umur 20 tahun pun masuk, bahkan kendaraan patah pinggang pun masuk. Celakanya Batam membiarkannya. Ini yang harus ditertibkan dengan keseriusan pemerintah,” ujarnya.
Terkait jumlah kendaraan di Batam, baik Organda maupun Disperindag menilai Batam sudah kelebihan kapasitas. Bahkan akibat kelebihan kapasitasn ini menyebabkan kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup besar. “Mobil yang masuk tak sebanding dengan kerugian pemerintah,” tutur Mulwarman.
Ia menjelaskan kerugian terjadi pada pembenahan, BBM, subsidi, jalur, terminal, membangun haltenya, tingkat kehancuran jalan, dan ruang publik berkurang. Padahal setiap orang punya hak yang sama pada jalan. ”Atas dasar inilah diluar negeri lebih banyak menggunakan angkutan massal dibanding mobil pribadi.” ujarnya. ***